R1-42: SHADOW IN THE DARK?

5.8K 1K 69
                                    

DISCLAIMER: KEJADIAN, ORGANISASI, KELOMPOK DAN TOKOH YANG ADA DI CERITA RADENNONA TIDAK SEPENUHNYA ADA ATAU TERJADI DI KEHIDUPAN NYATA. JADI AKU HARAP KAMU BISA BIJAK SAAT MEMBACANYA. SELAIN ITU, RADENNONA JUGA MEMILIKI ALUR MAJU-MUNDUR. SEMOGA KAMU TIDAK KEBINGUNGAN. BISA TANYAKAN DI KOLOM KOMENTAR JIKA ADA YANG BUTUH DITANYAKAN.

***

Nataline tampak menopang dagu dengan mata yang setia memerhatikan gerak-gerik Setyo di ruangan rahasianya. Kamera yang dia pasang di sana sudah terhubung dengan layar monitor komputernya.

Sesampainya di dalam ruangan, pria itu terlihat panik dan tak memedulikan apa pun kecuali ... brankasnya.

"Sial," gumamnya.

Kamera yang terpasang pada lemari pendingin di seberang brankas, tak mampu memberinya penampakan dari isi brankasnya. Pria tua itu berada tepat di depan sana, menghalangi bagian dalam dari brankas itu.

"Untung saja dia tidak berhasil membuka brankas ini. Kalau semuanya terbongkar, hancur sudah hidup saya."

Kulit keningnya mengerut, sehingga matanya pun ikut menyipit. "Terbongkar?" Salah satu sudut bibirnya tertarik.

"Jadi emang bener. Pak Setyo nyembunyiin sesuatu. Tapi, apa ada hubungannya sama peraturan istimewa di SMA Berlian? Kenapa peraturan sekonyol itu bisa lepas kontrol dari pantauan Dinas Pendidikan?" Perempuan itu beranjak dan berjalan mendekat ke investigation board.

Sesampainya di sana, dia melipatkan kedua lengannya di depan dada dan matanya menjurus pada satu foto.

Damar Abraham.

"Pak Damar, apa Anda ada kaitannya dengan peraturan istimewa itu? Sesuatu hal yang janggal jika pejabat seperti Anda melakukan pertemuan rutin di sekolah. Apalagi pertemuannya sangat rahasia."

Tangannya meraih bolpoin yang ada di atas meja dan menuliskan sesuatu di bawah foto si Kepala Disdik Bandung itu.

Dugaan: Disuap untuk menyetujui peraturan istimewa dan menutupi 'sesuatu'.

"Dan apa sesuatu itu?" Dia mengetuk-ketukkan ujung bolpoin ke dagunya. "Sumpah, ini orang bertiga bikin kepala gue panas." Kasusnya kali ini benar-benar menguras pola pikirnya. Tapi anehnya, dia sangat tertarik untuk menguliknya.

Matanya melirik ponsel yang tergeletak di meja kerjanya. Ada panggilan masuk. Nataline pun segera menghampirinya dan menerima panggilan itu seraya kembali duduk di kursinya.

"Halo Pak. Gimana? Firasat saya benar 'kan? Apa saya bil—"

"—Cuma video semacam itu, kamu bilang itu alat bukti? Apa yang bisa dijadikan bukti?"

Raut wajahnya yang semula bersemangat dan penuh percaya diri, berubah dalam sekejap.

"Maksudnya?"

"Nataline, kamu hanya mengirimkan video tentang ruangan rahasia si pemilik sekolah, dan rekaman yang tidak jelas pembahasannya. Itu bukan sesuatu yang bisa membuktikan kalau firasat kamu benar."

Ini orang maunya apa sih?

"Saya mau, kamu cari alat dan barang bukti yang bisa buat saya dukung kamu 100%. Saat ini dukungan saya masih 40%."

Nataline pun menghela napasnya. "Iya Pak."

"Dan untuk data yang kamu minta, saya akan kirim via E-mail."

Mendengar itu, mood-nya kembali lagi. "Data tentang David Dirgantara?"

"Iya. Nama lengkapnya David Anggara Bagus Dirgantara. Dia Direktur Deteksi dan Analisis Korupsi di KPK."

CIRCLE OF LIES [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang