13. Bolos

3.3K 292 19
                                    

"Yesterday is history, tomorrow is a mystery, but today is a gift. That is why it is called present." - Master Oogway

💙 Happy Reading 💙
.
.
.

Entah perasaan Daniel saja atau memang akhir-akhir ini Arsen jadi sering menempel padanya. Semenjak kegiatan memilih ekstrakulikuler satu minggu yang lalu, remaja jangkung itu bertingkah sok dekat dengannya. Makan siang di meja yang sama, dan mengajak Daniel untuk berada di kelompok yang sama. Intinya Arsen selalu ingin berada di dekat Daniel. Astaga, Daniel sampai berpikir jika Arsen itu ketempelan jin, tapi jin itu mengarahkan Arsen ke arah jalan yang lebih baik.

Pagi ini juga, saat Daniel hendak berangkat sekolah bersama sang kakak seperti biasanya, tiba-tiba Arsen muncul di depan pintu gerbang rumahnya. Dengan senyum lebar Arsen menyapa satpam yang bertugas dan juga Mattew yang bersiap mengeluarkan mobil dari garasi.

"Pagi, Kak Mattew."

Mattew yang hendak menyalakan mesin sontak menoleh ke arah sumber suara. Ia mengernyit kala melihat Arsen berdiri dengan senyum lebar yang menampakkan deretan gigi putihnya. Ini masih terlalu pagi untuk bertamu, 'kan?

"Iya, pagi juga. Ada apa, ya?" tanya Mattew terheran.

Arsen menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Niatnya bertandang ke sini adalah hendak mengajak Daniel untuk berangkat bersama. Akan tetapi, ketika tahu Mattew yang muncul di balik gerbang, nyalinya menciut seketika.

Kakak Daniel ini memiliki proporsi wajah yang cukup menggemaskan untuk ukuran seorang anak laki-laki, ditambah dengan mata sipit dan lesung pipi di kedua pipinya membuat Mattew tampak menggemaskan. Namun, satu hal dalam diri Mattew yang membuat nyali orang yang berhadapan dengannya ciut, yaitu tatapan tajamnya yang seakan hendak memangsa siapa pun yang mengusiknya.

"Hei, ada apa?" Lagi, Mattew melemparkan tanya pada bocah di hadapannya karena merasa telah diabaikan.

"Eh, e ... anu ... itu, Kak. Gue mau ajak Daniel berangkat bareng." Meski dengan tergagap, Arsen masih saja berucap dengan mengunakan sapaan 'lo-gue' dengan yang lebih tua. Dasar Arsen.

"Hah? Lo siapa mau ngajak Daniel berangkat bareng?"

Arsen ternganga dengan apa yang baru saja Mattew lontarkan. Yang benar saja, Bung! Mattew tidak mengenalinya, padahal dia lah yang menunjukkan di mana Daniel berada ketika ia bingung mencari sang adik.

'Kejam,' batin Arsen.

"Arsen? Lo ngapain pagi-pagi ke sini?" di tengah kecanggungan yang tercipta, Daniel muncul dari balik pintu gerbang, lengkap dengan atribut sekolah beserta hoodie sebagai pelengkapnya.

"Eh, Daniel! Berangkat bareng gue, yuk. Ntar balik gue anterin juga, deh. Sekalian kerjain tugas kelompok Bahasa Indonesia, hari ini 'kan giliran di rumah lo," tukas Arsen beralasan.

"Hah? Kelompok?"

Daniel terdiam sesaat, berusaha mengingat dan mencerna maksud dari kalimat teman sekelasnya ini. Sekeras apa pun ia berpikir, Daniel sama sekali tidak ingat jika mereka memiliki tugas kelompok mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Di samping itu, terdapat Arsen yang kini meruntuki kebodohannya sendiri. Mengapa ia berbohong sebanyak itu? Baiklah, salahkan mamanya yang memaksa ia untuk berangkat bersama Daniel. Semenjak wanita itu tahu jika ia satu kelas dengan Daniel, ia jadi sering menyuruh Arsen untuk berteman dengan Daniel.

Alasannya adalah agar ia menjadi sepintar bocah itu dan berharap Arsen bisa menjadi juara kelas seperti Daniel. Huh, menurut Arsen kalau bodoh ya terima saja. Mengapa mamanya tidak bersyukur saja, sih, sudah memiliki anak setampan dia. Malah menginginkan hal mustahil.

CHOICEWhere stories live. Discover now