9. Si Aneh Arsen

2.7K 273 23
                                    

💙Happy Reading 💙

Pukul sembilan pagi, seharusnya saat ini adalah jadwal mata pelajaran olahraga untuk kelas Daniel. Namun, semua siswa tingkat pertama kini berkumpul di dalam aula dan saling berdesakan layaknya di sebuah pasar.

Sudah terhitung tiga bulan sejak tahun ajaran pertama berlalu. Ulangan tengah semester ganjil baru saja tuntas minggu lalu. Dan hari ini adalah waktu bagi setiap siswa tingkat pertama untuk mengikuti ekstrakurikuler yang mereka inginkan.

Berdasarkan aturan khusus yang SMA itu buat, seluruh siswa kelas satu wajib untuk mengikuti minimal satu ekstrakurikuler. Mereka boleh berhenti maupun melanjutkan dari kegiatan ekstrakurikuler itu ketika masuk ke tingkat dua.

Sama dengan siswa lainnya, Daniel juga ikut bergumul di kerumunan. Tetapi anak itu masih belum memutuskan untuk mengikuti ekstrakurikuler mana, karena nyatanya tak ada ketertarikan dalam diri Daniel untuk mengikuti kegiatan semacam ini. Ayolah, Daniel tidak pandai bergaul dengan seseorang, apalagi berkelompok. Ia rasa nyalinya menciut, bahkan sebelum bertemu dengan orang-orang dalam ekstrakurikuler.

"Kira-kira kita harus ambil eskul apa, ya?"

Daniel terkejut bukan main ketika seseorang datang dan merangkul bahunya begitu saja. Seakan sudah berkawan akrab, Arsen bertanya pada Daniel sembari mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ada sekitar sepuluh stan yang kini nampak berlomba-lomba untuk menawarkan ekstrakurikulernya pada adik kelas.

"Arsen, lo apa-apaan?" Usai tersadar dari rasa terkejutnya, Daniel buru-buru melepaskan lengan Arsen yang melingkar di bahunya.

Perbedaan tinggi mereka yang cukup jauh, membuat Daniel sedikit kesusahan dalam melepaskan rangkulan. Apalagi Arsen tampak tak ingin melepaskan rangkulannya, anak itu seakan mengapit Daniel di dalam lengan panjangnya.

"Arsen ...."

"Gimana kalau klub sepak bola? Atau basket? Seru tuh kayaknya, apalagi buat orang dalam masa pertumbuhan. Dijamin, deh, lo bakal tambah tinggi," tutur Arsen tanpa segan.

Daniel mendengus kesal. Hei, dia tidak terlalu pendek untuk ukuran anak laki-laki. Rata-rata tinggi siswa di kelasnya juga sama dengan Daniel. Arsen saja yang memiliki tinggi badan yang kelewatan. Ia sangat kesal ketika seseorang mengatainya pendek.

Tahu jika Daniel tak memberi respons pada ucapannya, selain tatapan kesal. Arsen berinisiatif untuk menarik lengan bocah itu menuju meja pendaftaran klub basket.

"Kak, kita mau daftar," ucap Arsen pada salah seorang panitia yang menjaga stan eskul basket.

Tersenyum ramah, panitia itu berucap, "Diisi dulu formulirnya, Dek. Nanti baru kami kasih arahan."

"Oke."

Menarik lengan Daniel menjauh dari kerumunan, Arsen menyerahkan satu formulir pada anak itu dan menyuruhnya untuk mengisi. Melihat isi dari formulir tersebut, tentu saja Daniel tak langsung mengisi. Anak itu membaca secara seksama dan setelah paham, ia kembalikan formulir itu pada Arsen.

"Gue nggak tertarik."

"Hah? Yang bener aja. Kenapa nggak bilang dari tadi? Percuma gue udah minta formulir," gerutu Arsen tak terima. Anak itu meratapi formulir yang sudah diisinya sebagian.

Daniel tidak pernah menyukai hal-hal yang berbau olahraga. Lagi pula, apa-apaan Arsen ini? Kenapa tiba-tiba sok akrab dengannya? Bukankah aneh jika orang yang biasanya menjahili Daniel, kini jadi sok akrab seperti ini?

"Lo kenapa aneh, sih?" Tak mau menyimpan rasa penasarannya terlalu lama, Daniel memutuskan untuk bertanya.

Arsen mengalihkan pandangannya dari kertas formulir ke wajah Daniel. Ia tahu, jika anak ini pasti merasakan keanehan karena tiba-tiba dirinya berlaku sok akrab dengannya. Akan tetapi, Arsen lebih memilih tidak peduli dan melanjutkan aksinya.

CHOICEWhere stories live. Discover now