R1-03: SEBUAH PEMBALASAN?

11.6K 1.7K 61
                                    

"Terus?"

"Udah, nggak usah bawel," responsnya membuat Diandra kesal. "Kalian satu kelas?" tanyanya kemudian.

Ayu mengangguk, sedangkan Diandra acuh tak acuh menanggapinya.

Kedua lensanya menyoroti penampilan Ayu dari atas sampai bawah. Penampilannya menjadi satu ciri khas. Berkuncir kuda dan berkacamata bulat.

"Kalau boleh saya tahu, apa kamu termasuk murid berprestasi di kelas?" Dia bukan bertanya. Akan tetapi ingin memastikan tebakannya.

Lagi-lagi Ayu mengangguk. "Saya peringkat pertama di kelas Bu." Bukan berniat untuk sombong. Ayu hanya ingin memperjelas.

"Kalau kamu?" tanyanya pada Diandra. Siswi yang agak menambahkan polesan di wajahnya. Sedikit bermaskara, berbedak tipis, dan bibirnya dihiasi liptint berwarna pink orange.

"Itu guru baru ngapain sih? Cari gara-gara aja." Siska yang ikut menyaksikannya mulai muak melihat perilaku Bu Anna. "Baru juga hari pertama ngajar di sini udah berulah. Nggak jauh dia sama si Nona."

"Mereka adik-kakak kali Sis," celetuk temannya.

Siska tersenyum miring. "Cocok sih. Sama-sama pembangkang dan sok paling bener."

Diandra belum menjawab. Dia terlihat meneguk ludahnya.

"Kenapa sekarang diem aja? Dari tadi kamu nyerocos terus tuh." Sindiran Bu Anna membuatnya menggigit bibir. "Ohhh, apa jangan-jangan, kamu murid istimewa yang nggak punya prestasi?" Dia tak lupa untuk menaikkan volume suaranya. Benar-benar menarik keributan.

Sontak Diandra memberi pelototan. Dia tidak terima dikomentari seperti itu.

"Jangan sok tahu!" Matanya menatap Bu Anna dengan tajam. Apa guru pengganti itu berniat mempermalukannya di sini?

"Ya kalau saya nggak boleh sok tahu, kasih tahu dong."

Diandra terdiam. Dia tidak ingin memberitahunya.

"Oke kalau kamu nggak mau ngasih tahu. Saya bisa cari jawabannya sendiri." Bu Anna mengeluarkan ponsel dari saku bajunya, dan membuka data seluruh murid di situs web SMA Berlian yang hanya bisa diakses oleh para guru bersangkutan.

Setelah beberapa menit, ia terlihat menarik salah satu sudut bibirnya ke atas, lalu melirik Diandra dengan tatapan sarkastis. Menahan tawa.

"Kamu ... peringkat terakhir di kelas?" Dirinya tak kuasa menahan tawa. Sangat lucu.

Murid-murid yang lainnya pun terlihat menertawakan fakta itu. Kebanyakan dari mereka adalah murid biasa yang sangat membenci para murid istimewa.

Diandra terlihat mendengus sebal. Ia menggigit bibirnya semakin kuat karena tak terima dipermalukan seperti ini. Sebenarnya, selama menjadi murid istimewa, dia selalu meminta wali kelasnya untuk memanipulasi nilai rapor, agar orangtuanya tidak curiga tentang keterampilannya di sekolah. Tapi, sepertinya dia tak bisa bersembunyi dari nilai-nilainya yang asli.

"Jangan cuma penampilan yang dipoles. Isi otak sama etika kamu harusnya juga ikut dipoles—"

"Cukup ya Bu! Ibu mau malu-maluin saya?!" Wajahnya memerah. Diandra sangat marah. Rasanya ingin menangis sejadi-jadinya.

CIRCLE OF LIES [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang