Prolog

981 71 7
                                    

Seorang bocah lelaki berumur empat tahun duduk di kursi yang terdapat pada lorong rumah sakit dengan gemetar, matanya terus mengeluarkan cairan bening. Dia menangis karena ketakutan melihat ibunya kesakitan dan harus dibawa masuk ke salah satu ruangan di rumah sakit tersebut.

Bocah itu terus menangis tanpa suara, ia sendiri tak ada yang menemani. Terdengar suara derap langkah seseorang, bocah itu kini menatap seorang pria yang datang mendekat ke arahnya.
Bocah tersebut mengenali seseorang itu, ia menghamburkan tubuhnya memeluk pria yang baru saja datang. "Papah...Ibu,"kata bocah itu dalam pelukan.

Pria dewasa tadi berusaha tersenyum untuk menenangkan anak lelakinya. "Ibu enggak apa-apa, sebentar lagi adik bakalan lahir."ucap Pria berberewok itu pada anak sulungnya.

"Honey," panggil wanita dengan dress hijau selutut yang baru saja datang.

Pria yang tadi tengah memeluk anaknya kini berdiri menatap wanita itu, "Stop calling me that!"

Bocah tadi hanya menatap kedua manusia dewasa itu dengan tatapan bingung. Seorang wanita dengan jas putih keluar dari sebuah ruang persalinan. "Keluarga pasien?"tanya dokter tersebut.

Pria dewasa itu menghampiri dokter, "Iya saya suaminya."

"Oh baiklah, persalinan telah selesai, Ibu dan bayinya sehat. Mari bapak silahkan masuk."

Pria dewasa tadi sekarang menatap anak lelakinya lagi. "Tunggu di sini sama tantenya. Papah lihat Ibu dan adikmu dulu."ujarnya kemudian mengecup pucuk kepala sang anak.
"Jagoan Papah enggak boleh nangis hapus air matanya."kata pria itu membuat anaknya segera menghapus air matanya.

Bocah itu menatap wanita yang kini duduk di sampingnya dengan tatapan tajam, membuat wanita asing itu kesal. "Why?" tanya wanita blasteran itu judes.

"Tante ini siapanya Papah?"tanya bocah kecil.

Wanita itu tersenyum, dia mengelus pipi gembul bocah lelaki dan berbisik "Calon Mama mu." dengan suara khas bule.

Bocah lelaki itu mengerutkan keningnya. "Bow cuman punya Ibu! Bow enggak mau Mama!"kata bocah itu sambil berlari masuk ke ruangan yang Papahnya tadi masuki.

Wanita dengan rambut sedikit pirang itu hanya tertawa miring.

Bocah lelaki itu berlari masuk ke ruangan Ibunya. Walau dia masih kecil sedikitnya ia paham dengan maksud wanita itu, ia tak mau hal itu terjadi.

"Ibu..."teriaknya sambil mendekat ke ranjang sang Ibu.

Papahnya yang tengah mengendong bayi memberi tatapan tajam pada bocah lelaki tersebut. "Bow ini rumah sakit, kok teriak-teriak sih? Tuh nanti susternya marah."kata pria dewasa itu sambil menunjuk ke arah suster yang tengah mengecek infusan.

Bocah itu menghiraukan perkataan Papahnya. Ia menaiki bangku di samping ranjang agar bisa dekat dengan Ibunya.

"Bow jatuh dong kalau naik-naik gitu."

Bocah itu cemberut, air matanya ingin tumpah ketika menatap sang Ibu yang tengah terduduk lemas di ranjang rumah sakit.

"Sus tolong fotoin dong."ucap Pria dewasa itu sambil memberi sebuah kamera kepada seorang suster yang masih di ruangan tersebut.

Pria tersebut mendekat ke arah ranjang sambil menggendong bayi. Bocah tadi masih berdiri sambil cemberut di atas kursi sambil menggenggam tangan sang Ibu yang duduk di ranjang rumah sakit. Satu foto keluarga sempurna terabadikan lewat sebuah kamera.

Setelah itu susterpun keluar dari ruangan itu meninggalkan keluarga yang nampak berbahagia ini.

"Bow lihat, adiknya cantik. Namanya Abia Hariyani, nama belakangnya mirip sama Nama belakang kamu, ada nama Papahnya juga. Abia mirip kaya panggilan dia ke Kamu, ABow. Nanti panggilannya Bia biar mirip sama panggilan Kamu juga, Bow."ucap sang Papah sambil memperlihatkan bayi kepada bocah lelaki itu. "Bow harus jagain adiknya ya, harus sayang juga sama adiknya."lanjut Pria beberewok tipis itu.

Setelah menatap wajah sang adik bocah kecil itu duduk di tepi ranjang Ibunya dan memeluk wanita pertama yang ia cintai. "Bow cuman mau Ibu enggak mau Mamah."

Wanita yang masih merasa lemas pasca melahirkan mengelus kepala sang anak. "Iyakan cuman Ibu,"

Pria dewasa itu kembali menyimpan bayi perempuan mungil yang tadi ia gendong kedalam ranjang bayi. "Kamu kenapa ngomong gitu, Bow?"tanya sang Papah.

Pintu ruangan itu terbuka memperlihatkan wanita asing tadi yang  datang bersama pria dewasa itu masuk, "Selamat ya Mba."ucap Wanita yang sedikitnya bisa bahasa Indonesia meski intonasinya tetap terdengar seperti orang asing, karena memang dia orang asing.

Wanita yang tengah memeluk anak lelakinya hanya tersenyum, kini ia mengalihkan pandangan kepada pria dewasa yang tak lain adalah suaminya.
"Tante itu yang bilang, dia mau jadi mamah. Bow enggak mau! Suluh dia pelgi, Bu!"

Ibu dari bocah itu seakan tak percaya, ia menatap suaminya seolah bertanya tentang kebenaran, namun suaminya tak menjawab malah menarik keluar wanita asing dengan bola mata berwarna biru itu dari ruangan rawatnya.

Bocah lelaki yang tadi menangis di dalam pelukan Ibunya kini menghapus air matanya. Ia turun dari ranjang Ibunya dengan menaiki kursi di samping ranjang terlebih dahulu. Bocah lelaki itu mengikuti sang Papah yang tadi keluar. Kini Bocah lelaki itu melihat Papahnya sedang saling tatap dengan wanita asing yang katanya akan menjadi Mamahnya.

"Papah enggak usah pulang! Papah pelgi aja lagi sama tante itu! Bow enggak mau lihat Papah lagi! Papah enggak usah ketemu sama Ibu dan Adik lagi!"

Pria dewasa itu tersentak mendengar penuturan anak sulungnya. "Anak Papah ngomong apa sih?"tanya pria itu sambil berjongkok mendekat ke arah anaknya.

"Bow enggak mau Ibu sedih! Dan Papah bikin Ibu sedih tau! Bow benci sama Papah!"

Pria itu mencoba memeluk anaknya, namun sang anak menolak dengan menjauhkan tubuhnya. "Sekalang Ibu sama adik punya Bow! Papah enggak usah dateng dan hanculin bahagia kita tanpa Papah!"

Pria dewasa itu diam membeku, perlahan dia berdiri. Dia tak percaya anak kebanggannya berbicara tak ingin melihatnya lagi. Itu akan sulit baginya namun sang anak kini nampak sangat terlihat kecewa terhadap dirinya. Dia yang salah, namun dia tak mau jika berakhir seperti ini.

Tak ada kata lain selain pergi untuk pria itu, ia tak mau membuat keributan di sini, karena tempat itu adalah rumah sakit yang harusnya tenang. Dan mungkin nanti akan ada waktu untuknya menjelaskan hingga anak sulungnya itu mengerti di kemudian hari.

➖➖➖
Ada luka yang A Bow rasa sejak kecil, membuat ia melakukan apa yang seharusnya enggak dia lakukan di masa dewasanya. Gitu gais!
➖➖➖
Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk mampir dan membaca.

Terus ikuti kelanjutan ceritanya yang akan update setiap hari Sabtu dan Minggu.

Jangan lupa Vote, Komen, Share✈️

Kritik dan saran sangat berarti.
INSTAGRAM : NBLAABIL13

Menjaga Jantung HatiWhere stories live. Discover now