LOLIPOP 52 ✔️

35 7 1
                                    

          Mungkin ini akhir dari semuanya. Awan yang sudah capek menampung uap dari laut, ia mencurahkan isinya yang berubah air untuk turun ke bawah membasahi bumi. Matahari yang sudah capek bersinar, akhirnya ia redup. Bintang yang capek menampakkan dan membelah dirinya menjadi banyak, akhirnya ia tinggal sendirian. Bulan yang tadinya bulat sempurna kini ia hanya separuh untuk menerangi bumi di malam hari.

Acha sama seperti keempat benda itu. semua orang pada meninggalkannya. Semua orang pada membuat dirinya sedih.

Pagi-pagi buta seseorang mengetuk pintu rumahnya. Acha membuka pintu rumahnya, ia melihat ada beberapa polisi berdiri di hadapannya. Acha hanya berdiri diam di ambang pintu, ia sudah tahu kalau akhirnya ia melihat moment-moment seperti ini. Acha melihat tangan Ayahnya di borgol dengan polisi dan membawa masuk ke dalam mobil mereka.

Acha ingin menghalangi polisi-polisi itu tapi ia tahu kalau itu akan sia-sia. Acha melihat mamanya keluar berdiri di sampingnya, ia memeluk mamanya memberi semangat walau ia sedih juga. Mereka berdua hanya bisa menangis sambil berpelukan menguat satu sama lain.

Acha membawa mamanya masuk ke dalam. Ia ke dapur mengambil air putih untuk mamanya, hanya Rachel satu-satunya harapan untuk bangkit dari kepurukannya ini. Ia harus menjaga Rachel agar tetap sehat dan tidak sakit lagi seperti dulu.

"Lusa kita pindah yaa," ucap Rachel, Acha terkejut mendengar itu.

"Kamu kan sudah tamat sekolah, Papa mu juga sudah bangkrut, Cha. Kita pindah ya ke bandung." Acha pasrah ia hanya bisa menganggukkan kepalanya tanpa berucap apa-apa.

Acha naik ke atas ke kamarnya, ia menutup pintu kamarnya dan langsung terduduk di lantai. Ia menumpahkan semuanya di sana. Hanya bisa menangis tanpa suara, tanpa seseorang yang memeluknya di sampingnya. Acha berdiri dan berjalan ke arah tempat tidurnya, ia terlalu malas untuk bergerak sekarang ini. Padahal mamanya sudah meneriaki nya untuk makan dan habis itu membereskan semua barang-barangnya.

***

Malamnya Acha terbangun dari tidur nya. Ia melihat sekeliling kamarnya yang gelap itu. Sepanjang hari ia tidur, Acha mengambil hp nya di atas meja, ia kembali membaringkan tubuhnya sambil melihat notip chat dari teman-temannya. Ia kira ada yang mencarinya tetapi ini tidak ada.

Acha melempar pelan hp nya ke samping tubuhnya. Ia menelengkupkan wajahnya di atas bantal.

"Ya, lo di mana? Gue butuh lo di samping gue. Siapapun, please bikin gue ketawa lagi. Siapapun, bebas gue dari kepedihan ini." Acha menangis terisak.

Acha bangkit dari tempat tidurnya, ia membuka pintu kamarnya dan keluar. Ia melihat suasana rumahnya bertambah sepi. Acha menurunkan anak tangan satu per satu dengan pelan. Ia duduk di salah satu anak tangan itu. berharap ini hanyalah mimpi.

"Ya. Benar ya roda itu berputar. Akhirnya gue merasakan apa yang lo rasakan dulu. Pedih..."

"Acha," panggil Rachel, Acha langsung menghadap ke arah lain untuk menghapus air matanya.

"Kenapa Ma?" jawab Acha dengan suara seraknya.

"Pergi makan, kamu dari tadi siang belum makan loh." Acha mengangguk. Ia pergi berjalan ke arah dapur, Acha melihat ke belakang Rachel pergi masuk ke dalam kamarnya. Kini Acha makan dengan sendiri, di temani dengan kesunyian.

Selesai makan, Acha membantu Rachel mencuci piring bekas ia makan. Ia terkejut melihat Rachel membuka lemari dingin.

"Kamu sudah beres-beres?" Acha menggeleng.

"Bawa barang seperlunya aja. kita bakal kembali ke rumah ini, kalau modal mama sudah cukup untuk mengembalikan perusahaan papamu." Acha mengelap tangannya. ia pergi ke arah mamanya yang sudah terduduk di kursi meja makan.

"Ma, Acha nggak papa kalau kita selamanya tinggal di Bandung. Acha nyaman, asalkan sama mama terus. Acha nggak setuju kalau perusahaan papa bangkit lagi dan mama yang mengurusnya, mama akan sibuk dengan itu nanti."

"Acha bakal sendirian lagi deh." Acha memajukan bibirnya. Ia sedih, membayangkan saja sudah sesedih ini.

"Cha, kita nggak bisa terus-terusan seperti ini."

"Ma, pokoknya Acha nggak setuju. Kita buat usaha lain aja, dari uang yang tersisa."

Rachel menghela napasnya, ia tidak bisa berbuat apa-apa kalau sama Acha yang keras kepala itu. Acha pamit pergi ke kamarnya.

***

Besok paginya, selesai mandi Acha berniat untuk membereskan barang-barangnya yang akan ia bawa nanti. Ia mengambil kotak besar dan koper yang sudah di sediakan Rachel semalam.

Acha membuka kotak dan koper itu, Acha mengambil baju-bajunya di lemari dan ia letakkan terlebih dulu di atas tempat tidurnya. Acha mengambil barang berharganya yang lain yang terletak di atas mejanya. Dia menyusunnya di dalam kotak itu dengan hati-hati.

Acha kembali lagi mengambil barang-berharganya, Acha baru menyadari ada dua amplop putih di atas mejanya. Ia melihat amplop itu dan penasaran dengan isi. Amplop yang sudah dua hari berada di kamar Acha semenjak ia bertemu dengan Sastria setelah perpisahan sekolah itu.

Acha merobek atas salah satu amplop itu. ia melihat itu adalah surat salinan yang Sastria buat tentang beasiswanya di luar negeri. Satu amplop lagi ia buka, itu adalah surat dari Sastria dan ada foto tiket keberangkatannya dan itu hari ini.

Acha dengan cepat, berlari keluar dari kamarnya. Tak lupa ia membawa hpnya, Acha mengambil kunci mobilnya, dan pergi membawa mobilnya keluar dari halaman rumahnya dengan laju.

Di jalan Acha menelepon Fahri maupun Sara untuk menemaninya ke bandara. Tetapi nomor mereka berdua sedang sibuk. Acha bingung ingin menelepon siapa lagi.

Setengah perjalanan Acha terkena macet. Yah, ini sudah mau menuju jam dua belas, jam jamnya para orang kerja pada istirahat makan siang. Acha mendapat telepon dari Fahri. Ia langsung mengangkatnya.

"Cha lo di mana?"

"Di jalan ke bandara."

"Lo udah tau? Gue dan Sara juga menuju ke sana. Lo di mana?" Acha memberi lokasinya sekarang ini.

"Oke gue juga di sana, gue suruh Sara turun untuk ke mobil lo ya, Cha." Fahri menyuruh Sara turun dari mobilnya. "temani Acha." Sara langsung keluar dan mencari mobil Acha. Jarak antara mobil Fahri dan Acha tidak terlalu jauh ternyata. Sara mengetuk kaca pintu mobil Acha, dan acha membuka kunci pintu mobil itu.

"Sar, ini macetnya lama lagi gak sih. Gue takut gak sempat."

"Gue juga gak tau, Cha. Lo tadi kenapa gak bawa motor?"

"Gak kepikiran gue." Acha terkejut kaca mobilnya di ketuk dengan pengendara motor. Ia membuka kaca mobilnya,

"Cha naik!" Itu chiko. Acha mengerutkan keningnya, padahal dirinya tidak menghubungi laki-laki itu.

"Udah pergi aja sama Chiko. Biar gue ambil alih mobil lo." Acha keluar dari mobilnya dan naik ke atas motor Chiko.

"Lo pergi gak mikir untuk ganti baju dulu?"

"Gak kepikiran gue. Namanya juga emergensi." Chiko membuka jaketnya dan ia beri ke Acha untuk menutup baju tidurnya yang tipis itu.

"Pegangan." Chiko memutar balik motornya, mencari jalan tikus untuk cepat sampai ke bandara.

LOLIPOP [END]Where stories live. Discover now