Wattpad Original
Ada 2 bab gratis lagi

7 - How to Not Fall in Love?

28K 3.8K 73
                                    

Jakarta, 6 Agustus 2018

Evelyn terbangun pagi ini oleh alarm ponselnya, memaksa matanya untuk terbuka karena hari ini hari penting. Baju hasil delapan kali mix and match semalam yang tergantung di pegangan lemari, membuatnya tersenyum sendiri.

"Good morning, D-Day!" ucapnya dengan suara serak khas bangun tidur.

Evelyn duduk di tepi kasur, memandang meja riasnya dengan tatapan menerawang. Haruskah ia menyatakan perasaan pada Rafka hari ini? Tapi ia malu. Tapi kalau tidak sekarang, kapan lagi? Ugh, membayangkannya saja membuat Evelyn ingin melompat ke kasur dan menenggelamkan wajahnya ke bantal.

Rafka Pramoedya.

Bagaimana seorang pria yang notabene bukan siapa-siapa dan menyindir pekerjaannya dengan fakta pedas bisa membuatnya sebegini excited menghadapi hari? Mau houseman hotel ataupun bosnya, rasanya Evelyn tak peduli. Selama ia adalah Rafka Pramoedya, semuanya menarik perhatian Evelyn.

Evelyn kembali menatap cermin, membayangkan Rafka berada di sebelahnya. Betapa serasinya mereka berdua berdiri berdampingan. Ia kemudian tertawa geli saat berjalan santai ke kamar mandi, menertawakan kebodohannya sendiri yang kelewat halu.

Sebenarnya jadwalnya Sabtu pagi ini batal. Segala urusan kontrak leasing tenant sudah dibantu Mbak Titi dan anak buah Pak Broto, pemilik firma yang bekerja sama dengan Tristar Entertainment, kemarin. Namun, Evelyn memutuskan untuk tetap ke sana, selain untuk melihat isinya lagi setelah selesai dibongkar, ia juga malas mengganti tempat pertemuan dengan Sam, Trini, dan Wira. Juga Rafka.

Rafka bilang ia juga ingin tahu di mana lokasi official offline store The Eve nantinya. Jadi, ya, apa boleh buat? Toh, di mall juga nanti banyak tempat untuk minum, makan, ataupun sekedar nongkrong. Kalau memang tidak bisa keluar, mereka bisa beli di tempat terdekat dan makan di dalam toko. Kemarin ia sudah minta mbak Titi menyiapkan meja dan kursi untuk diletakkan di dalamnya. Empat puluh persen untuk persiapan meeting, sisanya tentu saja untuk tempat bertemu dengan Rafka.

Untuk menyiapkan penampilan sempurnanya hari ini, Evelyn memutuskan untuk ke salon dahulu karena waktu janjinya masih lama. Tadi Rafka memberi kabar kalau ia baru bisa bertemu sekitar jam dua karena paginya ada meeting dengan entah siapa. Setelah memastikan tubuhnya bersih, wangi, dan penampilannya sempurna—yah, minus rambut yang belum ditata dan wajah bersih tanpa make-up, ia memacu mobilnya meninggalkan apartemen menuju salon langganannya.

***

Wira berjalan memasuki mall yang hari itu lumayan ramai. Ia hanya maklum karena ini memang akhir minggu, hari di mana orang-orang Jakarta tumpah ruah di luar untuk memanfaatkan waktu santainya.

Hari ini ia hanya mengenakan kaos polo warna abu-abu yang ia padukan dengan celana jeans biru muda. Mungkin agak kelewat santai untuk pertemuan bisnis, tapi, ya, sudah lah. Beberapa bajunya masih ada di laundry dan ia tidak mood untuk memakai baju-baju formal lain yang ada di lemarinya, jadi mau bagaimana lagi? Lagi pula, ini juga hari libur.

Lima menit lalu, Sam sudah meneleponnya. Katanya ia sudah tiba dengan Trini, sedang menunggu Evelyn membuka pintu. Bagus, Wira akan jadi oknum yang paling telat hari ini, padahal ia bukan tipe-tipe orang seperti itu.

Ia berusaha mempercepat langkahnya, mencari tempat yang Evelyn kirimkan. Ketika ia menyadari bahwa ia telah melewati tempat yang sama dengan yang tadi ia lewati, Wira seketika berhenti.

Wira menunduk menatap ponselnya, membaca ulang pesan Evelyn, kemudian melongok-longok, mencocokkannya dengan lantai di mana sekarang ia berada.

Ketika merasa sudah tidak ada harapan, Wira menyerah dan memutuskan untuk menelepon Evelyn.

How To End Our MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang