[AG] - Twenty Five

712 69 16
                                    


Alza menghela napas secara perlahan. Buku kumpulan puisi berada di genggamannya dengan keadaan lembarannya terbuka pada halaman 13. Dan puisi yang baru saja dia baca, benar-benar seperti menggambarkan perasaannya.

Dan benar, bahwa perasaannya pada Andhika mungkin tidak akan mendapat balasan dan akan berakhir dengan sebuah harapan. Alza mengakui hal itu, namun entah mengapa hati kecilnya tidak ingin hal itu terjadi. Masih ada sebagian dalam dirinya yang ingin berjuang kembali untuk mendapatkan balasan atas cintanya.

Namun, seperti ada yang menghalangi, Alza rasanya tidak bisa terus maju dan juga tidak bisa mundur. Dia seperti terjebak di antara kedua pilihan.

Menghela napas sekali lagi, Alza lalu menutup buku puisi tersebut dan meletakkannya di kolong meja. Ketika hendak berbalik untuk mengambil buku pelajaran dari dalam tasnya, pandangan matanya membuat hatinya seakan diremas oleh sesuatu.

Di sana, di bangku belakang pojok, ada Andhika yang tengah berduaan dengan Nanda. Kaka kelas yang cantik bak primadona sekolah itu tak hentinya menggoda Andhika. Andhika sendiri tak meladeni karena cowok itu tengah asyik bermain games di ponselnya, dan sesekali menyentak tangan Nanda yang ingin membelai pipinya. 

Melihat itu, Alza hanya bisa menggelengkan kepala. Lalu mengambil buku pelajaran dari dalam ransel dan meletakkannya di atas meja. Cewek itu mulai sibuk membaca sembari menunggu waktu jamkos karena guru rapat, yang akan sebentar lagi berakhir.

Veli yang juga tidak sengaja menengok ke belakang melihat pemandangan yang menyakitkan seperti Alza. Namun bedanya dengan Alza yang mencoba untuk mengikhlaskan, Veli justru ingin sekali menghampiri meja Andhika dan menarik tangan Andhika untuk menjauh dari jangkauan Nanda. Namun, Veli masih memiliki rasa sopan terhadap kakak kelas. Jadi dia hanya mengambil ponsel dan earphone dari dalam tas dengan gerakan cepat, lantas kembali duduk menghadap papan tulis untuk mendengarkan musik dari ponselnya.

Sementara itu, di tempat Andhika berada, sudah berkali-kali cowok itu mengumpat di dalam hatinya akibat kalah bermain games dikarenakan gangguan cewek yang duduk di sebelahnya.

“Beb, kamu masih belum jawab pertanyaan aku. Kenapa kemarin kamu nggak datang nemuin aku di taman kota? Kamu tau nggak aku capek nunggu kamu, udah mana kepanasan juga.”

Oh, jadi karena itulah mengapa Nanda mengganggu Andhika di waktu jamkos—waktu dimana para murid akan menikmati setiap kegiatan yang diluar jam belajar mengajar dengan kegiatan yang unfaedah maupun berfaedah.

“Beb, jawab dulu.” Karena pertanyaannya tidak juga dijawab oleh Andhika, Nanda dengan terpaksa langsung merebut ponsel yang digenggam Andhika. Membuat si pemilik langsung mengumpat.

“Ah, shit! Gue udah hampir menang, gila!” omel Andhika. Masa bodo dengan dia yang mengeluarkan kata-kata kasar. Cowok itu sudah terlampau kesal dengan cewek di sebelahnya. 

“Kali ini aku maafin kamu karena udah ngomong kasar di depan aku. Tapi aku masih butuh pertimbangan dengan kesalahan kamu yang nggak mau datang nemuin aku kemarin.” Nanda memasukkan ponsel Andhika ke dalam saku rok, lantas menatap Andhika dengan mimik serius. “kenapa kamu nggak dateng kemarin? Apa kamu menganggap omongan aku di atap sekolah waktu itu hanya sebagai omongan belaka?” tanya Nanda.

Dan Andhika hanya diam sembari matanya terus menatap kedua bola mata Nanda yang memancarkan sinar kemarahan, meski cewek itu berusaha menyembunyikan, namun tetap saja Andhika mengetahuinya.

“Jadi benar, kamu menganggap omongan aku hanya sebuah candaan?” Lalu Nanda berdehem untuk menetralkan suaranya yang terdengar sedikit serak. “kenapa? Kenapa kamu beranggapan kayak gitu, hm?” tanya Nanda lagi.

Andhika's Girlfriend [Completed] Where stories live. Discover now