A good night

75K 1.4K 81
                                    

Claudy's POV

Tidak salah kan kalau sekali-kali aku ingin melihat Ken tanpa saling menghindar seperti biasanya?

Rasanya aku juga merasa lebih baik saat dia juga tidak memalingkan wajahnya dariku.

Setelah Ken menyanyikan beberapa lagu dan menyelesaikan penampilannya, aku melihat dia langsung turun dari panggung, diiringi tepuk tangan meriah dan seruan riuh yang memang tidak perlu diragukan bahwa penampilannya betul-betul sempurna. Aku tersenyum menyadari hal tersebut. Senang menyadari bahwa penampilan Ken diakui banyak orang. Kulihat di sampingku, Daniel juga tengah tersenyum sembari bertepuk tangan.

Saat aku melihat kearah Ken, cowok itu sudah menghilang entah kemana.

Tak lama, Elin mendatangi aku dan Daniel. Kami hanyut dalam obrolan selama beberapa saat. Sudah lama sejak kami bisa ngobrol bareng dengan santai seperti ini. Kami saling menceritakan kegiatan kami masing-masing. Menyenangkan karna aku bisa berkumpul bersama mereka. Orang-orang yang begitu dekat denganku sejak dulu. Kusadari saat kami sedang bersama-sama, Ken sepertinya sudah pulang lebih awal.

Akhirnya aku pulang duluan bersama Daniel karna Elin masih ada keperluan.

"Lo harus ikut lagi kapan-kapan ya, Niel. Mulai sekarang jangan kabur-kaburan lagi ya! Awas aja!" Ancamku pada Daniel.

Daniel mengulum senyum, "Iya, kali ini nggak lagi kok." Sahutnya, "Seneng nggak?"

"Seneng banget tau, Niel! Udah lama banget sejak kita bisa ngobrol, ngumpul kayak tadi." Kataku pada Daniel yang tengah memberhentikan mobilnya didepan rumahku.

"Iya," Sahut Daniel, lalu menarik pipiku pelan, otomatis membuatku mengaduh, "Gue juga seneng banget."

Lalu sedetik kemudian, dia meraihku kedalam pelukannya. Sepersekian detik, aku terkesiap, tapi langsung membalas pelukan Daniel.

Astaga.. Aku kangen banget. Aku kangen banget dipeluk begini oleh Daniel. Aku suka sekali wangi tubuh Daniel yang maskulin. Dadanya yang bidang dan kokoh. Pelukannya yang terasa begitu menenangkan. Sudah sangat lama sejak aku bisa merasakan kedekatan ini dengan dirinya.

Aku membenamkan wajahku pada bahunya.

Lalu memejamkan mata. Menikmati bagaimana pelukan Daniel terasa begitu menenangkan. Aku tau Daniel juga merasakan hal yang sama denganku. Sejak dulu, satu hal yang kutahu pasti, aku dan Daniel seperti memiliki sebuah telepati atau apalah, kadang ketika kami tidak banyak bicara saat berdua, aku menyadari bahwa kami sama-sama sedang menikmati suasana dan menghargai satu sama lain. Makanya, ketika bersamanya, aku tidak perlu banyak ini itu, dia selalu mengetahui apa yang membuatku nyaman dan senang. Apa yang membuatku kesal dan marah. Ingat kan bagaimana saat dia menyatakan perasaannya padaku? Itulah kenapa aku tidak perlu menjawabnya, karna aku lagi-lagi yakin, Daniel sudah mengetahui jawabannya. Aku tidak mau menambahnya semakin sakit dengan kata-kataku.

Mungkin ini yang orang sebut sebagai chemistry. Seperti ada tombol klik yang menyatukan kami. Dulu, aku sempat bimbang dan berfikir aku menyukai Daniel, namun, setelah aku bersama dengan Ken, aku sadar bahwa, mungkin perasaanku pada Daniel hanyalah perasaan kepada seseorang yang sudah terlalu membuatku nyaman.

"Gue.. kangen." Gumam Daniel samar.

Hanya dengan suara kecil, tapi entah kenapa membuat degupan di hatiku.

Aku mengangguk pelan, "Gue juga." Balasku.

Dan dia mencium puncak kepalaku sekilas. Hanya sekilas, tapi aku bisa merasakannya. Dia melakukannya dengan sepenuh hati.

Ah, tidak. Jangan sampai aku salah sangka lagi dengan degupan hati ini.

"Clau.. Kalau.." Ucap Daniel lagi.

"Kalau?" Tanyaku. Tapi, aku tidak bisa menutupi kegugupanku. Sama seperti Daniel. Jari-jariku yang memeluk Daniel, mulai berkeringat. Begitupula pelukan Daniel yang semakin erat.

Namun, Daniel tidak lagi melanjutkan kata-katanya. Duh, kenapa aku jadi grogi begini?

"Niel?" Panggilku memberanikan diri, "Kalau apa?"

Daniel perlahan menguraikan pelukan kami, dan menatapku. Hanya dari tatapannya, aku tau, dia sama gugupnya denganku. Mungkin, ini karna sudah lama kami tidak berduaan seperti ini. Mungkin juga karna tatapan Daniel memang selalu mampu membuatku merasa begitu transparan. Atau bisa jadi mungkin karna suasana malam ini..

Aku jadi merasa terhipnotis dengan sepasang bola matanya.

Atau mungkin bukan hanya aku, tapi juga Daniel.

Karna saat wajahnya itu semakin dekat dengan wajahku, aku tidak menolaknya sama sekali. Saat aku bisa melihat tatapannya yang semakin intens serta merasakan hangat nafasnya, aku tidak bisa menyangkal, aku tidak bisa membenci hal ini. Bodoh. Aku sudah cukup banyak menyangkal. Hal ini bukan karna dia sekedar sahabatku.

Tapi karna ini adalah Daniel.

Makanya, saat hidung kami saling bertemu dan bibir atasnya tinggal sepersekian inci untuk menyentuh bibirku, hati serta tubuhku memberikan jawaban.

Aku dan Daniel masih bertatapan.

Ini pertama kalinya aku melihat Daniel menggigit bibir bawahnya, "Clau, can I?" Tanyanya.

Entah bagaimana, aku mengangguk sepelan mungkin.

Aku tidak akan mungkin bisa melupakan bagaimana rasanya saat bibir Daniel berada diatas bibirku. Sengatan yang seketika membuat jantungku berdegup luar biasa cepat.

Saat itu juga, baik aku dan Daniel, memejamkan mata kami, bersamaan dengan lumatan dari ciuman Daniel yang terasa begitu lembut. Aku membalas ciumannya, dan kedua tangan Daniel langsung menyanggah wajahku. Lumatan tiap lumatannya terasa begitu lembut pada bibirku. Merasakan hangat bibir Daniel membuatku jadi seperti makin kehilangan kekuatan. Kedua tanganku reflek meremas bahunya.

Kepalaku sontak tersentak kebelakang, kaget karna Daniel memasukan lidahnya kedalam mulutku. Tubuh Daniel menekanku pada samping kaca mobilnya, membuatku bersandar disana. Mengakses ciuman kami semakin dalam. Kedua tangan Daniel mengurungku kanan-kiri pada kaca.

Aku merasa begitu sayang saat Daniel melepaskan ciuman kami. Tapi aku membuka mataku dan mata kami kembali bertemu. Wajahnya masih begitu dekat denganku. Ciumannya masih sangat terasa pada bibirku.

Aku ini gila atau apa? Kenapa rasanya aku masih ingin menciumnya?

"Gue.. masih boleh cium lo?" Tanya Daniel dan untuk pertama kalinya, kusadari wajahnya juga bisa merona.

Aku lagi-lagi hanya bisa mengangguk dengan wajah tersipu-sipu. Duh! Rasanya salting banget!

Tapi bukannya menciumku lagi, dia malah menarikku lagi kedalam pelukannya.

* * *

Daniel's POV

Gila! Rasanya kalau melihatnya begini, aku jadi tidak tahan banget. Rasanya seluruh pertahanan diriku untuk sekedar menjaganya dari garis yang sudah kubuat sejak dulu, bisa luntur dan hilang tanpa bekas. Apalagi, menciumnya seperti tadi, membuatku jadi hampir kehilangan pengendalian diri. Aku kan masih cowo normal pada umumnya, aku masih memiliki hasrat dan hawa nafsu, tapi selama ini aku tidak pernah mau meluapkannya pada Claudy. Karna.. dia terlalu berarti untukku.

Duh, tapi tadi akhirnya aku menciumnya.  Argh! Aku tolol banget. Mana aku masih ingin banget melanjutkan ciuman kami dan nekat meminta untuk melanjutkannya segala. Dan disetujui pula.

Sadarlah Daniel!

Jadi, untuk menekan juniorku yang sudah membuat celanaku makin sempit saja, aku ganti memeluknya erat-erat.

"Niel.." Panggil Claudy sembari membalas pelukanku kembali, "Tadi.. lo mau bilang apa?"

Jantungku seketika berderab kencang.

"Itu.. Ehm, sebenernya," Kenapa aku jadi tergagap begini. Sialnya aku makin gugup. Kenapa sih tadi tiba-tiba aku ingin mengatakan perasaanku lagi padanya? Aku agak tolol atau bagaimana sampai sepertinya hobi sekali ditolak olehnya.

Masa aku mau menyatakan perasaanku lagi?

Mana juniorku juga masih bangun.

Kacau sekali.

Sekarang bagaimana?

SEX APPEALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang