Rumit. Ini sangatlah rumit. Ia bisa dikatakan setres memikirkan apapun yang berhubungan dengan kehidupannya. Kata kata dalam surat itu memanglah mirip dengan apa yang pernah atau bahkan mirip dengan yang Kazu katakan dulu. Hanya saja tulisan tangan itu sangat lain dari biasanya. Mungkin 'si' penulis sengaja membuat font yang berbeda untuk mempengaruhi gadis itu.

"Tadaima."

"Okaerinasai."

"Eh~ Sakuchan, doushitano? Ada masalah kah?"

Saku menggeleng, lalu melangkahkan kakinya kembali ke kamarnya. Tak ada pikiran lain selain tidur. Ia hanya ingin menghilangkan pikirannya tentang siapa penulis surat itu. Dan bagaimana si 'penulis' seolah selalu paham dengan kejadian setiap hari.

Gadis itu langsung membaringkan kasar tubuhnya. Merasakan setiap deru angin dingin yang mrmbuat kulitnya semakin mengigil. Tapi tidak untuk sekarang.

Dia memintaku menemuinya besok

Apa ini sebuah kebetulan? Lantas bagaimana mungkin penulis selalu tau suasana hati gadis itu. Jikapun itu bukanlah Kazu, siapa lagi yang mengirimnya? Tak mungkin jika Yama. Yang bahkan Yama sendiri sosok yang acuh pada setiap gadis.

Di tempat yang sama seperti sebelumnya

Saku kembali pada posisi duduk. Ia kemudian mengambil sebuah buku catatan kecil di dalam laci mejanya dan mengambil sebuah pena. Sengaja ia ingin menuliskan sebuah pesan pada pengirim itu untuk tau lebih banyak apa yang akan terjadi setelah ini.

Jika penulis selalu tau yang terjadi padaku dan kapanpun itu, Maka dia pasti akan membaca pesanku dimanapun itu.

Saku mulai menggoreskan penanya. Menuliskan beberapa kata di sana. Ia menyobek selembar kertas yang barusan ia tulis. Sengaja ia buat menyerupai pesawat agar mudah terbawa angin. Karena jikapun orang itu tak kembali membalasnya, ia akan tetap tau apa yang barusan ia tuliskan di sana.

Sakura POV

Kubuka jendela kamarku lebar. Deru angin semakin kuat. Kukatakan, aku memang sangat kedinginan. Tapi tak apa. Aku bisa menahannya. Yang kupikirkan sekarang hanyalah, apakah penulis itu akan kembali memberiku surat yang sama?

Aku memperhatikan sekeliling. Tepatnya di lantai bawah rumahku. Dari sini, kulihat jelas jika suasana mulai gelap. Mungkin saja takkan ada orang yang menemukan suratku. Tapi bagaimana bisa aku lupa, jika penulis bahkan lebih tau banyak hal dariku.

Kuharap kau akan membaca pesanku

Aku memejamkan mata sejenak. Berdoa dalam hati. Kemudian kudorong kertas itu hingga terbawa angin kencang. Aku terus mengikuti jalan arah pesawat kertasku, ia terus terbang bersama angin malam. Kuharap ia benar benar menyampaikan pesanku pada seseorang.

"Sakuchan, waktunya makan malam." (Itu teriakan haha)

"Ha~i."

"Eh?"

Apa ini?

Ia sengaja mengambil pesawat kertas itu. Selain karena rasa penasaran, kertas yang dibuat juga cukup asing baginya. Ia lalu membukanya, dan menemukan sebuah pesan disana. Coretannya cukup halus. Indah. Entah siapapun yang menulisnya, pasti akan sangat indah. Seindah goresan pena di tangannya.

"Nani are?"

"Biar kubaca."

-Nee, apa kau penulis yang selalu memberiku surat yang sama waktu itu?

"Eh? Bagaimana dia bisa tau?"
"Na, kau memberitahu dia ya? Bagaimana mungkin dia memberikan suratnya ke tangan orang yang benar." Pemuda itu malah sedikit berteriak tepat di telinga seorang pemuda yang sedikit lebih pendek darinya. Jika dikatakan, mereka sedang berjalan bersama saat ini. Namun secara tak sengaja ataupun sengaja, surat itu jatuh tepat di hadapan mereka.

"Mana aku tau. Aku bahkan selalu bersamamu sedari tadi. Mungkin ini hanya sebuah kebetulan." Elaknya. Tentu ia tak mau disalahkan. Terlebih jika ia sendiri tak tau apapun.

-Jika Ya, maka tunjukkanlah dirimu besok. Seperti yang telah kau katakan sebelumnya. Aku hanya ingin memastikan siapa dirimu.

"Benar kan? Dia ingin tau siapa kau, Yama. Kenapa tak langsung bicara saja padanya?"

Pemuda bertitel Yamada itu hanya menghela napas pasrah. Bosan jika harus terus dihadapkan dengan ocehan temannya itu. "Jikapun bisa, sedari dulu akan kulakukan. Tapi, aku tau jika dia akan semakin terluka karenaku."

"Eh?"

Rainy Room - 同 じ 夢 を 一 緒 に 見 た -Where stories live. Discover now