[REVISI] Kisah kita

Start from the beginning
                                    

Tapi, tunggu. Kalau memang nanti Reygan ingin bertemu anaknya, tunggu sampai Jennie siap melupakan sepenuhnya laki-laki itu.

Jennie menatap matahari yang perlahan terlihat dari jendela kamarnya, seakan mengingatkan Jennie bahwa waktu terus berputar, dan tidak akan pernah terulang, bahkan sedetikpun.

Reygan masih, bergelung di dalam selimutnya, tidak bisa tidur semalaman, memikirkan nasibnya kedepan, dan status pernikahan ini, akan berakhir beberapa jam lagi, tanpa mampu dia cegah.

"Gan, udah jam delapan. Siap-siap gih."

Gavin itu tolol, bodoh atau bagaimana ya, gimana bisa dia siap-siap ketika akan menghadapi titik kehancurannya dalam hidup, bagaimana bisa dia tampil baik-baik saja, padahal kenyataannya dia tidak baik-baik saja.

Dia bukan perempuan, yang ahli menyembunyikan perasaan.

Reygan bangkit dari kasur, menatapi kamar yang entah berapa lama sudah tidak ia bersihkan, bahkan pecahan barang-barang masih ada disana. Dan, sudah berapa lama dia tidak mandi? Apakah kemarin saat dia berlari memeluk Jennie, perempuan itu mencium aroma badannya yang ewww--- dan membuat perempuan itu tidak membalas pelukannya semalam?

Gavin yang sedang menikmati roti tawar, tanpa selai menoleh, ketika Reygan turun dengan wajah yang gusar. Lalu duduk di hadapannya. "Gan? Lo mandi kan?"

"Hmm."

Reygan melirik jam tangannya, sudah pukul setengah sembilan, dan dia semakin tidak berniat ke sana, seolah pusat kehancuran hidupnya ada disana.

"Kalau memang yang terbaik adalah melepaskan, gue akan lakukan Vin."

*****

Reygan duduk bersebelahan dengan Jennie, tanpa melirik perempuan itu sedikitpun, takut akan semakin sulit melepaskannya.

"Dengan ini, kalian resmi bercerai."

Suara palu terdengar tiga kali, membuat Reygan maupun Jennie menunduk, sama-sama hening, Reygan menatapi jari manisnya yang memakai cincin pernikahan mereka, kenangan demi kenangan mereka berputar kembali di otaknya. Air mata Reygan menetes, membasahi jarinya.

Sementara Jennie, memandangi perutnya yang masih seumur jagung, lalu mengelusnya, demi apapun dia tidak akan membatasi Reygan ketika ingin bertemu anaknya. Dia ingin anak ini, tidak akan kehilangan kasih sayang.

"Jennie, ayo kita ke bandara sekarang."

Dengan langkah gontai, Jennie mengikuti Risa dan Anya keluar, dan paling depan ada Papa dan Kak Eric. Reygan menatapi kepergian mereka dengan sesak di dada.

Reygan langsung berlari, memeluk Jennie erat tidak perduli dengan siapapun, termasuk mantan mertua dan kakak iparnya. Jennie tersentak, kala Reygan memeluknya dari belakang.

"Gan, lepas."

Reygan menggeleng, lalu membalikkan badan Jennie. "Jangan pergi, jangan Jen."

"Gan, semuanya udah berakhir kan? Kita udah bukan siapa-siapa. Tolong, lepas."

Reygan menatap Jennie lekat. "Biar aku yang pergi, biar aku aja. Kamu tetep disini, jangan ke Milan. Please."

Hi, Captain! [COMPLETED]Where stories live. Discover now