Reygan tersenyum. "Tiga hari doang kok. Nanti aku langsung pulang kerumah."

"Iya. Ini memangnya kamu dimana?"

Reygan berdeham, "Di Singapura. Deket kan?" katanya sambil tertawa kecil.

"Jauh."

Reygan tertawa. "Aku tutup dulu ya, kamu dirumah aja, jangan kemana-mana. Jangan nakal. Oke?"

"Oke."

Reygan mengangguk. "Bye. I love you."

Jennie mengulum bibirnya, astaga padahal ini bukan kali pertama Reygan mengatakan kalimat itu. Tapi tetap saja rasanya berdebar dan deg-degan. "Me too."

*****

Jennie turun dari taksi online yang dipesannya, karena Reygan melarangnya untuk berpergian menggunakan mobil sendiri. Dan, menyuruhnya untuk menggunakan taksi online saja.

Kaki Jennie melangkah ke arah ruang dosen pembimbing, dan ternyata disana kosong, padahal dia sudah membuat janji dengan dosen itu. Jennie mengetikkan pesan kepada dosennya, dan menunggu beberapa saat didepan ruangan itu.

"Jennie?"

Jennie mendongak ke arah suara yang memanggilnya, dan ada Ardan disana tersenyum ke arahnya. "Lo ngapain?"

Ardan duduk disebelahnya. "Gue remed. Terus sama ada beberapa matkul yang belum tuntas. Lo skripsi?"

Jennie mengangguk. "Iya."

Keduanya diam, tapi Jennie merasa tatapan Ardan yang begitu lekat terhadapnya, membuatnya risih. "Lo kenapa liatin gue segitunya?"

"Gue mau tanya sesuatu. Lo keberatan nggak?"

Jennie menatap Ardan, sambil mengangkat alisnya. "Mau tanya apa?"

"Emm, tempo hari lalu. Gue lihat laki-laki agak sedikit lebih dewasa dari kita, keluar dari kamar mandi ujung. Dan nggak lama lo keluar dari sana...kalian ngapain?"

Badan Jennie menegang. Astaga. Kenapa bisa Ardan melihatnya? "G--gue..."

Ardan menyampingkan badannya, menghadap Jennie, dan menatapnya. "Kalian ngapain disana Jen?"

Jennie menunduk.  "Gue nggak ngapa-ngapain. Kok lo bisa mikir gitu ke gue?"

Ardan mengangkat dagu Jennie agar menatapnya. "Siapapun yang lihat kalian berdua dari kamar mandi, pasti mikir yang sama kaya gue. Mending, lo jujur."

Jennie menunduk lagi, memilin jari-jarinya. Lalu menggeleng. "Nggak. Gue nggak ngapa-ngapain."

Ardan menggelengkan kepalanya. "Lo kaya ketakutan. Cerita sama gue, janji ini jadi rahasia. Tapi, lo harus jujur."

"Jennifer Alasya?"

Keduanya mendongak, ketika mendengar suara berat itu, dan melihat dosen tua berdiri disana, sambil menatap keduanya. "Iya Pak. Saya. Jadi, sudah bisa konsultasi Pak?"

Dosen itu mengangguk. "Silahkan masuk. Dan, Ardan tugas penggantinya kirim email saya saja 45 menit dari sekarang."

Ardan berdiri dan mengangguk. "Baik Pak." katanya sambil menggaruk pelipisnya.

Hi, Captain! [COMPLETED]Where stories live. Discover now