6. Yang mehilang datang

255 24 0
                                    

Sore ini saya digempur latihan bersama Tim, Saya akui latihan bersama tim nasional lebih melelahkan dari pada bersama klub. Rasa lelahpun sering hinggap namun semangat tetap harus membara karena garuda ada di dada.

"CROSSING, FEB."teriak Septian David yang sudah berdiri di depan gawang.

Di Tim nasional, kami pemain dari berbeda Tim yang biasanya menjadi lawan harus menjadi kawan di atas lapangan, tak jarang salah komunikasi menghambat kami, mungkin karena waktu kebersamaan kami belum terlalu lama dan kekompakan kami belum begitu terjalin, namun kami selalu berusaha akan hal itu.

Kini latihan telah selesai, semua pemain sedang beristirahat di sekitar lapangan sebelum nantinya harus kembali ke hotel. Saya kini duduk di sisi lapangan di samping asisten pelatih.
"Feb, kedepannya harus lebih agresif. Enggak usah takut kalau mau nendang ke gawang. Kamu memang winger yang tugasnya kasih umpan ke striker, tapi kalau kamu punya peluang cetak gol ya lakuin."kata asisten pelatih itu.

Saya mengangguk, "Siap coach,"

"Sayang soalnya kalau kamu punya peluang tapi kamunya masih ragu, walau tugas mencetak gol itu adanya di striker tapi setiap pemain itu harus punya insting cetak gol."

"Saya juga, Coach?"tanya pria berawakan jangkung dengan sarung tangan yang menutup kedua tangannya.

"Ya kamu enggak lah, kalau kamu punya insting cetak gol bahaya kalau cetak golnya ke gawang yang kamu jaga sendiri."

Pria yang berposisi sebagai kiper itu tertawa dan kembali meninggalkan kami.

-

Setelah selesai latihan, dan malam sudah kembali menyapa. Saya hanya berdiam diri di kamar, sambil memandang jendela yang menampilkan pemandangan kota Jakarta yang masih sibuk. Kini saya di temani dengan alunan ayat suci al quran yang Hanif nyalakan dari speakernya sebelum ia keluar dari kamar ini. Hanif memang lebih sering keluar kamar untuk sekedar bermain PS di kamar pemain lain atau senang berbincang dengan pemain lain.
Sedangkan saya berbeda dengan Hanif, saya lebih senang menyendiri, rasanya tenang jika sedang sendiri seperti saat ini.

Pikiran saya terus tertuju pada adik saya, kini saya tak bisa menghubunginya karena ponsel saya masih di kumpulkan di official tim, selama training camp kami hanya bisa menggunakan ponsel kami tiga kali dalam satu minggu dengan batas waktu tertentu. Itu menyulitkan kami dalam berkomunikasi dengan keluarga, namun membantu kami untuk tak begitu mendengar hujatan yang bisa menjatuhkan di luar sana ataupun pujian yang hanya bisa membuat kami terlena.

Pintu kamar terbuka membuat saya langsung menatap ke arah yang datang.

"Sjah, bikin kaget aja."ujar saya ketika tau yang datang adalah Hanif.

Hanif hanya berdiri di ambang pintu, "Feb, ada yang mau ketemu lo."

"Siapa? Fans?"tanya saya, karena selama di Jakarta memang banyak fans saya yang tak jarang menghampiri saya di hotel.

"Bukan, kata Official tim katanya sih Pak Hariri. Tau deh enggak kenal gue."

Saya mengerutkan dahi saya, "Mau apa? Kenapa ketemu saya?"

"Ya gue enggak tau, tadi kata official tim dia nyari lo."

"Tapi saya enggak kenal dia Sjah, enggak punya janji juga."

"Temuin aja, siapa tau ada yang penting."

Saya berdiri mendekat ke arah Hanif, "Kamu udah ketemu orangnya?"

Hanif menggeleng, "Kan gue bilang kata official Tim. Udah sih lo mah di banyakin bacot mulu apapun, tinggal temuin aja. Gue mau main PS lagi di kamar Bagas."kata Hanif sambil melangkah pergi.

Menjaga Jantung HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang