Won't go anywhere

19.4K 754 121
                                    

Ken's POV

"Aduh, Ma! Mama sama Tante Reina kapan pulangnya sih? Hobi amat pergi rame-rame begitu!" Racauku sembari menjatuhkan tubuhku diatas kasur dengan kesal dan memilih loadspeaker di layar ponselku.

"Kenapa emangnya?! Pasti berantem lagi ya sama Claudy! Makanya kamu ngerengek begini gara-gara nggak mau nemenin dia dirumahnya kan malem ini! Iya kan?! Ayo ngaku!"

Kenapa jadi aku yang disemprot balik, "Aku nggak-

"Pokoknya temenin Claudy dirumahnya malem ini! Awas ya kalo sampe enggak! Kamu gimana sih, Ken? Masa baru baikan udah ribut lagi, minta ampun deh Mama sama kamu!" Walau tidak bisa melihatnya, aku bisa tau kalau Mamaku langsung geleng-geleng kepala.

"Ma, apaan sih, orang aku nggak ribut sama Claudy.. Jangan kenceng-kenceng gitu kek ngomongnya. Ntar Tante Reina sama Om Brian denger, aku yang makin nggak enak, Ma." Keluhku menahan jengkel.

"Ih, ada rasa nggak enak juga kamu sekarang!" Mamaku terkikik menyebalkan, "Iya-iya.." Sahutnya seakan terlihat menyesal, tapi detik berikutnya dia langsung berseru nyaring dari sebrang sana, "Ren, Bray! Anak-anak kita nggak pada ribut lagi kok! Aman! Tinggal tunggu waktu sampe kita jadi besan aja ya!"

"Ma!" Pekikku seraya menyabet ponselku yang berada meja disamping ranjang, "Ngomong apa sih!"

Selanjutnya yang kudengar hanyalah tawa berderai mereka. Aku memutar bola mataku hendak menutup panggilan, tapi Papaku lebih dulu bicara, "Jadi gimana dirumah? Aman kan?"

"Kalo nggak aman, aku nggak bakal bisa nelfon kalian kali, Pa," Balasku bete, "Udah ah, aku matiin aja. Bye!"

Bersamaan dengan itu, kamarku didobrak dengan kasar dari luar. Aku menjingkit kaget dan nyaris memukul muka datar Daniel yang menyebalkan di ambang pintu kamarku, "Lo kenapa dobrak kamar gue kayak gitu sih!" Semprotku langsung kepadanya.

Daniel hanya mengangkat satu alisnya sembari melihat sekeliling kamarku, dia terlihat menahan senyum sampai-sampai rasanya ingin kutonjok saja mukanya yang seperti ingin cari gara-gara denganku, "Lo abis patah hati lagi ya?"

Apa sih?

Daniel hanya mesem-mesem tatkala aku tidak menggubrisnya dan dia mengambil salah satu diktat kuliah dari meja belajarku, "Kamar lo nggak bakal isinya buku pelajaran dimana-mana begini kalo nggak ada pikiran yang bikin lo ngebatin," Ledeknya menyebalkan seraya melempar salah satu buku kearahku lalu duduk di kursiku, "Kenapa kali ini?" Tanyanya dengan wajah berubah serius.

Yah terkadang, aku cukup tersentuh sih dengan perhatian macam ini dari Daniel si muka batu tanpa mimik wajah. Walau tidak banyak bicara, sepupuku ini paham banget dengan segala situasi di sekitarnya. Tapi sori ya, aku ogah banget mengakui ini. Bisa-bisa dia makin sok tua nanti, amit-amit. "Nothing." Aku menghela nafas.

"Sebelum gue sama Elin dateng, pasti Mike ada betingkah lagi ya didepan lo?" Sumpah, Daniel ini cenayang atau apa sih, "Biar gue tebak, dia ngulangin kasus yang sama seperti videocall malam itu dengan versi yang nyatanya sekarang?"

Brengsek! Tiap kali mengingat kejadian video call malam itu, bagaimana aku melihat dia mencium Claudy didepan mataku, bagaimana Claudy merespon ciumannya dengan membalas mengalungi leher Mike...

Aku menonjok dinding disampingku dan mengeraskan rahangku. Semua ini benar-benar membuatku gila. Aku tau aku memang pantas menerima balasan atas semua kesalahanku selama ini. Aku tau. Tapi aku tidak sanggup, aku tidak akan pernah sanggup melihat bagaimana Claudy menyentuh pria lain. Pria lain diluar sana siapapun itu, selain diriku. Aku tau aku egois tapi aku betul-betul tidak mampu menyaksikan semua itu. Membayangkannya saja rasanya aku sudah nyaris sinting.

SEX APPEALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang