LOLIPOP 16 ✔️

62 12 2
                                    

Acha lari ke halaman belakang. Ia lebih memilih cabut dari jam pelajaran sekarang. Acha duduk dengan napas ngos-ngosan di warung Bu Jam. Orang yang berada di sana hanya memandang Acha tanpa ada niat untuk bertanya kenapa dengannya.

Fahri yang baru tiba juga di sana. Memandang Acha, "Kenapa lo, Cha? Kayak lagi di kejar setan," tanya Fahri duduk di samping kiri Acha. Acha menganggapi pertanyaan Fahri dengan senyuman saja. Ia tidak mau mengatakan kejadian di ruang osis tadi.

"Bu Jam, jus jeruk satu," teriak Acha memesan minuman kepada Bu Jam. Bu Jam yang lagi mengangkat piring di dalam, memberi kode 'ok' kepada Acha.

Acha ikut ngobrol dengan yang lainnya. Ia mencoba membuang pikiran kotor tentang kejadian tadi. Fahri yang sedari tadi melihat tingkah Acha ia tersenyum, walau Acha tidak cerita, tetapi ia tahu kejadian apa yang menimpa dengan Acha.

Flashback On

"Kalian urus ni cewek." Fahri melihat kepergian Acha yang berlari kecil untuk menyamakan langkahnya dengan Chiko.

"Kalian bawa dia ke kelas, dan kalau bisa ancam dia untuk tidak melaporkan kejadian ini dengan guru," perintah Fahri kepada teman-temannya.

"Gue pergi dulu, ada urusan." Fahri langsung pergi dari sana.

Teman-teman Fahri membantu siswi korban bullying Acha berdiri dengan hati-hati. Mereka mengantar siswi itu dengan selamat, baru mereka pergi ke warung Bu Jam.

Fahri berjalan hati-hati di belakang Acha dan Chiko, sebisa mungkin ia tidak menimbulkan suara. Ia merasa seperti tidak beres dengan gelagat Chiko dengan Acha. Seperti ada yang di rahasia cowok itu, dan merencanakan sesuatu.

Fahri bersembunyi di balik siswi-siswi yang berkumpul mengerumpi di koridor. Dengan kedatangan Fahri yang tiba-tiba, siswi-siswi itu ingin pergi darisana, tetapi dengan cepat Fahri menahan mereka semua.

"Eh, eh, eh. Mau kemana kalian?" Tidak ada jawaban dari siswi-siswi itu. "udah di sini aja, lanjuti aja obrolan kalian. Gue nggak ganggu kok. Tapi kalian jangan bergerak ya, please." Fahri mengintip Acha masuk duluan ke ruang osis.

Jarak antara kejadian Acha yang membullying dari ruang osis, memang tidak jauh-jauh kali. Makanya Chiko datang cepat waktu. Dan ruang osis itu sendiri, mereka sengaja minta kepada kepala sekolah untuk membuat ruang osis yang di gunakan untuk rapat mereka terletak di belakang. Itu bertujuan agar siswa-siswi yang belajar di area depan tidak terganggu oleh suara-suara mereka.

Fahri berjalan ke arah ruang osis. Ia mencari cara untuk melihat apa sih yang mereka lakukan di dalam. Melihat dari cela kecil gorden jendela di dalam terbuka, Fahri mengumpat kesal. Ia memanggil salah satu siswi yang bergosip tadi.

"Eh lo sini!" Siswi-siswi itu diam, mereka tidak tahu siapa yang Fahri panggil. "elo yang pakai jepitan pink, sini cepetan!" resah Fahri melihat gerakan mereka lambat sekali.

"Ada apa kak?" tanya siswi itu.

"Bantuin gue. Lo masuk ke dalam, lo anak osis kan?"

"Iy... iya kak."

"Udah cepatan masuk ke dalam."

"Tapi kak."

"Usah tapi-tapi. Lo mau gue buat lo malu nantinya?" Dengan cepat siswi itu menggeleng. Fahri membantu siswi itu untuk membukakan pintu yang terkunci. Dengan dobrakan sekali dari Fahri, pintu terbuka dan ia mendorong siswi itu untuk masuk ke dalam.

Fahri lari bersembunyi. Ia menunggu, dan menunggu. Akhirnya ia melihat Acha keluar darisana.

Flashbak Off.

Fahri berpikir jika ia tidak datang kesana, entah apa yang terjadi nantinya. Ia tidak tahu pasti kejadian yang ia lihat itu sesuai atau tidak dengan pikirannya. Tapi dari dulu ia benar-benar curiga dengan Chiko.

***

Di rumah, lebih tepatnya di dalam kamar. Acha yang sedang melihat langit-langit kamarnya, ia tidak tahu harus berekspresi seperti apa untuk sekarang ini. Pikirannya bercabang-cabang, bukan seperti dulu pikirannya hanya tentang Sastria, Sastria, dan Sastria saja.

"Acha!" Panggil seseorang dari balik pintu berwarna putih yang tertutup Rapat itu, dia Rachel.

Acha yang sedari tadi melamun, lamunannya buyar akibat panggilan dari Rachel. Acha bangkit dari tempat tidur dan pergi ke arah pintu.

"Ada apa, Ma?" tanya Acha memunculkan wajahnya saja di balik pintu.

"Turun yuk, makan. Papa sudah pulang." Acha membalas dengan anggukan. Ia mengikuti sang mama untuk turun ke bawah.

Selama Acara makan malam berlangsung, Acha yang bisa memang lambat menghabiskan makanannya, ia menatap heran dengan kedua orang tuanya. Tumben sekali mereka berdua menunggu Acha selesai makan, baru pergi ke sibukkan mereka masing-masing.

"Nih, Ma." Acha memberi piring kotor kepada Rachel yang sudah berdiri dengan tangannya ada beberapa piring kotor yang telah ia susun.

"Acha!" Panggil sang Papa — Akbar, Acha melihat ke arah samping kirinya, tumben Akbar memanggil Acha dengan raut wajah yang serius.

"Kamu masih berteman sama Sastria?" Acha yang meneguk air putih itu langsung tersedak. Ia hanya terkejut saja dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh Akbar.

Acha memandang Akbar yang posisi tangan di atas meja dan melipat jari-jarinya, benar-benar seperti orang ingin di introgasi, "Masih, Pa," jawab Acha menundukan kepalanya.

"Papa kan sudah bilang sama kamu, jauh-jauh dari anak pembunuh itu."

"Pa! Aya bukan pembunuh,"

"Tapi dia adalah anak dari seorang pembunuh,"

"Kan itu Ayahnya, bukan Aya, Pa. Jadi Papa tidak berhak melarang Acha untuk berteman dengan Aya atau siapapun."

"Kamu ingat, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, jadi suatu saat tu anak pasti akan seperti bapaknya."

"Terserah, Papa deh." Acha berdiri dan pergi dari ruang makan tersebut. Rachel yang lagi nyuci piring ia hanya bisa diam. Ini juga demi anak — Acha. Tapi Rachel juga tidak tega melihat Acha dan Sastria yang sudah berteman baik sejak kecil di pisahkan begitu saja. Acha berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya, dengan bantingan pintu yang sengaja ia keraskan.

"Mas!" Rachel mendekati Akbar, ia mengelus punggung Akbar untuk memberi ketenangan.

***

Acha menelungkupkan wajahnya di batal, ia menangis. Untuk sekian kalinya dirinya bertengkar dengan Akbar. Acha tidak habis pikir dengan omongan yang sering di ucapan Papanya kepada dirinya, untuk berjauhan dari Sastria, tanpa memberi penjelasan yang logis.

Semenjak Acha mendapat peringatan dari Akbar untuk tidak berteman dengan Sastria, Acha tidak pernah membawa Sastria ke rumahnya. Ia hanya tidak mau suatu saat Sastria nanti di usir secara terang-terangan oleh Papanya dan yang lebih takutnya nanti Papa membawa Papa Sastria yang masuk penjara itu. itu bisa membuat hati Sastria bertambah hancur, dan Acha tidak mau itu terjadi.

Biasanya tiap minggu Sastria bermain ke rumahnya itu waktu dulu sebelum tragedi itu ada. Sastria mengusil Acha, menjaili Acha, dan bercanda dengan Acha. Walaupun itu semua tidak terjadi di rumahnya dan keadaan telah berubah dengan cepat, semua itu tetap bisa terjadi di antara mereka tetapi di rumah Sastria. Dengan diam-diam, Tiap weekend Acha main ke rumah Sastria tanpa sepengetahuan dari kedua orang tuanya. Ia rela mengambil risiko kenak marah daripada ia harus sendirian di rumah Acha akan berusaha untuk terus tidak berjauhan dari Sastria. Apapun itu halangan nya.

Acha yang tertidur dengan posisi memeluk foto masa kecil antara dirinya dan Sastria. Rachel yang membuka pintu kamar Acha dengan diam-diam. Ia melihat semuanya dari sela-sela balik pintu yang terbuka, Rachel hanya bisa tersenyum masam melihat anaknya menangis.

LOLIPOP [END]Where stories live. Discover now