[Chapter Nineteen]

3K 161 29
                                    

Followers.
•_____________________•

Author POV

WARNA merah dan jingga mulai menguasai langit Rusia. Terlihat sang bulan purnama telah muncul untuk menggantikan posisi sang mentari--diikuti oleh bintang-bintang yang berkilauan--digambarkan mirip seperti lukisan milik Vincent Van Gogh, The Starry Night. Makhluk di bawahnya, manusia juga turut serta menerangi malam. Lentera modern--lampu pijar menghiasi dataran Rusia mengalahkan para bintang di langit. Malam ini adalah malam terakhir musim dingin, Sabat bulan pertama di awal tahun. Ditandai oleh temperatur yang menghangat, bunga-bunga yang bermekaran, disertai para hewan yang bangun dari tidur hibernasinya.

Seekor serigala berbulu biru gelap turut campur meramaikan malam dari balik bangunan komersil. Di tengah penuh sesaknya para manusia malam beraktifitas, ia sedang menyantap makan malamnya--makan malam yang paling buruk menurutnya. Serigala itu menggerogoti setiap bagian roti pepperoni besar bertekstur keras dengan teramat rakus, tak terbayang seberapa laparnya melahap habis roti besar itu--seperti disuguhi makanan para dewa dan tak mau melewatkannya. Kendatipun makanan berasal dari sampah, ia tak peduli--sama sekali tidak. Terbukti makannya yang sangat cepat--secepat lari seekor citah mengejar mangsanya.

Selepas menyelesaikan makan malamnya yang buruk, sang serigala--Arthur pun memutuskan melanjutkan pencariannya terhadap jejak-jejak bara gadis kesayangan kakaknya. Namun sebelum kembali mencari, Arthur ingin bermain sebentar dengan seorang buronan polisi dari kertas yang tertempel di dinding bangunan komersil. Oh, tentu saja--Arthur positif mengetahui jelas bau, postur, dan wajah buronan itu dan akan sangat puas jika dapat membawa potongan kepalanya kepada pihak kepolisian setempat. Jiwa predatornya terang--tak ingin melewatkan kesempatan manis ini, semangatnya membara layaknya api yang berkobar.

Tunggu. Bau?

Entah keberuntungan atau tidak--sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui. Arthur turut merasakan bau yang tak asing dari pakaian yang dikenakan buronan itu, bau seorang perempuan--pikirnya. Sesungguhnya ketika lelaki berkulit putih ini tak sengaja menabrak, aroma parfum merekah di hidungnya--patutnya keju busuk yang tajam. Ya, aroma yang sama pada busana yang ditunjukkan oleh Luke pada pertengahan musim dingin lalu.

"Tak kusangka, pertemuan tak disengaja itu membuahkan hasil," gumamnya senang, "Dan kurasa aku harus kembali... menuju tempat di mana kami saling bertabrakkan." tandasnya seraya berjalan dari gang sempit bangunan komersil menuju kembali ke hutan.

〰〰〰〰〰

"Be-berdua??"

Max hanya menanggapi gadis bersurai cokelat itu dengan anggukan malasnya, seraya melepaskan perban yang melilit tubuh kecilnya. Luka yang diperbuat lelaki berkepala dua itu kontan lekas pulih. Kendati masih terlihat bekas sayatan pisau dan cambukan pencambuk.

Jujur, ia sudah tak tahan dengan gadis menyebalkan ini--kemana pun Max pergi, Teresa selalu mengikutinya--ibarat anak itik dan induknya. Dapur, ruang tamu, ruang kerjanya--dapur lagi, ruang tamu lagi, namun tidak untuk kamar mandi. Akan tetapi, hal ini harus dilakukan olehnya. Mengingat, terdapat sebuah perihal yang mengganjal di otaknya mengenai gadis keluar keringat kering ini--Teresa. Ya, berkenaan kalung yang dikenakan gadis itu. Bagaimana bisa kalung milik ibu sahabatnya itu, bisa berada di leher Teresa? Adakah bagian dari peristiwa lama yang ia belum ketahui selama ini? Layaknya kehilangan satu potongan puzzle yang hampir selesai dan ternyata potongan itu sudah hilang ditelan bumi.

"Ka-kau ingin mempertemukan aku dengan si-siapa?" tanya Teresa kebingungan.

Mendengar pertanyaan tersebut, Lelaki berbadan jangkung itu hanya menautkan salah satu alisnya. Ia sangka Teresa tahu kalau penyihir tua ini ingin mempertemukan dirinya dengan sahabatnya--Zack, rupanya tidak. Yah, Max tak begitu heran. Sebab dia sendiri pun belum memberitahunya, bukan?

"Nanti kau juga tahu." balasnya dengan santai seraya mengepak perlengkapan yang harus dibawa.

"La-lalu apakah kita harus berangkat sekarang?" tanyanya lagi.

Max hanya menghela napas, "Ya."

"Tap-tapi ini sudah malam, bukan?"

Sekali lagi, Max membalasnya dengan sabar, "Ya, nona Teresa."

"Tap-tapi---"

Tak mau berangan-angan panjang, Max kontan menarik Teresa keluar dari persembunyian yang ia buat. Meskipun, ini adalah malam terakhir musim dingin, lelaki itu tak mau ambil repot--jika tiba-tiba Teresa terserang flu. Maka dari itu, Max memberikannya sebuah kain panjang berbahan wol domba, hingga seluruh badan gadis ini tak akan sakit dan terpampang jelas oleh orang lain.

Bagai duri dalam daging memang, demi memecahkan kasus kalung itu--bahwasanya, ia telah mengkhianati Zack, tak menepati janjinya untuk menghabisi Teresa--padahal ia benar-benar tak bermaksud untuk berdusta kepada sahabatnya itu. Demi menyelesaikan semuanya, ia harus menemui Alpha Redmoon Pack itu. Masa bodoh, apa yang akan dikatakan oleh Zack ketika mereka berdua sampai di packnya. Disemprot sudah pasti. Akan tetapi, bagaimana jika di penjara atau bahkan lebih buruk--di hukum gantung diri? Max hanya menggantang asap.

"Ak-aku sudah lelah," tutur seorang gadis di belakangnya tertatih-tatih. "Ta-tak bisakah kita beri-istirahat terlebih dahulu?"

"Ayolah! Kita baru setengah jalan!" hardiknya sambil berdecak dan memutar kedua bola matanya.

"Ak-aku kan perempuan! Kau it-itu lelaki!" teriaknya yang menggema.

Lantas, lelaki penyihir tua itu kontan menutup mulut Teresa dengan cepat. Ia melirik ke segala arah, memperhatikan seluruh detail hutan--layaknya seekor ular yang merasa terintimidasi. Max mendengus kesal, gadis ini bukan main menyebalkannya, hampir saja lelaki berambut cokelat itu ketahuan. Max sendiri memang tahu jika dirinya adalah seorang buronan dan jika para polisi itu melihatnya bersama seorang gadis maka kesalahpahaman pun akan terjadi.

Namun, ia salah.

Max telah melewatkan satu hal.

"Well. Di sini kau rupanya, Tuan Lazlo Maxrange. I found you."

Tbc.

This is my first, baku chapter XD

Chapter klimaks kali ini akan dibagi dua chapter. Yaitu 19 dan 20.

So what do you think about my new narration?

29/06/2019

The Bastard Alpha [Story#1 Zegna.]Where stories live. Discover now