[AG] - Thirty

865 61 17
                                    


“Apa-apaan nih! Lepasin tangan gue!” teriak cowok itu kepada Andhika.

Namun Andhika tampak tidak mau melepaskan cekalannya, dan hanya menatap datar pada cowok itu.

“Gue bilang lepasin, anjing!” cowok itu dengan keras langsung menghentakan tangannya hingga cekalan Andhika terlepas. Lantas, cowok itu turun dari motor. “lo siapa sih, hah?”

Andhika masih berwajah datar, tidak menjawab pertanyaan dari cowok itu.

“Jawab!”

Dan Andhika masih tetap diam.

“Brengsek! Beraninya lo nyuekin gue!” Cowok itu maju dan ingin menarik kerah seragam Andhika. 

“Kak, jangan, kak!” Sebelum cowok itu meraih kerah Andhika, Alza sudah lebih dulu menarik lengan kakaknya.

“Lepasin! Ini bocah udah kurang ajar sama gue!” kata cowok itu dengan menghempaskan tangan Alza. Namum dengan sigap Alza kembali menarik lengan kakaknya.

“Kak, aku mohon jangan berantem di sini, kak.” Air mata Alza telah menetes, namun sang kakak tidak juga meredam emosinya. Lantas, tanpa pikir panjang, Alza langsung memeluk kakaknya dari belakang dengan begitu erat. “kak, kita bicarain ini lagi di rumah, kak. Aku mohon tenangin diri kakak. Dan tolong jangan pukul dia, kak.”

Mendengar kalimat yang terlontar dari bibir Alza, cowok itu pada akhirnya berhenti memberontak dari pelukan Alza. Tampak dia tengah menghela napasnya, sebelum akhirnya melepaskan pelukan Alza dan menggantinya dengan menggandeng tangan Adiknya.

Cowok itu menatap bengis pada Andhika. “Lo orang asing nggak seharusnya ikut campur urusan gue. Kalo suatu saat gue ketemu lo lagi, saat itu juga gue nggak bakalan ngelepasin lo.”

Alza terisak pelan mendengar kalimat yang terlontar dari bibir kakaknya. Lantas, cewek itu merasakan pergelangan tangannya ditarik, dan dipaksa untuk segera naik ke boncengan. Beberapa detik setelahnya, Alza pergi dari hadapan Andhika bersama kakaknya.

Sementara itu, Andhika masih diam dengan menatap lurus ke arah punggung Alza yang semakin menjauh dari pandangan matanya.

“Jadi, orang itu yang dulu pernah mukul Alza,” gumam Andhika pelan. “dan dia adalah kakaknya.”

Menghela napas sejenak, Andhika ingin berbalik badan. Namun belum sempat melakukan, seseorang memanggil namanya.

“Andhika, lo ngapain di sini?”

Andhika menatap Veli yang baru saja berlari ke arahnya.

“Nggak ngapa-ngapain,” jawab Andhika berdusta. “tadi gue pengen ke mini market buat beli camilan entar malem. Tapi ngga jadi.”

“Hm, kenapa nggak jadi?” tanya Veli lagi. “kan lumayan buat nemenin ngerjain tugas.”

“Iya, tapi gue tadi keinget kalo di rumah gue masih ada camilan. Jadi buat apa gue beli?”

“Ohh.” Veli hanya ber oh ria.

Tanpa sengaja, Andhika menatap ke kantung mata Veli yang terlihat bengkak dan memerah. Serta hidungnya juga sedikit memerah. Seperti seseorang yang habis menangis.

“Mata sama hidung lo kenapa, Vel? Kok merah gitu? Lo jadi kayak orang abis nangis.”

Entah Andhika salah lihat atau tidak, tapi mendengar pertanyaan Andhika, Veli seperti terlihat terkejut dan pergerakan tubuhnya menjadi salah tingkah.

“Ah, nggak kok. Ini tadi gue cuman—”

“Atau lo emang beneran abis nangis?”

Veli meneguk ludahnya. “Ih ap—apaan sih? Orang nggak. Siapa juga yang nangis? Ini gue cuman kelilipan doang.”

Andhika's Girlfriend [Completed] حيث تعيش القصص. اكتشف الآن