Bagian || 27

173 7 0
                                    

Keep reading guys😘

***

Aku membanting tubuhku di atas kasur empuk kamarku. Memikirkan asmara memang sangat rumit. Demi apa aku bisa terjebak didalamnya tanpa ada rasa sama sekali. Melihat gadis itu sedih membuatku merasa sesak. Aku tidak bisa membayangkan betapa besar rasa sesak yang akan aku alami nanti ketika tau bahwa aku akan mematuhi ucapan ibuku untuk menikah dengan gadis yang aku sendiri tak menyukainya.
Aku mengambil ponselku di samping bantal. Aku sangat muak dengan semua ini. Rasanya aku ingin menghilang saja dari dunia ini agar tak ada yang bisa memaksaku untuk melakukan hal yang tidak ingin aku lakukan. Aku menyalakan benda pipih itu dan mulai memasang earphone yang baru ku ambil dari laci nakasku. Memasang nya di kedua telingaku dan merebahkan tubuhku dan mendengar lagu dengan volume yang dalam mode tidak ingin diganggu siapapun.

Alunan musik memenuhi gendang telingaku seperti biasanya guna menetralisir rasa sedihku yang sukses membuatku merasa tak nyaman. Lewat musik inilah yang seakan membuat rasa sesak yang ku rasa menguar di udara meski tidak seluruhnya tapi dengan kebiasaanku ini setidaknya cukup membantu.

Cliingg...!

Dentuman musik di pendengaranku teralihkan dengan suara notif pesan ponsel milikku. Aku membukanya dan berdecak malas setelahnya.

Bang Edo
Jangan lupa nanti malem bakal ada dinner jangan males-malesan, ini amanah dari nyokap jangan sekali-kali lo ngeyel

Entah sudah berapa kali aku berdecak sebal, tapi aku benar-benar tidak berminat melakukan apapun kali ini. Sungguh sangat menyebalkan. Mengapa seolah dunia ini tak pernah memihakku dan bahkan bersekongkol memojokkanku guna merenggut kebahagiaanku. Mereka semua tak memedulikanku dan tak menginginkan aku bahagia dengan caraku sendiri. Mereka juga tak mengizinkan ku untuk bersenang-senang dengan caraku sendiri. Aku tak habis pikir dengan dunia.

"Gue salah apa sih sampai kehidupan gue harus terus-terusan menjauhkan gue dari kepribadian gue sendiri? Gue jadi mellow sendiri gini lagi kek cewek. Gue juga nggak bisa dong berontak kalau yang ngelarang tuh nyokap gue sendiri,"

Aku terduduk di atas kasur dan memikirkan segalanya ah sungguh menyiksaku. Aku memijat keningku yang benar-benar terasa pening. Baiklah jika semua orang mau aku menjalani alur dunia yang diberikan Sang Pencipta secara ikhlas aku akan menjalaninya. Tak peduli dengan segala perasaanku. Aku laki-laki bukan? Aku akan sanggup melewati beban seberat apapun dan berusaha buta dan tuli akan semuanya. Jika tidak ada yang peduli pada perasaanku kenapa juga aku harus peduli?

***

Aku memandangi puluhan hidangan yang sudah tertata rapi di meja makanku, sangat menggugah selera. Terbukti Bang Edo yang sudah khusyuk dengan piringnya, begitupun ibuku dan orang-orang asing yang sudah diundang datang makan malam di rumahku. Disini memang terasa ramai tapi aku benar-benar merasa kesepian.

"Kenapa nggak makan?"

Suara pelan di telingaku membuatku menoleh malas ke arahnya. Setelah para tetua membicarakan hal yang sangat membuat panas organ dalamku beberapa waktu yang lalu membuat darahku serasa mendidih. Tanpa menoleh aku bangkit dari duduk ku dan berjalan ke atas menuju kamarku tanpa menghiraukan tatapan orang-orang yang lurus kearahku.

"Permisi, aku akan segera kembali,"

Aku bisa mendengar suara tersebut seperti akan beranjak dari kursi yang tengah didudukinya. Aku bisa mendengar suara decitan yang kemudian suara langkah kaki di belakangku seperti mengikuti langkahku. Aku tak peduli dan membiarkan gadis itu sesuka hatinya, aku sedang sangat malas berdebat dengan siapapun.

ENDEAR [END]Where stories live. Discover now