23 : sebuah kebetulan.

2.9K 126 15
                                    

Author POV

"—TAKKAN KULEPASKAN KAU, BURONAN!! BERANINYA MENCULIK SEORANG WANITA!!"

Suara teriakan, raungan, dan langkahan kaki terdengar jelas di sebuah hutan yang berjarak dua puluh tiga kilometer jauhnya dari pusat kota Bratsk. Malam hari yang sunyi dan tenang, telah terganti bagaikan terompet dibunyikan di tengah gelapnya hari.

Keringat, peluh, dan rasa khawatir memenuhi seluruh batang tubuh seorang penyihir tua yang menyandera wanita berwajah manis atas perintah sahabatnya. Ia kini tengah di kejar seekor hewan karnivora berkaki empat—serigala yang dapat berbicara dan memiliki warna bulu yang abnormal. Raungannya membuat kakinya tak dapat berhenti berlari mengarungi hutan yang gelap nan menyeramkan.

Pandangannya sangat sempit, ia tak dapat melihat dengan jelas apa yang ada di depannya. Apakah itu jurang? Apakah itu sungai? Atau yang lebih buruk, jalan buntu? Lelaki itu tak sempat memikirkannya—yang terpenting ia harus segera bersembunyi dan jejaknya hilang dari mata tajam sang serigala.

Tangan kanannya diayunkan kearah belakang, "Libere magusto; pheonix!"  Ucapnya mengeluarkan sihir api berbentuk burung yang menghempas kearah belakang. Ia cukup lega karena ledakannya yang dahsyat meluluhlantahkan beberapa pohon di belakangnya.

"Kurasa ini sudah cukup jauh."  gumamnya sedikit lega. Ia melompat keatas dahan pohon dan meletakkan wanita itu untuk bersandar sejenak, wajahnya yang manis berubah menjadi kebiruan dan menjadi pucat. Penyihir itu berpikir ia kelelahan atau sejenisnya. Yah, meskipun ini adalah malam terakhir di musim dingin. Tetap saja dingin.

Ledakan barusan memang sangatlah kuat menghancurkan. Namun, tidak bagi sang serigala, ia hanya tertawa seakan mengejek dan melewati api yang berkobar begitu saja. Walau seluruh bulu birunya yang tebal berubah menjadi hitam legam akibat terbakar si jago merah.

"Heh. Hanya itukah kemampuanmu, penyihir payah?" hardiknya meremehkan.

Bukannya marah akan ejekan sang serigala, penyihir tua itu justru malah tertawa, "Bodohnya sampai keujung kaki, apa kau tak melihat jika sekujur tubuhmu sudah terbakar?"

"Tch! Diamlah! Akan kucabik-cabik dirimu karena menculik dan membunuh para wanita!!" geramnya.

"Oh," ucapnya membuka tudung kepalanya, tampak seorang lelaki yang bertelinga runcing dam memiliki gigi taring yang lebih panjang dari seekor serigala manapun, Max—sang penyihir iblis, "Begitukah?"

Sang serigala terkejut bukan main, bola matanya yang runcing tak dapat berhenti bergetar dan detak jantungnya terus berdegup kencang dan keringat dingin terus turun menunjukkan gejala ketakutan. Ia memutuskan untuk berubah kembali menjadi manusia. Kini,
Tampak seorang pemuda tak begitu jangkung dengan warna bola mata yang berbeda antara kanan dan kiri. Seorang hybrid werewolf dan vampir, Arthur.

Lelaki itu melihat dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tak salah lagi. Ia adalah seorang penyihir iblis yang amat langka. Dengan kemampuannya sekarang Arthur takkan menang dihadapannya. Akan tetapi, ia membutuhkan wanita itu untuk membawanya kembali ke kakaknya. Bagaimana ini?

°•~•°

Flashback.

Teresa POV, 6 tahun lalu.

Hujan deras menghantam diriku. Aku tak dapat bernapas dengan dengan baik, sekujur tubuhku tak dapat digerakkan. Yang kulihat hanyalah kegelapan yang siap mengendalikanku. Tolong. Siapapun tolong aku. Aku tak mau mati. Aku merindukan ayahku, aku merindukan ibu, aku merindukan Luke. Tolong.

Seberapa dalam ini? Seberapa gelap ini? Apa aku sudah dilupakan? Tak kusangka air mataku masih bekerja, teruslah mengucur. Walau hujan ini membuatnya tercampur, aku tak peduli. Kumohon. Siapapun.

Yang dapat kulihat hanyalah sosok lelaki itu, lelaki yang baik hati, mengapa kau tak datang? Tolong aku, kau sudah berjanji akan terus bersamaku, bukan? Mengapa kau tak menepati janjimu? Perlahan bayanganku terhadapmu menghilang, aku tak dapat mengingat namamu, aku tak dapat mengingat wajahmu, candaanmu.

Telingaku masih dapat berfungsi, suara rintik hujan yang membasahi pepohonan, tanah, dan—suara raungan. Suara raungan? Siapa dia? Dia mau membawaku pergi kemana? Apa itu kau?

Bukan.

Warna matanya berbeda, ia lebih gagah dan besar. Apakah ia seorang Alpha? Mengapa warna antara mata kanan dan kirinya berbeda? Entahlah. Aku tak lagi bisa mengingatnya. Kuharap ia adalah orang yang baik. Sampai kegelapan benar-benar menguasai diriku.
.

.

.

.

"—Teresa!! Apa yang telah terjadi?!"

"—Oh! Anakku?! Cepat panggilkan dokter!!"

.

.

.

"—kepalanya terbentur keras, ada apa sebenarnya? Siapa yang membawanya hingga kesini? Bukankah ia ada di Moskov?"

"—ia terkena amnesia sebagian, kuharap ia tak melupakan kalian."

Aku tak lagi mengingat kejadian tempo lalu, apapun itu. Yang kuingat hanyalah orang tuaku. Apa aku pernah melakukan perjalanan ke Moskov? Aku hanya mengingat sedang tertidur di kamarku. Apa semua itu hanyalah mimpi? Lalu mengapa ada bulu biru ini di tanganku? Halusinasi? Mengapa air mataku turun sendiri?

Terdengar suara pintu kamarku yang diketuk dan muncul mereka, senyumanku langsung tampak dan memeluk mereka dengan erat.

"Ayah. Ibu, aku menyayangi kalian."

to be continued.

Satu persatu misterinya terungkap. Hohoho.

Btw, kalau kalian ngerasa bagian Flashbacknya aneh bilang ya!

See ya.

27/03/2020


The Bastard Alpha [Story#1 Zegna.]Where stories live. Discover now