~ Part 5 - Fleur ~

Start from the beginning
                                    

"Sepertinya turis juga banyak berkunjung..."

"Tentu saja, setelah kami menyadari, yang membawa turis mengunjungi Kotagede bukan karena modernisasi, tetapi karena kekunoan dan pesan-pesan masa lalu yang terpelihara. Industri perak juga mulai menggeliat, makanan tradisional dan kerajinan tangan khas Kotagede kembali dimunculkan. Ini semua karena ketelatenan bimbingan dari keluarga Dewangga dan Sinuhun Majesty. Kami semua sama-sama bergerak dari yang kecil hingga yang besar, yang besar membantu yang kecil sehingga tercipta laras harmoni yang memberikan aura damai di Kotagede kami yang kecil."

Ardan mendengarkan cerita si bapak penjual sate sembari memperhatikan Isabelle. "Lidahmu bisa menerima makanan itu?"

Gadis itu tersenyum. "Aku bukan turis pemilih, Ardan. Aku hanya anak yatim piatu yang bisa menerima apapun, selama makanan itu bisa dimakan."

Sinar lembayung senja membuat suasana sore yang temaram terasa mendamaikan, Ardan menyukai cara Isabelle berbicara dan bercerita. Sepertinya gadis itu mendapatkan banyak objek menarik yang diabadikannya dengan kamera kesayangannya.

"Nyaris seperti beberapa sudut kota kecil di Italia yang pernah kukunjungi, aku melihat gerbang-gerbang kayu yang bertuliskan tahun yang menandai abad ke tujuhbelas dan delapanbelas, pintu itu masihlah kokoh dan tanaman-tanaman yang menjulur memenuhi tembok membuat seolah waktu terhenti untuk kota ini. Aku akan merindukan kota ini ..." Isabelle memeriksa foto-foto di kameranya. "Di kolam tua tadi, ada kura-kura berusia ratusan tahun, bagaimana dia bisa melewati kehidupan selama itu di sebuah tempat yang begitu membatasi gerakannya? Padahal sebagai manusia, aku selalu berharap bisa menjelajah dunia yang luas...kau tahu, aku merasa diriku seperti siput kecil yang memiliki mimpi besar. Mataku selalu jauh memandang langit nan lapang sementara aku melata di rerumputan dengan beban cangkang yang besar..."

Ardan tersenyum. "Ah, baiklah nyonya, sepertinya kau belum puas melihat langit yang luas, bukan? Habiskan makananmu dan kita akan berkeliling kota, melihat langit malam..."

Isabelle tak tahu apa yang mereka berdua lakukan. Bagai pemburu dan buruan yang mengambil satu hari perdamaian. Dia menikmati membonceng Ardan menggunakan sepeda tua yang banyak disediakan di dekat halte. Walaupun duduk di bagian palangbesi depan terasa tidak nyaman dan dia harus berpegangan pada tubuh Ardan, tetapi setiap tikungan dan polisi tidur justru membuatnya memekik girang.

"Kau sengaja ya?" Isabelle memukul bahu Ardan.

"Pegangan yang erat Isabelle, aku baru mengetahui fungsi lorong-lorong sempit di Kotagede, ternyata untuk dinikmati dengan cara seperti ini..." lelaki itu melirik lengan-lengan ramping yang mengalungi lehernya.

"Apa yang kau lihat?" gumam Isabelle dalam tatapan tajam Ardan.

"Selalu dirimu dan hanya kamu...apakah aku pernah bilang kalau kau sangat cantik?"

"Ya, cantik tetapi mematikan..."

Lelaki itu tertawa. "Kalau begitu, aku bersedia mati dalam pelukanmu, peri! Nah, lihat lorong batu bata itu, kau mau berjalan atau tetap seperti ini melewatinya?"

Isabelle melepas pelukannya dan turun dari sepeda.

"Kurasa kita akan sedikit berjalan-jalan dan mengabadikan keindahannya, sebelum kembali ke dunia nyata."

---

Arjuna Adhibrata menelusuri sumur gumuling dan meraba sebuah celah yang berisi tombol rahasia yang mengkonfirmasi sidik jarinya. Sebuah sepeda listrik menanti dan perlahan dikayuhnya sepeda tersebut menuju arah lorong yang menghubungkan dengan markas rahasia di Vre De Burg. Sesampainya di lokasi, ternyata beberapa personil sudah berkumpul dan cengiran jahil menyambutnya.

US - Beautiful LiarWhere stories live. Discover now