Plakkkk
Satu tamparan keras berhasil mendarat di pipi mungilnya. Wajahnya kembali panas sekarang, bahkan mungkin pipinya telah memerah bekas tamparan itu.
Ia hanya menghela napas pasrah. Sambil pandangannya yang masih tertuju pada seorang bocah laki laki di depannya yang masih menangis tersedu sedu. Tepat, ini membuatnya kehilangan harga diri didepan adiknya. Tapi- dia bukanlah seorang kakak yang lemah.
"Sudah kubilang jangan biarkan kedekatanmu itu menjadikanmu menyukai gadis itu. Ingatlah kalau kau hanya memanfaatkannya." Pria bertubuh besar itu langsung mencengkeram kasar dagunya, lalu menghempaskannya ke lantai diiringi dobrakan kursi di sampingnya.
Lagi, tubuhnya mulai lemas. Jikapun ini waktunya dia harus tinggal nama, itu tak apa baginya. Hanya saja ia takkan pernah melepaskan adiknya bersama pria kejam itu. Sedikitpun, jika nyawa taruhanya dia akan tetap melakukannya asal adiknya bebas. "Aku tau itu. Tapi kini hatiku memilihnya."
Plakkkkk
Lagi, satu tamparan di pipi mulusnya. Perih memang. Mirip seorang pembantai kasar di kehidupannya sejak kedua orangtuanya pergi. "Sekali kau membantahku, jangan salahkan tangan besarku ini menyakiti adik semata wayangmu, Shunsuke Michieda."
"JANGAN SAKITI AKIO!" Teriaknya
"Ingat! Pilihan ada di tanganmu. Jika kau bisa membawa gadis itu kemari, aku akan bebaskan adikmu dan melepaskan semua hutang keluargamu."
"Jangan samakan kebaikanku akan membebaskan adikmu. Aku bisa saja menghabisinya hari ini juga jika aku mau. Tapi sayangnya, aku masih harus memanfaatkanmu Shunsuke."
Pria itu kembali mendekati Michi dengan satu tanganya membawa pemukul dari besi. Tangannya yang lain kembali mencengkeram wajah kecil Michi dan kembali menghempaskannya di tanah.
"Bawa gadis itu dan aku akan membebaskan rantai di kehidupanmu."
Brakkkkkk. Tubuhnya terpental kuat. Bahkan mungkin semua tulangnya tak lagi berfungsi. Darah segar mulai mengalir di hidung dan mulutnya. Malah, pandangannya perlahan mulai kabur. Tak terlihat jelas dengan apa yang akan dilakukan pria itu selanjutnya. "Niichan." Bocah laki laki itu langsung memeluk dan mengelus kepala Michi pelan. Rasa kasihnya takkan pernah hilang selagi kakaknya berupaya menyelamatkan hidupnya.
Michi yang pasrah hanya membalas pelukan hangat itu. Sekilas ia membisikkan sesuatu pada bocah bernama Akio itu. Lalu kembali mengelus kepalanya, sebelum pada akhirnya beberapa preman menyeret kasar adiknya.
"Aku pasti menyelamatkanmu, Akio."
Michi hanya terbaring lemas di tempatnya. Bahkan ia tak ingin berpindah sekarang. Apa daya nya yang hanya bisa memohon pada pria itu membebaskan adik kecilnya. Jika saja kedua orangtuanya tak meninggalkan sedikitpun utang, mungkin adiknya takkan menjadi taruhan. Dan lagi- apa urusanya membawa gadis itu kedalam masalahnya jika ia sendiri tak pernah tau satu urusan dengan pria itu?
▪
Hiro POV
Aku memang masih stay di kamar adikku. Dan kupikir dia telah tidur lelap, jadi takkan ada lagi penganggu kan?. Lagipula aku juga belum mengantuk meski jam menunjukkan pukul tengah malam. Malahan, aku masih ingin disini menghabiskan satu episode lagi drama yang aku tonton. Sayang kan, jika aku menjedanya. Aku akan kembali lupa alurnya meski besok kulanjutkan.
Sesekali kulihat Saku yang masih terlelap tidur sambil memunggungiku. Dia tak merasa terusik sedikitpun. Jadi aku bebas disini. Ini juga kamarku dulu, jangan berpikir aku kesini sebagai layaknya penyusup. Ini juga rumahku kok.
"Aaaaaaaa." Entah apa yang terjadi, tiba tiba Saku berteriak dan bangun. Itu spontan membuatku melepas earphone yang kupakai dan beralih mengelus rambutnya perlahan. "Mimpi buruk ya?" Tanyaku pelan. Tapi dia masih mampu mendengarnya, buktinya dia beralih menatapku dengan wajah sendu.
YOU ARE READING
Rainy Room - 同 じ 夢 を 一 緒 に 見 た -
Teen FictionKetika waktu perlahan membuatku melupakanmu, kenangan lama itu semakin terlihat begitu nyata. Dan aku kembali melihatmu di tempat semula. ~Kazuma ■ Bukan berarti aku akan kembali melupakanmu, hanya saja aku tau hatimu bukanlah untukku. ~Sakura ■ Kau...
