4 - How to Make Friends?

Magsimula sa umpisa
                                    

"Thanks."

"You're welcome."

Evelyn berdecih, kemudian memutari kitchen island-nya, menuju ke coffee maker yang selama ini hanya pernah disentuh oleh Mbak Titi. Evelyn membuka kabinet di bawahnya, menemukan stoples kopi yang masih separuh, gula, krimer, dan cokelat bubuk.

Evelun memandangi coffee maker di depannya. Semenjak Mbak Titi membeli coffee maker ini tiga bulan yang lalu untuk menggantikan coffee maker yang rusak, Evelyn benar-benar belum pernah menyentuhnya.

"Wira."

"Hm?"

"Ngg ... kamu tau gimana cara bikin kopi pake ini?" Melihat Wira melongo mendengar ucapannya, Evelyn cepat-cepat menambahkan. "Ini baru, saya nggak ngerti cara makenya."

Mau tak mau Wira berjalan mendekat, berdecak kesal ketika ia tahu cara menggunakan coffee maker itu.

"Kamu masih punya utang ke saya, ini nggak bisa dianggap bayaran karena saya bikin sendiri," gerutu Wira sambil mengisi bubuk kopi dan mengambil gelas.

Evelyn hanya mencebikkan bibirnya sambil memperhatikan Wira melakukan semuanya sendiri. Ia bergantian melihat ekspresi wajah Wira dan gerakan otot tangannya yang terlihat lebih luwes dari pada dirinya. Evelyn pun lebih memilih untuk mengambil susu low fat dari kulkas untuk dirinya sendiri.

"Kamu tiap hari kerja sampe pagi gini?" tanya Wira di sela suara dengungan coffee maker.

"Seringnya gitu. Tergantung jadwal syuting. Tapi, sekarang saya lagi ngurangin jadwal syuting. Capek."

Wira mengangguk-angguk. Setelah mendapatkan kopinya, ia memilih untuk berjalan ke sofa panjang di ruang tengah. Ia menaikkan alis ketika melihat meja di depan sofa terlihat begitu berantakan oleh pensil warna dan kertas. Beberapa di antaranya entah berkas apa. Satu bendel buku juga tergeletak di sofa, sepertinya naskah sinetron Evelyn.

"Kamu suka gambar?" Wira memperhatikan kertas-kertas yang berserakan itu. Tidak asing karena ia sendiri dulu sering melakukannya saat menggambar desain rumah. Ia mengacungkan salah satu gambar kalung yang masih belum selesai di warnai. "This is beautiful."

"Saya dulu jewelry designer."

Wira menaikkan satu alisnya. "Surprising."

"Ngeledek?"

Wira terkekeh, kemudian mengangguk. "Dikit."

"Saya punya rencana buat buka jewelry shop, sekalian sama tempat untuk produksinya," jelas Evelyn.

"Udah dapet tempatnya?"

Evelyn mengangguk. "Saya baru nyewa bekas kantor buat tempat produksi. Tokonya masih proses, rencananya akan buka di mall."

"Siapa designer interiornya? Udah ada?" tanya Wira. "Bukannya mau promosi, tapi kamu bisa nyari designer interior di kantor Papa. Beberapa kenalan saya, dan saya bisa jamin kerjanya bagus."

"Hmmm ...." Evelyn mengerutkan dahinya, menimbang-nimbang tawaran Wira. "Bisa janjiin waktu ketemu buat saya?"

Wira mengangguk. "Bisa aja. Kapan kamu punya waktu luang?"

Evelyn mengambil ponselnya yang tadi ia letakkan di kitchen island dan kembali duduk di sebelah Wira. Ia membuka jadwal harian yang biasanya sudah diatur oleh Mbak Titi di kalendernya.

"Rabu siang bisa, Minggu juga saya free."

"Oke, saya kabari lagi nanti kalo mereka udah konfirmasi," ucap Wira sembari menyesap kopinya, melirik Evelyn yang mengangguk setuju dari balik mug-nya.

Evelyn ... alih-alih memberikannya impresi menyebalkan seperti yang Wira dapatkan dua minggu lalu, malam ini—yah, dini hari—ia meninggalkan impresi yang sedikit berbeda. Dengan satu kedipan, sekarang ia bisa melihat kalau wanita di depannya ini sebenarnya seorang pekerja keras. Bukan tipe-tipe public figure yang kebanyakan suka cari sensasi tetapi attitude dan isi kepalanya nol besar. She's ... smart. Maybe.

"You know what?" tanya Wira dengan nada menggantung. "Despite all of the unfortunate coincidences about how we met, kayaknya kita bisa jadi teman yang baik."

Evelyn terkekeh mendengarnya. "Saya juga barusan mikir gitu. Paling nggak pertemuan saya sama kamu membawa sesuatu yang menguntungkan buat planning bisnis saya."

Wira mengulurkan mugnya. "To our new friendship."

"To our new friendship." Evelyn mendentingkan mug susunya pada mug Wira, membuat keduanya tertawa bersamaan seperti orang gila.

***

How To End Our MarriageTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon