2. WDPB

366 126 142
                                    

Hai semuanya<3

Gimana kabarnya?

Jangan lupa tekan tombol ⭐ dan isi semua paragraf dengan komen kalian<3

Happy Reading!!!

Jam pelajaran terakhir telah usai. Semua orang berhamburan keluar gerbang agar segera bisa sampai rumah dan istirahat, berbeda dengan Langit dan kelima temannya.

"Ke WDPB dulu," ucap Ravin.

"Ayo," balas Langit singkat dan padat.

"Irit kata banget dah Lang. Kapan ya kutub utara ini bisa cair?" ucap Aldan asal dan dibalas tatapan tajam Langit.

Jujur saja Langit kurang suka jika dipanggil kutub utara seakan dirinya sedingin itu. Padahal iya 'kan?

"Ampun Lang, bercanda kali," mohon Aldan.

Mereka sudah sampai di WDPB di sana ternyata sudah ada anak-anak yang lain. Langit memang sudah seperti pemimpin bagi mereka. Sebenarnya ada satu tawaran untuk Langit, sangat menguntungkan tapi entah kenapa bergitu sulit Langit mengambil tawaran itu.

WDPB itu singkatan dari Warung Dekat Pohon Beringin, warung makan sederhana milik Bu Candra. Langit dan teman-temannya memanggil Bu Candra dengan sebutan Bucan terinspirasi dari kata bucin biar lebih keren.

Warung yang terletak di dekat belakang sekolah ini dibangun oleh seseorang tujuannya satu membuat suasana keluarga, tempat berkumpul dan bertukar cerita.

Jika malas pulang Langit akan menginap di sini atau menginap di rumah temannya. Langit langsung duduk di bangku depan yang masih kosong diikuti teman-temannya.

"Bucan, Bayu pesen mie rebus yang isi dua pakai dua telur, empat cabe," pesan Bayu pada Bucan.

"Aldan juga Bucan tapi cabenya tiga aja," pesan Aldan juga.

"Adeni mau mie goreng aja Bucan, kasih telur mata sapi diatasnya tambah tiga cabe," pesan Adeni.

"Ravin juga Bucan sama kaya Adeni," pesan Ravin.

"Dirga pesan mie rebus yang isi satu aja, pakai telur satu dan cabe tiga," pesan Dirga.Dirga tak serakus mereka yang pesan mie isi dua dan menggunakan telur dua pula.

Hanya Langit yang tak memesan makanan, entahlah mungkin ia masih kenyang setelah makan di kantin tadi.

"Lo gak pesen makanan, Lang?" tanya Aldan.

"Gue masih kenyang, Dan," balas Langit.

"Lo semalam gak pulang, Lang?" tanya Dirga.

"Tau dari mana lu?" tanya Langit.

"Adik lo semalem telepon gue katanya lo gak pulang handphone lo juga mati kan? Lo tidur dimana, Lang?" tanya Dirga balik.

Temen-temannya yang lain mendengarkan pembicaraan mereka tanpa ada niatan untuk ikut campur.

Dia pasti kewalahan ngadepin Mama sendiri, batin Langit.

"Gue tidur di sini," jawab Langit .

"Kenapa Lang? Lo masih merasa bersalah atas meninggalnya adik lo setahun yang lalu?" tanya Aldan.

Tepat Dan, batin Langit lagi.

"Gue tau Lang lo berat nerima kenyataan itu, apalagi nyokap lo, tapi lo gak bisa kaya gini terus, lo udah cerita yang sejujurnya 'kan sama nyokap?" kata Dirga.

Lo gak tau gimana hanjurnya Mama gue, jadi lo bisa ngomong gitu, batin Langit lagi.

"Percuma Dir, Mama gak pernah percaya sama gue dia masih nganggep gue pembunuh," jawab Langit untuk mencoba tak rapuh didepan teman-temannya.

Langit Sebastian BratadirkasaWhere stories live. Discover now