Shit, I love you

113K 1.9K 38
                                    

Daniel's POV

Karna ulahku yang agak-agak barbar, sekarang Elin yang harus menanggung akibatnya. Berulang kali aku memaki diriku setelah menyadari betapa tololnya aku. Habis, aku mual sekali melihat bagaimana lelaki tua yang kutangkap tadi sepertinya ayahnya Elin itu, memaki Elin sedemikian rupa dan meremas dadanya segala. Gila! Di dunia ini, baru ayahnya Elin yang kulihat di depan batang hidungku, yang bisa melakukan hal sehina itu pada putrinya sendiri. Aku curiga itu bukan ayah kandungnya, tapi biarlah itu rahasia yang dimiliki Elin. Aku tidak berani bertanya lebih lanjut.

Berhubung tangis Elin sudah reda, dia meyakinkanku bahwa dia sudah merasa lebih baik dan melepaskan dirinya dariku, namun aku tau dia masih merasa buruk banget. Dan itu semua karnaku. Dasar Daniel bodoh, kalau tadi aku tidak main asal tonjok begitu, sudah pasti keadaannya tidak akan serunyam sekarang.

"Lin, malem ini lo mau.. gue anter pulang ke rumah lo? Atau.."

"Kalo bisa, tolong anter gue ke rumah nyokap gue aja, Niel.."

"Oke kalau gitu.." Aku mengangguk, "Sekali lagi, sori banget ya, Lin.."

Elin menggeleng dan tersenyum lemah.

Aku jd merasa bersalah sekali padanya kalau begini.

"Niel.. Soal tadi, gue bener-bener minta maaf ke lo dan gue mohon tolong rahasiain apapun yang mungkin udah lo perkirakan dari apa yang udah lo lihat tadi." Ucap Elin seraya menarik napas.

"Pasti. Lo tenang aja, Lin. Dan, gue yang harusnya minta maaf sama lo. Karna gue lo jadi.."

"It's okay, sebenernya gue bisa tinggal di rumah nyokap gue.. Tapi, ada satu dan lain hal yang bikin gue harus tinggal sama bokap," Elin menggeleng lagi, "Nyokap gue agak kesulitan ekonomi, gue takut makin nyusahin dia kalau gue tinggal sama dia.. Jadi.."

Aku segera menepuk-nepuk kepala Elin, "Gue paham, Lin. Lo nggak perlu jelasin, lo juga nggak perlu takut gue mikir yang engga-engga tentang lo. Gue yakin semua ini membuktikan seberapa kuatnya lo." Senyumku padanya.

Elin kembali berkaca-kaca. Tapi dia terlihat lebih lega dari sebelumnya.

Elin menunjukan arah rumah ibunya lalu ketika kami sudah sampai di depan rumahnya, Elin langsung pamit dan segera masuk ke rumah tersebut. Aku juga langsung melajukan mobilku ketika memastikan Elin akhirnya masuk kerumah.

Di sepanjang jalan pulang, aku menyadari sesuatu yang biasanya tidak pernah kupikirkan. Ternyata itulah alasan kenapa Elin begitu urakan dan sering terlibat berbagai masalah di sekolah. Dia menutupi seluruh masalah yang dialaminya serta segala perasaan yang dirasakannya dengan berbagai keonaran yang dibuatnya. Dari situ aku sadar betapa kuatnya cewek itu.

Bukan berarti aku menyukainya. Aku tidak mau lagi membuat Claudy khawatir akan kedekatanku dengan cewek lain. Belum lagi aku menyadari betapa ketatnya persainganku dan Ken. Namun, diluar itu semua, aku merasa aku butuh membantu Elin. Aku masih merasa bersalah akan tindakanku yang membuat Elin kesulitan. Aku menarik napas, semoga saja Claudy tidak salah sangka lagi denganku.

Seperjalanan pulang, otak dan pikiranku terus berputar. Memikirkan bagaimana caranya agar setidaknya aku bisa membantu meringankan beban Elin dan menebus rasa bersalahku padanya.

Aku memarkir mobilku di garasi rumahku sesampaiku dirumah. Mengecek ponsel dan jam sudah menunjukan pukul setengah sepuluh malam. Claudy sedang apa ya? Saat kulongok dari sini, lantai dua kamarnya masih nyala lampu. Aku menimbang-nimbang sebelum aku mau mampir kerumahnya atau tidak, tapi aku memilih pulang dulu kerumahku.

"Daniel? Udah pulang ya, nggak kerumah Claudy? Dia lagi sendirian tuh dirumah, Tante Reina lagi pergi sama Om Brian." Seru Mamaku dari ruang tengah.

SEX APPEALWhere stories live. Discover now