t h i r t y f o u r

660 155 99
                                    

[34]
The Girls in His Family

...

tap the star 🌟

...

BETAPA kagetnya Raja ketika terbangun pukul tiga pagi karena ponselnya tidak mau berhenti berdering.

Remaja itu mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas, matanya ia sipit-sipitkan untuk melihat nama sang penelepon di atas layar.



Mama.




Kata tunggal itu sanggup membuat Raja melompat kaget ke posisi duduk. Sambil berdeham satu dua kali untuk meyakinkan suaranya tidak terdengar serak atau parau, Raja buru-buru mengangkat panggilan telepon itu sebelum dimatikan.

Kesempatan ini datang setahun sekali. Raja tidak ingin mengacaukannya.

Pertama-tama, hanya terdengar suara angin.

Jantung Raja berdegup kencang.

Kapan terakhir kalinya sang ibu menelepon? Raja tidak ingat.

"Halo?" panggilnya lirih.

"Hm," Terdengar suara ibunya bergumam malas dari ujung sana, seperti berbicara dengannya adalah sebuah kewajiban yang tidak menyenangkan. "Raja."

Remaja itu nyaris melompat kala mendengar namanya disebut oleh wanita yang melahirkannya.

"I-iya Ma? Ini Raja!"

Wanita itu menghela napas malas bercampur sebal, sebelum melanjutkan, "Papa kamu titip pesan. Suruh kamu belajar yang benar. Jangan malu-maluin."

Ya Tuhan.

Ini kalimat terpanjang yang pernah dikatakan sang ibu kepadanya.

Sebut saja Raja gila, tetapi remaja itu sedang tersenyum lebar sekarang.

"Iya Ma," katanya menahan senyum. "Raja minta maaf."

"Saya gak butuh maaf kamu. Saya gak butuh apa-apa dari kamu. Papa kamu yang butuh kamu untuk jadi anak yang berbakti sedikit."

Senyum Raja berbanding lurus dengan banyaknya kata yang keluar dari mulut sang ibu.

Semakin banyak perkataannya, semakin lebar senyumnya.

Ia tidak masalah mau itu cacian, makian, umpatan, yang jelas suara sang ibu. Suara yang sungguh ia rindukan.

"Dari ini saja saya sudah bisa melihat pola hidupmu yang malas. Sudah pukul sembilan dan masih belum bangun? Benar-benar tidak patut."

Raja melirik jam dinding di kamarnya. Masih pukul tiga pagi. Langit di luar jendela saja masih gelap.

Tetapi remaja itu hanya terkekeh sebagai balasan, "Maaf, Ma."

"Anak tidak tahu diuntung."

Raja hanya tersenyum tipis. "Maaf, Ma."

"Belajar yang benar kalau kamu masih mau hidup dengan uang ayah kamu," kata sang ibu ketus, kedengarannya hendak mematikan panggilan telepon ketika Raja berseru mengurungkannya.

"B-bentar, Ma!" Remaja itu menggigit bibirnya pelan. Ia ingin berbicara dengan ibunya lebih lama lagi.

"M-Mama... uda makan?"

"Sudah."

"Ohh... makan apa?"

"Apa itu urusanmu?"

Exam Service Provider | 02-04lineWhere stories live. Discover now