LOLIPOP 20 ✔️

51 10 2
                                    

"Kamu ini. Buat kelaku saja. Mau jadi apa ke depannya, ha?" ujar Guru BK yang bolak balik berjalan di depan Acha yang duduk manis tanpa merasa bersalah sedikitpun.

"Saya mau menjadi Presdir, Bu," jawab Acha dengan polosnya.

"Mimpi kamu."

"Ya itu memang mimpi saya. Salah saya bercita-cita seperti itu," lawan Acha tidak mau kalah debat dengan Guru BK yang berdiri di hadapannya.

"Ya salah lah. Kelakuan kamu sama cita-cita kamu sama sekali tidak mendukung."

"Hahaha itulah ibu. Memandang orang dari luarnya saja. Ibu bukan tuhan, yang tahu nasib seseorang bagaimana nantinya."

"Apa kamu bilang?" Acha hanya mengangkat bahunya. Ia malas mengulang perkataannya.

"Kamu ni ya. Kalau bukan anak donatur sekolah ini. Tidak akan di terima kamu di sekolah ini. Siapa yang mau menampung anak nakal seperti kamu. Lihat buku hitam itu." Acha mengarahkan kepalanya ke arah buku hitam besar yang bertumbuh di sudut meja. "semuanya kebanyakan nama kamu di dalamnya." Acha hanya manggut-manggut saja. Ia ngalah kalau sudah membicarakan tentang papanya.

Tidak banyak orang tahu tentang posisi papanya di sekolah ini. Acha tidak mau saja kalau semua orang mengetahui papa nya, pasti ia akan di sanjung dan di banding-bandingkan. Untung saja semua siswa-siswi di sini tidak tahu tentang itu, Acha sangat mengsyukuri itu. Karena dengan itu ia bisa melihat tatap mereka memandang Acha seperti gembel di sekolah ini. Acha seperti nya ingin ketawa dengan cara pandang orang-orang padanya yang hanya di lihat dari luar, dan materi.

Guru BK itu berjalan ke arah mejanya, mengambil amplop yang Acha sendiri pun tidak tahu isinya apaan, "Ini surat skor kamu. Kamu di skor dua hari. Karena telah melakukan bully di sekolah ini." Guru BK itu menyodorkan amplop putih ke arah Acha. Acha mengambil surat itu dan berkata, "Sikit banget bu. Lima hari lah."

"Udah di skor. Negosiasi pulak lagi. Balek kamu ke kelas." Acha berdecak, ia pergi keluar ruangan itu tanpa ada kata pamit dengan Guru yang sudah duduk dikursinya.

"Lah Fahri, Sara. Ngapain kalian di sini?" Acha terkejut dengan kehadiran dua insan ini di depan ruang BK.

***

10 menit sebelumnya.

Fahri yang sudah menunggu Acha di depan ruang BK. Perasaannya lain saat mendengar berita dari Bujang. Ia pikir kalau ini pasti ada sangkut pautnya dengan kejadian semalam. Fahri yan menyandarkan tubuhnya di dinding. Ia terkejut melihat kedatangan Sara di sana.

"Lo ngapain ngikuti gue?"

"Gue cuman kepo doang," cengir Sara. "Begini ya lihat orang kalau sedang jatuh cinta ni. Semuanya di perhatiin." Sara berjalan mendekat ke arah Fahri.

"Iri gue sama Acha," ucap Sara begitu pelan tetapi Fahri masih bisa mendengarnya. Fahri pura-pura tidak mendengar kalimat itu. ia melihat ke arah pintu ruang BK di buka oleh seseorang dan menampakkan badan Acha keluar dari sana. Fahri langsung menghampiri Acha dan menanyakan semuanya.

Sara melihat kepergian mereka berdua dari sana. Ada rasa desiran aneh di hatinya, ia merasa seperti ingin marah, tapi ia masih bingung harus marah kepada siapa sekarang ini.

Sara senang, akhirnya Fahri bisa move darinya. Tapi ia agak tidak rela kalau perhatian Fahri berkurang padanya. Sara merasa kehilangan Fahri saat ini, karena Fahri yang perhatian kepada Acha. Itu lumayan membuat dirinya cemburu setengah mati. Tapi ia mau bagaimana lagi, satu sisi ia adalah pacarnya Rama. Tidak mungkin ia akan menahan Fahri begitu lama disisi. Jika ia berjodoh dengan Rama, maka itu akan membuat Fahri sakit hati yang begitu dalam padanya, dan itu ia tidak mau terjadi kepada Fahri.

Sara mengikuti mereka berdua dari belakang. Mereka bertiga pergi ke rooftop. Sara yang tahu timengnya tidak tepat kalau ia berada diantara Acha dan Fahri. Sara pun pergi menepi, pura-pura melihat keadaan sekitar di rooftop karena ia harus seperti itu dan memberi waktu berdua untuk Acha dan Fahri.

"Apa tu, Cha?" Fahri memulai pembicaraan di antara mereka berdua.

"Surat skor gue." Acha tersenyum manis kepada Fahri, seperti tidak ada beban dengan surat itu. Fahri mengambil surat itu dan membacanya dengan serius.

"Heran gue lihat tu guru. Kasih gue skor, hanya dua hari." Acha mengubah posisinya menghadap ke depan. Melihat halaman sekolah dari atas.

"Lah bagus dong?" tanya Fahri. Ia heran dengan kalimat yang Acha lontarkan. Sedengil apapun Fahri, ia tidak mau kalau kenak skor. Karena jika ia di skor, ia akan bingung memberi alasan kepada orang tuanya.

"Menurut gue enggak. Maunya lima hari, kan bisa tu gue liburan. Bosan gue belajar mulu."

"Kayak belajar aja lo." Fahri memukul Acha pelan dengan surat di tangannya. Acha mengambil surat itu, dan memasukkan kedalam amplop itu lagi.

"Eh Sara, ngapain di situ. Sini dong," panggil Acha. Sebenarnya ia merasa canggung kalau berdua bersama Fahri.

"Oya, nanti pada saat gue nggak masuk sekolah. Jangan kangen ya."

"Ih gr kali lo kami bakal kangen sama lo." Fahri pentoyor kepala Acha. Acha yang pura-pura mengadu kesakitan. Acha tidak tahu kalau respon Fahri akan mengelus pelan kepalanya. Acha yang beradu pandang dengan Sara, ia langsung bergerak berdiri untuk menghindar dari Fahri.

Bel pergantian mata pelajaran telah berbunyi. Mereka berdua telah bolos satu pelajaran saat bel istirahat pertama berakhir.

"Cha, masuk yuk?" Fahri menarik Acha untuk turun.

"Kalian duluan aja. Gue masih mau di sini." Acha melepas genggaman dari Fahri.

"Gue temanin ya?"

"Nggak usah, kan sekarang pelajarannya pak bot. Kenak hukum baru tau lo."

"Lo kayak nggak tau Fahri aja, Cha," ujar Sara yang baru terdengar. Selama di sana Sara hanya diam.

"Nggak usah, gue pengen sendirian sekarang."

"Ya udah kami masuk ya." Acha mengangguk dan pergi menginjakan kakinya di pinggiran pembatas balkon. Ia memejamkan matanya. Merasakan angin menerpa rambut panjangnya. Suasana seperti ini yang acha sukai.

Cekrek...

Suara cepretan kamera terdekat di daerah sana. Acha langsung melihat sekitar, sepi. Tidak ada orang selain dirinya. Acha merasa ada yang mengikuti dirinya, cepat-cepat ia turun ke bawah dan masuk ke dalam kelas.

Ini bukan untuk pertama kalinya. Sudah beberapa kali Acha mendengar suara cepretan di sekitarannya. Acha bingung siapa di sekolah ini yang sedang memata-matai dirinya. Dan Acha pun heran apa sih motif mereka untuk melakukan itu. jika suka pada nya katakan langsung, bukan cara mengerikan seperti ini.

Tentang hal-hal mistis benar-benar Acha ketakutkan, ia walau memiliki sikap pemberani tetapi tentang hantu ia paling penakut. Cewek pencinta lolipop yang memiliki sisi femini dan boy nya dia juga merupakan manusia biasa yang takut dengan makluk kaset mata. Ya walaupun itu bukan kerjaan hantu memotret dirinya. Tapi itu lah hal yang ia takutkan. Ada orang tetapi ia tidak bisa melihat orang itu.

LOLIPOP [END]Where stories live. Discover now