23. PERINGATAN MISTERIUS

112 24 120
                                    

Hai Semua!

Langit comeback!!!!

Spam komen yang banyak ya!

Love you all💖💖

Maaf ya aku updatenya lama, belakangan ini ada hal yang bikin aku males buat hidup.

Jam berapa kalian baca part ini?

Happy Reading ❤️

"Sekali gagal, dua kali gagal, tiga kali gagal, bahkan empat kali gagal bukan berarti di kesempatan berikutnya akan gagal kembali. Jika iya, tak apa. Orang hebat perlu jatuh ratusan kali agar mampu berdiri kokoh di masa depan." — Dirga Prasetya Sanugraha.

"Sukses tidak harus selalu sama, ataupun terjadi di waktu yang sama. Jalanmu dan jalanya, takdirmu dan takdirnya berbeda. Tenang, jalan dan takdirmu ditulis penulis skenario terbaik di dunia." — Aldan Wiraga Alexon.

"Kita hidup di dunia bukan untuk pamer kesuksesan. Tujuan utama hidup adalah untuk bahagia." — LIONERZ

Tidak ada yang bisa mengetahui
tentang isi hati seseorang secara tepat. Dia yang terlihat tak perduli belum tentu benar-benar tak perduli, mungkin saja dia terlalu gengsi mengakuinya. Begitu pula dengan Langit, ia yang dingin bukan berarti tak bisa bersikap lembut, mungkin memang enggan untuk menunjukkan.

Langit, Aldan, Dirga, Ravin, Adeni, dan Bayu berada di dalam kelas, menunggu Bu Ista masuk ke kelas mereka setelah pelajaran Pak Wono. Langit memainkan bolpoint yang ada ditangannya, diputar berulang kali hingga terjatuh tepat di depan meja Aldan.

Aldan mengambil bolpoint  itu, mengembalikannya pada Langit. "Lo ngerasa aneh sama sikap Adeni belakangan ini nggak?" tanya Aldan tiba-tiba membuat Langit menatap serius.

Ravin yang mendengar perkataan Aldan berbalik badan dan ikut buka suara. "Baru juga gue mau bahas ini. Udah tiga hari dia nggak ke Basecamp, jarang ngomong juga. Gue tanya ada masalah atau nggak, dia cuma diem," beber Ravin.

"Masalah Rara? Harsa? Atau si kembar?" tanya Langit. Adeni ini lima bersaudara, adik laki-lakinya bernama Harsa dan si kembar Andra dan Andre, terakhir peri kecil, Rara.

"Entah. Dia mana mau bilang kalau ada masalah, dibantu juga nolak. Binggung sendiri gue." Ravin memijat dahinya yang sedikit terasa pusing.

"Lihat! Ngelamun tu bocah," Aldan melihat Adeni yang sedang melamun, entah apa yang dipikirkan.

"Bayu kemarin cerita sama gue, dia nggak tahan didiemin Adeni kaya gitu," ungkap Ravin. Bayu cerita apa yang ia  rasakan ketika teman sebangkunya itu sudah diam hampir tiga hari setelah acara Bazar.

"Apa gue kemarin kelewatan?" pikir Aldan, seketika ia merasa bersalah karena ucapannya saat itu.

"Makanya kalau punya mulut dikontrol," kilah Langit. Langit memperhatikan Dirga yang sibuk membaca buku ditangannya, "Menurut lo gimana, Dir?" tanya Langit, membuat Dirga meletakkan bukunya dan menoleh.

"Ajak ngobrol, tanya. Kalau nggak dijawab ya cari tau," jawab Dirga santai.

"Semua orang akan ngelakuin itu kali Dir!" geram Aldan.

"Gak semua, orang yang benar-benar perduli aja," balas Dirga.

Langit kembali menatap Adeni yang masih melamun, Bayu yang didiamkan memilih bermain game di ponselnya.

Bel istirahat berbunyi, anak-anak kelas XI IPA 4 berhamburan keluar kelas, menyisakan enam cowok yang setia duduk di bangkunya.

"Den, Bay, geser kursi kalian ke sini. Diskusi bentar," pinta Aldan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 16, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Langit Sebastian BratadirkasaWhere stories live. Discover now