Love #31 Bertambah Parah

342 36 16
                                    

Lava segera dibawa ke rumah sakit begitu pulang dari pantai hari itu. Ara sudah mengabari Tante Lily sehingga Lava dapat ditangani dengan secepatnya. Yah walaupun cowok itu sedikit kebingungan kenapa dirinya dibawa kesana karena ia merasa baik-baik saja.

Kata Dokter Andra, penyakit Lava kemungkinan sudah bertambah parah. Dan jika terus berlanjut bisa saja Lava perlahan-lahan akan benar-benar kehilangan ingatannya. Namun itu juga belum pasti karena diagnosa atas penyakit Lava masih belum bisa dipastikan. Ada beberapa perbedaan gejala yang membuat dokter sedikit kesusahan karena mereka tak bisa asal mendiagnosa. Jadi masih ada harapan kalau penyakit Lava tidak separah yang dibayangkan.

Sejak keanehan Lava itu, Ara jadi ekstra protektif memantau segala aktivitas Lava. Apabila ada hal-hal aneh kembali terjadi ia segera menghubungi Tante Lily. Begitu pun dengan Orion. Saat tak bersama dengan Ara, Orion lah yang bertugas menjaga Lava.

Lava memain-mainkan jari-jemari Ara yang ada di genggamnya. Wajahnya sedikit cemberut lantaran kesal karena ibunya akhir-akhir ini sering membatasi kegiatannya.

Lava tak pernah lagi keluar malam. Yang dilakukannya hanya diam di rumah sembari melakukan movie marathon. Terkadang ia juga menghabiskan malam dengan video call-an bersama Ara atau teman-temannya. Jika terlampau bosan ia bisa bermain game sampai 6 jam nonstop dari sore sampai tengah malam.

Pulang sekolah pun ia harus langsung pulang. Tak ada yang namanya nongkrong, hang out dan sebagainya. Kerja kelompok pun harus dilakukan di rumah Lava. Hidup Lava sudah seperti anak gadis yang sedang di pingit sebelum menikah.

"Kenapa?" tanya Ara memandang Lava dengan lembut.

"Bete, bosen, kesel," jawab Lava tanpa tenaga.

"Sama gue?" tanya Ara lagi.

"Bukan," jawab Lava secepat kilat, "Sama nyokap. Gue ngerasa kaya anak gadis aja dilarang ini itu," lanjutnya.

"Lebay, ih," goda Ara.

Lava memutar bola matanya, "Ya masa mau jalan bentar aja gak boleh. Padahal biasanya juga gak kaya gini. Semenjak check up gue yang terakhir, nyokap gue jadi over protektif banget. Padahal kata dokter gue baik-baik aja," oceh Lava.

"Uuhh," Ara mencubit kedua pipi Lava, "Gemesin banget yang lagi ngomel. Kaya anak kecil loh."

"Gue bukan anak kecil," Lava melepaskan tangan Ara dari pipinya lalu menggenggam tangan itu.

"Iya deh," ujar Ara mengalah. Ia lalu merebahkan kepalanya ke bahu Lava mencari posisi ternyaman.

"Apa gue sebenarnya punya penyakit parah terus hidup gue gak lama lagi kali ya? Mungkin aja kan?" tanya Lava dengan polosnya.

Ara mendelik tajam mendengar ucapa Lava, "Kok lo ngomong gitu sih. You're fine, Lava," ujar Ara berusaha meyakinkan cowok itu. Padahal dalam hati ia sendiri tak yakin dengan omongan. Setidaknya itu yang Ara harapkan.

"Tapi kalo umur gue beneran pendek, gue pengen mati di pelukan lo, Ra."

Lava menatap Ara dengan intens. Di lain pihak Ara sudah setengah mati menahan agar matanya tidak berkaca-kaca. Ia tak ingin ucapan Lava menjadi kenyataan. Terlalu menyakitkan jika Ara harus benar-benar mengalaminya. Ia tak ingin Lava pergi. Terlalu cepat baginya karena ia saja baru menyadari perasaannya ke cowok itu.

"Ra, gue punya bebek loh."

Ara menautkan alisnya menatap Lava, "Lo melihara?"

Lava menggeleng. Ia lalu mengambil selembar kertas dari dalam tas sekolahnya dan memberikannya pada Ara. Ara membuka kertas itu dan melihat angka '0' besar yang ditulis dengan tinta merah. Ara membaca sekilas isi kertas itu yang ternyata adalah lembar jawab ulangan kimia milik Lava.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 20, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ERROR : Love Or Lies [Revisi-Ongoing]Where stories live. Discover now