Untuk beberapa saat Mattew tampak terdiam, mencerna maksud ucapan Daniel lantas mengangguk samar.

"Makanya kalau potong kuku jangan terlalu mepet kulit. Kalau luka gitu 'kan yang rugi elo juga," tukas Mattew menasehati, yang dijawab anggukan oleh yang lebih muda.

Tanpa bertanya lebih banyak lagi, Mattew mengembalikan kotak plester tersebut ke tempat semula dan berjalan meninggalkan kamar Daniel. Untuk kali ini ia harus menghentikan rasa ingin tahunya terlebih dahulu, karena sekarang tugas sekolahnya lebih penting.

"Kak," panggil Daniel tepat sebelum Mattew keluar dari kamarnya.

"Hm?"

"Besok gue mau berangkat sekolah. Gue nebeng boleh, 'kan?" lirihnya sedikit memohon, pasalnya dua hari yang lalu dia juga meminta agar bisa masuk sekolah, tapi Mattew melarang dengan dalih bahwa ia belum sehat benar. Dan sekarang Daniel sudah merasa sehat dan mampu untuk pergi ke sekolah lagi.

Menatap sang adik dari atas hingga bawah dengan teliti, kemudian Mattew mengangguk. "Boleh," sahutnya tak acuh lantas melanjutkan langkah.

Dalam hati, Daniel bersorak riang karena masa bosannya akan berakhir besok. Ia akan kembali ke sekolah seperti biasanya. Jika dulu ia tak suka dengan tempat bernama sekolah itu, maka kini ia jadi merindukannya karena akan berkumpul dengan Arsen dan kawan-kawannya. Iya, sekarang dia punya teman.

🍁🍁🍁

"Permisi! Permisi!"

Acara sarapan yang damai dan tentram agaknya terusik dengan teriakan yang bersumber dari luar gerbang rumah. Suara itu cukup keras hingga bisa terdengar sampai ke ruang makan, membuat keluarga kecil yang tengah menikmati sarapan menoleh serempak ke arah sumber suara.

"Siapa itu? Kenapa pagi-pagi begini udah bikin ribut?" tanya Thomas yang tak mendapat sahutan dari mereka yang berada di ruangan tersebut.

Berbeda dari yang lain, Daniel bahkan bisa menebak tanpa harus melihat siapa pelaku yang berteriak di luar. Didengar dari gaya berteriaknya yang barbar, siapa lagi kalau bukan Arsen?

"Udah jam segini, berangkat, yuk. Gue baru inget kalo pagi ini ada apel anggota OSIS," celetuk Mattew di saat yang lain tengah fokus pada suara orang yang berteriak di luar rumah.

"Hah? O–oke," sahut Daniel setengah terkejut karena Mattew menarik pelan kerah bajunya, seakan memberi kode.

Akhirnya mereka meninggalkan ruang makan lebih dahulu dari pada kedua orangtuanya. Bahkan saking terburu-buru, mereka sampai tak berpamitan. Ah, lagi pula Daniel jarang berpamitan dengan mama dan papanya, karena mereka memang jarang sekali ikut sarapan pagi.

Kembali ke depan gerbang rumah mewah itu, di luar terdapat Arsen yang tengah berbincang dengan Pak Anto, satpam yang bertugas menjaga rumah tersebut. Anak itu terlihat akrab dengan pria paruh baya itu.

"Arsen," panggil Daniel pada bocah yang nampak tertawa renyah menanggapi gurauan yang dilontarkan oleh Pak Tono.

"Eh, hari ini lo jadi berangkat, 'kan? Jadi dong, buktinya udah pakai seragam," kata anak itu yang membuat Mattew mengangkat sebelah alisnya, heran karena Arsen menjawab sendiri pertanyaan yang ia ucapkan.

Daniel menggeleng maklum. "Gue berangkat, tapi bareng Kak Mattew, maaf gue nggak nebeng lo," ujarnya dengan raut menyesal.

Arsen mengernyit kemudian tertawa. "Siapa juga yang mau ngajak lo berangkat bareng? Justru gue ke sini dengan tujuan biar bisa berangkat bareng lo. Soalnya motor gue ada di bengkel, kemarin bannya bocor," katanya semakin lirih di akhir kalimat. Ia takut jika perkataannya didengar oleh Mattew.

CHOICEWhere stories live. Discover now