[Chapter Nine][Teresa POV]

6.4K 450 57
                                    

•[khusus Archard & Teresa >-<]

Happily.
•__________________________•

Teresa POV

Aku tak tahu berada di mana. Aku tak tahu bagaimana caranya aku bisa di sini. Dan aku juga tak tahu bagaimana bisa seseorang yang tak kukenal menggendongku entah kemana.

Dan anehnya, aku sama sekali tak berontak. Entah mengapa aku hanya diam saat di gendong olehnya. Dan ia menempatkan kepalaku tepat di dadanya yang bidang. Merasakan detak jantungnya tenang dan lembut, Eh. mengapa aku jadi begini?!

"Emm.. tu-tuan, ak-aku bisa berjalan sendiri. Tu-tuan tak perlu menggendongku." ucapku dengan penuh malu.

Dia tak menjawab. Ini orang bisu atau apa sih? Dari pertama ia mengangkatku sampai menuruni tangga, dia tetap diam. Rasanya ingin kucubit karena kebisuannya, karena jujur saja aku penasaran dengan suaranya. Eh, wait.
Ada apa denganku?!

"Tu-tuan, aku-" ucapanku terpotong oleh suaranya yang cukup berat dan tegas, "Tak apa. Lagipula kau juga senang bukan?"

Dengan sekali ucapannya itu, membuatku tersipu malu. Sebenarnya ada apa denganku? Dan mengapa dia bisa tahu kalau aku juga senang di gendong?! Apakah dia seorang penyihir?

"Nah, kau belum makan bukan? Ayo kita makan. Nanti akan kusuapi." ucapnya dengan lembut dan tempo yang indah. Kuakui, suaranya memang indah. Dan juga menenangkan. Bercampur dengan sifat lembutnya juga.

Tunggu-tunggu Teresa. Jangan terlalu mempercayai orang yang tak kau kenal. Walaupun di depan sebenarnya ia terlihat baik, bukan berarti di belakangnya baik juga bukan?

Suara perutku memecahkan lamunanku yang membuatku kembali tersipu di hadapannya, dan membuat dirinya terkekeh melihat tingkahku, "Jangan tertawa! Hmph!" ucapku kesal sambil mengembungkan pipiku.

Ia terus-menerus terkekeh. Dan entah kenapa tubuhku bergerak sendiri untuk memukul dadanya yang indah, "Jangan tertawa! Jangan tertawa! Jangan tertawa!" ucapku dengan penuh kekesalan dan terus menerus memukul dadanya.

"Ah? Iya iya. Maafkan aku, sayang. Abis kau lucu saat tertawa." ucapnya sambil menoel pipiku yang tembam.

Apa?! Sayang?! Dengan sigap aku langsung memberontak minta di turunkan oleh tangannya yang begitu kekar dan terpahat dengan begitu sempurna.

Enak saja dia memanggilku seenaknya dengan menggunakan kata "sayang" dasar lelaki murahan!

Aku langsung di turunkan olehnya dengan perlahan dan tenang. Untuk kesabarannya memang patut dipuji oleh gadis cacing kepanasan seperti diriku.

"Ada apa? Apa aku salah jika memanggilmu sayang? Atau kau ingin yang lain? Seperti honey, bunny, sweety." sungguh. Baru pertama kali diriku melihat seseorang yang penuh kesabaran dan kerendahan hati seperti dirinya. Tapi, entah mengapa aku tetap tak bisa menganggapnya orang jahat.

Aku tak bisa menjawab pertanyaannya. Kurasa dia menang telak. Jujur, aku sebenarnya memang suka jika dipanggil dengan kalimat manis seperti itu. Tapi, mama bilang itu hanya kalimat manis yang dibalut kepahitan.

"Jadi tak apa bukan jika ku panggil sayang?" ucapnya dengan lembut.

Aku hanya memperhatikan wajahnya dengan menatapnya, melihat pupilnya yang berwarna merah terang. Wait. Merah terang? Apa dia keturunan werewolf langka? Tapi aku tak dapat merasakan aura werewolf pada dirinya.

"Emm.. tuan werewolf bermata merah, ah bukan. Tuan bermata merah. Seb-sebenarnya aku ada di mana?" tanyaku dengan gugup dan memainkan jariku.

Dia terdiam sejenak, apa dia akan marah jika kupanggil tuan bermata merah? "Di kastil kita." balasnya dengan cepat.

The Bastard Alpha [Story#1 Zegna.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang