4. Mimpi

299 35 1
                                    

Lagi-lagi siang ini saya berada di mess. Setelah selesai latihan saya biasa bersih-bersih badan di Mess dan sejenak mengistirahatkan tubuh, karena jarak ke rumah lebih jauh. Lagi pula siang hari tak ada siapapun di rumah, Bia masih sekolah. Jadi tak asik juga jika berdiam diri di rumah. Biasanya saya akan pulang dari mess menjelang Bia pulang sekolah, agar nantinya saya tak begitu lama mengalami kesepian di rumah.

Baru saja saya ingin terlelap, salah satu official tim malah membuka pintu kamar saya dengan tiba-tiba membuat bunyi yang sangat keras dan mengejutkan. Saya dan Zola, teman sekamar saya langsung terduduk akibat terkejut.

"Si Febri didieu, itu di cari tuh ku wa haji. (Si Febri di sini, itu di cari sama wa haji)"katanya membuat saya menatapnya memicingkan mata karena merasa tak percaya.

"Bener ieu mah teu bohong, Feb."lanjutnya meyakinkan saya.

Saya menghembuskan nafas kasar, saya mencoba bangkit. Kini giliran Zola yang bersuara. "Ai abdi Kang?"tanyanya.

"Si Febri hungkul,"

Zola kembali menjatuhkan tubuhnya di atas kasur.

Sayapun keluar dari kamar. Saya membalikan badan sebelum melanjutkan langkah, "Dimana Kang?"

"Saha? (siapa?)"bukannya menjawa pria paruh baya berawakan gendut itu malah balik bertanya.

"Nu nanya,"timpal Zola sedikit berteriak membuat saya ingin melempar sesuatu ke mukanya.

"Wa haji."kata saya mempertegas maksud pertanyaan saya sebelumya.

"Oh, di handap. (di bawah)"

Saya mengerti jawabannya, kini memang saya berada di lantai dua mess dan saya tau maksud di bawah itu berarti di ruangan manajemen, tempat kami para pemain berkumpul jika akan berangkat bertanding.

Saya melangkah, mess memang tak terlalu ramai jika latihan telah usai, karena beberapa pemain yang sudah berkeluarga memilih tinggal di rumah kontrakan atau apartemen dari pada mess, sedangkan kebanyakan pemain muda yang ada di Tim ini asli Bandung jadi dia pulang ke rumah masing-masing seperti saya, sedangkan para pemain asing memiliki fasilitas kamar hotel selama di kontrak di Tim yang saya bela ini.

Kini saya sudah sampai di depan ruangan manajeman, sebelum masuk saya mengetuk pintu kayu dengan kaca sedang di tengahnya membuat saya dengan mudah mengetahu kondisi di dalam.

"Masuk,"terdengar suara itu dari dalam.

Sayapun membuka perlahan pintu ruangan tersebut dan terlihat ruangan yang cukup besar dengan sofa berukuran besar, belum lagi di belakangnya ada beberapa kursi untuk ruang meeting yang biasanya di gunakan Tim.

"Pak,"saya menyalami pria paruh baya dengan kumis itu.

Wa haji adalah panggilan beberapa official tim kepadanya, manajer tim yang saya bela. Saya lebih enak memanggilnya Pak haji karena alasan sopan santun.

"Duduk Feb,"titahnya menyuruh saya duduk di sofa yang berhadapan dengannya.

Sayapun mengikuti perintahnya dan duduk dengan jantung yang berdebar, ini pertama kalinya saya di panggil sendiri. Saya tak tau apakah saya bertingkah salah atau apa yang dia ungkapkan kepada saya.

"Jadi gini, saya dapat surat-"katanya menggantung membuat jantung saya serasa sedang disko. Surat apa lagi yang saya dapatkan, masa iya di tengah kompetisi saya di putus kontraknya. Saya segera menghalau pikiran buruk itu.

"Ini PSSI panggil kamu buat ikut Training Camp bareng Timnas di Jakarta."lanjutnya yang kini bisa membuat lega.

Saya masih tak percaya diri ini bisa terpanggil sebagai punggawa Tim nasional yang akan berlaga untuk negara. Pak haji memberikan kepada saya surat yang tadi ia pengang.

Menjaga Jantung HatiWhere stories live. Discover now