Lies #30 Perasaan Ara

1.3K 142 50
                                    

Hembusan angin dari pendingin ruangan menerpa kulit Ara begitu ia memasuki perpustakaan sekolah. Mata melihat sekeliling dan tak didapatinya satu pun manusia di ruangan ini selain dirinya. Baik pengunjung maupun penjaga perpus. Sepertinya penjaga perpus sedang keluar.

Ara duduk tepat di bawah pendingin ruangan berniat untuk tidur sejenak. Ia memiliki waktu setengah jam. Saat ini sedang jam istirahat dan ia tak berada di kondisi di mana mengharuskannya untuk pergi ke sana. Singkatnya Ara tak lapar. Jadi ia putuskan untuk berada di sini.

Namun sebenarnya ada alasan lain bagi Ara tak ingin pergi ke kantin. Saat ini sepertinya ia belum bisa menemui Lava. Sejak kejadian kemarin, mereka berdua hilang kontak. Lava tak sekalipun menguhubungi Ara, dan ia tak berani menghubungi Lava duluan karena ia rasa Lava pasti tak ingin diganggu. Keduanya seperti tidak saling mengenal dan tak punya hubungan apa-apa.

Ara bisa apa? Sejak kemarin perasaannya terus saja gelisah dan dirinya tak dapat tenang. Aktivitas yang ia lakukan hanya bisa mengalihkan perasaannya untuk sejenak. Ujung-ujungnya ia kembali merasa seperti itu.

Ara merebahkan kepalanya seraya menghela napas. Pikirannya terus berkeliaran ke sana kemari tak tentu arah. Bahkan di tempat sesepi ini ia masih tak bisa tenang. Lava dan hanya Lava yang mengisi pikirannya di mana dan kapan saja.

Kriettt

Ara mendongak begitu mendengar suara pintu yang terbuka. Matanya membulat dan tubuhnya menegang saat mendapati Lava lah yang sedang berjalan memasuki perpus dengan setumpuk buku di tangan cowok itu.

Ia terdiam sembari terus mengamati pergerakan Lava. Entah sengaja atau tidak, cowok itu seolah tidak merasakan kehadiran Ara padahal mereka berada di ruangan yang sama. Lava terus saja melakukan pekerjaannya seolah-olah ia hanya seorang diri di tempat itu. Hingga akhirnya Lava benar-benar selesai dengan urusannya dan bersiap keluar.

Ara panik. Ia rasa ini saat yang tepat untuk berbicara dengan Lava, tetapi ia tak tahu bagaimana cara menahan cowok itu.

Sampai akhirnya tanpa sadar Ara berjalan mendekati Lava dan memeluk cowok itu dari belakang tepat saat Lava baru saja memegang knop pintu. Wangi tubuh Lava yang ia rindukan langsung menyeruak ke indra penciuman Ara.

Ara diam, Lava pun diam. Waktu seolah terhenti saat itu dan semua terasa begitu lama. Hanya detakan jantungnya yang semakin cepat.

Ara mengeratkan pelukannya tanpa ada niat untuk melepas. Ia sendiri tak mengerti kenapa ia bisa sampai seperti ini dan ia tak peduli bagaimana reaksi Lava nantinya. Ia hanya tak ingin terus-terusan merasa gelisah. Ia tak ingin merasa tersiksa lebih dari ini. Kalau bukan sekarang, kapan lagi?

"Lava maafin gue," Ara menggigit bibir bawahnya, "Gue sayang lo. Gue cinta lo, Lav," ujar Ara pada akhirnya setelah terdiam cukup lama.

Ara sudah mempertaruhkan seluruh keberaniannya. Ia telah jujur dengan perasaannya sendiri. Harapannya, semoga semua belum terlambat. Semoga ada kesempatan untuk memperbaiki semua.

Lava melepaskan kaitan tangan Ara yang melingkari tubuhnya. Ia berbalik menatap Ara yang kini tertunduk dengan wajah yang penuh linangan air mata. Tangannya terangkat menyentuh wajah Ara lalu mengelap air mata di wajah cewek itu yang terus berjatuhan.

"Gue tau gue gak akan pernah bisa marah sama lo, Ra. Karna gue jauh lebih mencintai lo," ujar Lava yang lantas saja membuat Ara mendelik tak percaya.

Lava segera menarik Ara ke dalam dekapannya. Memeluk cewek itu erat seraya mengecup puncak kepalanya penuh kasih. "Gue sayang lo, Ra."

Ara membalas pelukan Lava tak kalah erat. Ia menenggelamkan wajahnya di dada bidang Lava mencari posisi ternyaman. Menikmati setiap detik dalam pelukan Lava. "Gue juga sayang lo."

ERROR : Love Or Lies [Revisi-Ongoing]Where stories live. Discover now