[AG] - Forty Two

743 59 44
                                    


Selama kurang lebih satu jam berlalu, Andhika dan ketiga temannya, serta Veli menunggu di depan ruang ICU, ruangan di mana Alza tengah ditangani oleh dokter.

Perasaan cemas yang melanda senantiasa melingkupi diri mereka masing-masing. Terlebih Veli yang sudah sejak Alza dimasukkan ke dalam ruang ICU, tidak berhenti mengeluarkan air matanya. Cewek itu duduk di salah satu bangku dengan Farid yang berada di sampingnya. Farid sendiri tidak melakukan apapun selain memperhatikan wajah Veli dengan pandangan sendu.

Sementara Dani dan Fauzan masih tetap berdiri di sisi kanan dan kiri Andhika yang termenung menatap pintu ruang ICU.

Fauzan menoleh ke arah Andhika dan menghela napasnya. Cowok itu lalu menyentuh pundak Andhika.

"Dhik, mending lo duduk deh. Emangnya lo nggak cape berdiri mulu kayak gini?" tanya Fauzan.

"Nggak, Zan. Lo aja. Gue masih pengen di sini."

Jawaban dari Andhika itu membuat Fauzan merasa heran. Pasalnya sikap Andhika ini tidak seperti biasanya. Terlihat seperti seseorang yang putus asa karena ditinggal orang terkasih.

Tapi sekarang, situasinya tidak seperti itu. Situasinya sekarang adalah, Andhika yang menatap pintu ruang ICU dengan pandangan kosong, yang mana di dalam ruang ICU itu ada Alza yang tengah ditangani oleh dokter.

Fauzan, Dani, dan Farid sudah mengetahui kejadian Alza yang tertabrak mobil karena menyelamatkan kakaknya sendiri. Dan ketika Alza dibawa ke rumah sakit, Veli menelepon mereka untuk datang. Veli menceritakan semuanya. Dan yang membuat ketiga teman Andhika kaget, adalah katanya Andhika akan menghajar kakak Alza setelah Andhika membawa Alza ke rumah sakit. Kaget dan bingung karena kakaknya Alza menjadi sebab Alza tertabrak mobil, sekaligus menjadi tersangka utama.

"Dhik, gue masih belum ngerti, kenapa kakaknya Alza jadi penyebab Alza ketabrak mobil. Bukannya Alza pengen nyelametin kakaknya?" tanya Fauzan.

Andhika menoleh ke arah Fauzan. "Kenapa harus bingung, udah jelas kalo bajingan itu penyebab Alza jadi ketabrak mobil."

"Tapi, kenapa, Dhik? Apa hubungannya?"

Andhika tidak menjawab. Cowok itu kembali menatap pintu ruang ICU dengan pandangan datar.

Dan pada akhirnya, dua puluh menit telah berlalu, pintu ruang ICU terbuka dan keluarlah seorang pria paruh baya yang memakai jas dokter dengan ditemani seorang suster di sampingnya.

Andhika yang melihat itu langsung menghampiri dokter tersebut. Membuat ketiga temannya serta Veli juga ikut menghampiri.

"Dok, gimana keadaan teman saya?" tanya Andhika langsung.

Dokter itu menatap Andhika sejenak. "Keadaannya sudah baik-baik saja. Pendarahan di kepalanya juga sudah kami hentikan. Tapi ...."

Andhika menautkan kedua alisnya. "Tapi apa, Dok?"

"Akibat benturan yang terjadi pada tubuhnya, pasien akan mengalami koma selama beberapa hari. Dan kami masih belum memastikan kapan pasien akan siuman."

Mendengar penjelasan dokter tersebut, membuat mereka tercengang tidak percaya. Terlebih Andhika yang langsung terdiam seribu bahasa.

Tidak ada yang tahu jika saat ini ada sesuatu seperti ingin meledak-ledak di dalam diri Andhika. Dengan itupun, tanpa kata, Andhika pergi begitu saja. Membuat ketiga temannya dan Veli menatap bingung.

Andhika berjalan menyusuri lorong rumah sakit, dengan kedua tangan mengepal serta pandangan mata yang begitu tajam, seakan siap untuk melenyapkan seluruh dunia hanya dengan pancaran matanya saja. Terlihat juga, beberapa orang yang menatap Andhika, merasa bingung sekaligus takut, sebab ketika melihat seorang cowok memakai seragam sekolah, berjalan cepat dengan pandangan mata menghunus ke depan, seakan di sekeliling cowok itu terdapat kobaran api yang begitu besar.

Andhika's Girlfriend [Completed] Donde viven las historias. Descúbrelo ahora