Lies #28 Pernyataan Perang

1K 137 28
                                    

Kian hari Alvan semakin gencar mendekati Ara. Bahkan sekarang ia mulai berani melakukannya secara terang-terangan tak peduli bagaimana reaksi Lava. Mulai dari makan siang bersama sampai mengantar Ara pulang. Bahkan Lava pernah mendapati Alvan tengah menghampiri kelas Ara di jam kosong.

Lava bukannya tidak cemburu. Sudah jelas sekali ia sangat terbakar amarah. Tetapi ia masih berusaha menahannya. Ia ingin melihat sejauh mana pergerakan Alvan. Apa benar mereka hanya sebatas teman atau mungkin Alvan mengharapkan lebih dari Ara.

Hubungan Lava dan Ara masih baik-baik saja. Tetapi terkadang Lava sering susah menghubungi Ara baik telpon maupun chat. Waktu kebersamaan mereka juga sedikit berkurang jika dibandingkan biasa. Lava sebisa mungkin mengerti situasi saat ini. Ia tak ingin Ara merasa terusik jika ia bertingkah menuntut ini itu dari gadisnya itu.

Namun sepertinya hari ini Lava sudah tak kuat lagi menahan api kecemburuannya. Mendengar kabar burung yang beredar di luar sana membuat kobaran api dalam jiwanya semakin membara. Bagaimana tidak.

Alvan menyukai Ara.

Belum ada lima menit kabar itu beredar, Lava kini sudah berada di koridor jurusan IPS. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah kelas Alvan. Para murid yang melihat kehadiran Lava tentu saja bertanya-tanya. Entah berita itu benar atau tidak, Lava tidak peduli.

Kebetulan sekali orang yang Lava cari sedang nongkrong di depan kelas sehingga Lava tak perlu repot-repot masuk ke kelas.

"Bisa ngomong sebentar?" tanya Lava yang sudah berdiri dua meter di hadapan Alvan.

Alvan yang merasa dirinya lah yang Lava maksud lantas berjalan mendekati Lava yang sedang menatapnya dengan dingin.

"Lo ke sini nyari gue? Mau ngomong apa?" Alvan mengangkat sebelah alisnya seolah tak takut dengan tatapan Lava.

"Mulai sekarang berhenti deket-deket Ara," ujar Lava tanpa basa-basi.

Alvan mengerutkan keningnya, "Kenapa emangnya?"

"Lo tau kan Ara itu pacar gue." Lava melipat kedua tangannya di atas perut. Matanya masih menatap tajam ke sosok lelaki di hadapannya yang terlihat tak takut sama sekali dengan perkataannya.

"Lah terus?" Alvan berkacak pinggang, "Baru juga pacaran. Berarti gue masih bisa kan deketin Ara."

"Maksud lo!" Lava maju selangkah dengan tangannya yang terkepal. Setengah mati ia berusaha menahan agar tangannya tidak bergerak mencengkeram kerah baju lelaki di hadapan.

Alvan terkekeh, "Dengar ya, lo emang pacaran sama Ara. Tapi apa Ara beneran sayang sama lo?"

Lava menunjukan evil smirk nya, "Pertanyaan lo terlalu gak bermutu. Udah jelas gue pacaran sama Ara. Buat apa lagi mempertanyakan apa Ara sayang sama gue atau enggak?" balas Lava penuh kemenangan.

Tapi begitu melihat ekspresi Alvan yang berubah sedikit misterius, seringaian Lava menghilang seketika. Seperti ada yang aneh.

"Lo yakin? Kalo dia beneran sayang sama lo, harusnya dia nolak waktu gue deketin dia. Tapi ini dia malah kelihatannya oke aja gitu."

"Itu cuma karna dia nganggap lo temen," sanggah Lava penuh keyakinan. Atau lebih tepatnya ia berusaha menanamkan keyakinan di setia kata yang terucap dari mulutnya.

"Temen?" Alvan kembali terkekeh, "Terserah lo nganggapnya gimana. Kenapa gak lo tanya sendiri ke Ara, dia sayang lo atau gak."

Lava mengerutkan keningnya menatap Alvan yang kini melenggang kembali ke tempatnya berkumpul bersama teman-temannya tadi. Lava pun pergi meninggalkan gedung jurusan IPS kembali ke kelasnya.

ERROR : Love Or Lies [Revisi-Ongoing]Where stories live. Discover now