14. Bia birthday

191 23 0
                                    

Hari ke hari berlalu sangat cepat, beberapa hari lalu Bia sudah melakasanakan ujian akhirnya sebelum lulus dari bangku sekolah menengah atas. Kini yang saya bingungkan adalah ke mana selanjutnya Bia menjalani hidup. Dia memang sempat meminta izin kepada saya untuk mengambil bea siswa ke luar negeri, namun itu akan sulit untuk saya membiarkannya pergi jauh dari saya. Bukan saya tak percaya dia bisa mandiri namun saya yang tak percaya diri bisa hidup baik-baik saja tanpa dia di sini.

Kini Bia semakin dewasa, ia semakin punya pemikirannya sendiri yang terkadang bertolak belakang dengan keinginan saya. Namun itu bukan masalah besar selama yang ia inginkan bukan masuk ke lingkungan sepak bola. Hari ini juga dia ulang tahun, berkurangnya umur dia di bumi dan saya harap walau begitu dia akan selalu menemani saya di sini.

Di hari ulang tahunnya saja saya masih belum bisa memberi waktu full saya untuknya. Saya masih harus menghadiri beberapa acara di hari ini, saya tau ia kecewa namun kini Bia sudah sangat pintar menyembunyikan rasa kecewanya. Di hari ulang tahun yang ke tujuh belas ini Bia tak minta saya untuk menggelar pesta, ia hanya meminta waktu saya meski sebentar katanya.

Selama saya pergi menghadiri beberapa acara, saya menyuruh sahabat-sahabat Bia untuk menemaninya di rumah agar ia tak merasa kesepian. Membiarkan Rendy kembali ke kehidupan Bia memang pilihan yang sulit namun melihat bahagia Bia bersama dengan Rendy sebagai teman sedikit membuat saya tenang setidaknya kini mereka sudah mengerti bahwa dalam persahabatan tak perlu ada cinta.

"Bia mau kado ulang tahun tiket nonton pertandingan A Bow di Stadion." itu pintanya.

Sebenarnya sulit mewujudkan itu terlebih karena saya takut kondisi stadion tak kondusif, namun saya tak bisa mengelak saya terlanjur sudah berjanji kepadanya. Dan seorang pria yang dipegang adalah janjinya, saya hanya tak mau adik saya menganggap semua pria sama, yang selalu mengingkari janjinya. Saya hanya ingin adik saya tau saya tidak seperti banyak pria di luar sana walau mungkin sudah menjadi seperti itu.

Setelah selesai dengan acara yang harus saya hadiri, saya langsung melanjutkan perjalanan ke graha tim yang saya bela. Saya ke sana hanya untuk mengambil tiket VVIP untuk pertandingan besok yang akan menjadi kado ulang tahun Bia. Setidaknya jika ia menonton di tribun VVIP keamanannya akan terjaga dan dia tak akan merasakan berdesak-desakan.

Kini saya kembali mengendarai motor untuk pulang, hari sudah siang menjelang sore. Sudah terlalu lama saya menghabiskan waktu dengan dunia saya, kini saatnya saya menghabiskan waktu sepenuhnya hanya untuk adik saya, membuat ia tersenyum dan bahagia.

Sesampainya di rumah saya memarkirkan motor si teras rumah, rumah nampak sepi mungkin dua bocah tengil itu sudah pulang. Saya membuka pintu perlahan sambil mencoba membuka sepatu yang saya kenakan.

"A Bow ayo jalan-jalan."ajak Bia bersemangat.
Saya hanya tersenyum, dia begitu bersemangat melihat saya pulang. Bahkan sebelum saya masuk ke rumah saja dia sudah kembali mengajak saya pergi.

"Ayo, sana siap-siap. Aa ganti baju dulu."

"Yesss! Mau ke mana kita?"tanyanya.

"Ke mana aja boleh."jawab saya asal, kemudian meninggalkannya masuk ke kamar.

Saya menyimpan tas ransel yang tadi saya bawa. Kado ulang tahun Bia juga ada di sana. Mungkin nanti akan saya berikan setelah kami pulang dari menghabiskan waktu berdua di luar. Saya membuka lemari, mencari jaket hoddie yang bisa saya kenakan.

Saat ingin mengambil jaket, saya melihat sebuah kotak. Kotak yang dulunya Ibu titipkan kepada saya. Saya membawa kotak itu dan jaket ke tepi ranjang. Saya membuka perlahan kotak kayu yang sudah berdebu.

Kotak itu terbuka dan saya melihat ada sebuah foto kenangan di dalamnya, foto keluarga bahagia dengan formasi lengkap Papah yang menggendong Bia yang baru saja dilahirkan, saya yang berdiri di samping ranjang rawat Ibu dengan menaiki sebuah bangku, juga Ibu yang tersenyum dan masih terbaring di ranjangnya.

Menjaga Jantung HatiWhere stories live. Discover now