Sagara - 8

102 6 0
                                    

Happy Reading!

***

"Dari mana saja kamu, Sagara? Jam satu baru pulang." Tanya seorang laki-laki yang duduk di sofa.

Sagara berhenti melangkah. "Main."

"Main apa sampe kamu lupa pulang?"

"Papa sendiri, kerja apa sampe lupa pulang buat nengokin anaknya?" sarkas Sagara.

Andriano bangkit dari tempat duduknya. "Maksud kamu apa? Papa kerja nyari uang buat kamu. Bukan buat main-main."

"Apa Sagara pernah minta uang banyak dari Papa?"

Pria berusia 40 tahun itu kembali duduk. Ia memijat pelipisnya. Pening kembali terasa di kepalanya.

"Papa hanya berusaha memenuhi kebutuhan kamu, Sagara."

Sagara memandang Andriano sinis. "Papa terlalu sibuk mikirin uang, uang dan uang, padahal seharusnya Papa juga mikirin kalo Sagara lebih butuh perhatian dan kasih sayang dari Papa ketimbang uang. Cuma itu kebutuhan Sagara yang nggak pernah bisa Papa penuhi."

"Kamu berbicara seperti ini, seakan-akan hanya Papa yang salah. Lalu, Mama kamu apa?"

"Papa sama Mama sama aja! Kalian nggak pernah bisa ngerti apa yang Sagara dan Anggi mau." Sagara meninggikan suara.

Andriano mematung mendengar nama Anggi disebut. Ada sesuatu yang tiba-tiba menghunjam dadanya. Sesuatu yang begitu menyesakkan dan menyakitkan.

Sagara meninggalkan Papanya sendirian. Ia tidak tahu mengapa rasa benci itu tertanam begitu kuat dalam hatinya untuk Andriano. Sagara ingin sekali memadamkan perasaan itu. Namun setiap kali berhadapan dengan Andriano, memori lama yang telah ia kubur dalam-dalam mencuat begitu saja.

Ia menutup matanya. Berusaha mengalihkan bayangan-bayangan yang menyimpan kepahitan segala kepahitan.

***

"Hoam."

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 09.00 dan Bintang baru saja membuka kembali matanya. Ia masih sangat mengantuk dan ingin kembali tidur, tetapi niat itu ia urungkan ketika mengingat ia ada janji dengan sahabat-sahabatnya.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk aja, pintunya nggak dikunci." Bintang bangkit dari posisi terlentangnya.

"Perawan jam segini baru bangun ya? Ck! Ck! Ck!"

Seketika bola mata Bintang melebar mendengar suara itu. "Bang Angkasa, kok di sini?"

Cowok dengan lesung pipi di pipi kanan dan kirinya itu berkacak pinggang. "Lo nggak suka gue di sini?"

"Eh, ya nggak gitu Bang. Gue kaget aja lo tiba-tiba nongol di sini. Kan kemaren-kemaren waktu gue nyuruh lo ke sini, lo bilang nggak bisa karena sibuk ngurus kuliah di Bandung."

Angkasa, kakak sepupu Bintang duduk di pinggir ranjang tidur milik Bintang. "Gue galau, Bin" gumamnya.

"APA??"

"Biasa aja dong! Nggak usah histeris gitu."

"Gimana gue nggak histeris, seorang Angkasa Pradipta ketua geng Griffin mengaku dirinya sedang galau?" Ujarnya. "Nggak cocok Bang sama muka ganteng lo."

"Emang nggak cocok. Tapi dia berhasil bikin gue patah hati sampe segininya."

Bintang memutar bola matanya. "Udah nggak usah galau-galau lagi, Bang. Cewek banyak, hilang ya cari lagi. Lagian siapa sih yang bikin lo galau begini?"

"Gita."

"Kak Gita kenapa emang?"

"Selingkuh sama sahabat gue sendiri."

SAGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang