t h r e e

1.7K 339 35
                                    

[3]
Signs of Dishonesty

...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

TEPAT pukul sembilan malam, Felicia menyelinap keluar dari kamarnya.

Gadis tinggi itu mengendap-ngendap mendekati pintu kantor ayahnya yang terbuka sedikit, mengintip melalui celah kecilnya untuk melihat situasi dan kondisi, supaya ia tidak masuk pada waktu yang salah.

Sang ayah sedang duduk di belakang meja besarnya seperti biasa, wajahnya terang oleh pendar cahaya dari layar laptop di depannya.

Gurat-gurat tuanya semakin kentara kalau sudah seperti ini, apalagi ketika pria itu mengerutkan kening bingung.

"Pa," panggilnya pelan sambil mengetuk pintu.

Sang ayah menoleh kepadanya dengan raut wajah kaget. Jarang sekali anak perempuannya itu berinteraksi dengannya di luar sekolah, ia mendadak merasa canggung.

"Kenapa, Feli?" tanyanya dengan suara tenang.

Gadis itu berjalan masuk, melangkah pelan menuju kursi di seberang tempat duduk ayahnya itu dan duduk disana. Persis seperti apa yang selalu ia lakukan di sekolah.

"Papa, ada yang mau aku omongin," kata Felicia pelan, dalam suaranya terbersit setitik keraguan.

Sang ayah tanpa sadar menahan napasnya. "Tentang apa?"

"Program K-13 yang Papa mulai untuk tahun ajaran ini," mulai putrinya itu.

Pria itu diam-diam menghela napas lega. Kedua tangannya kembali ia satukan di atas meja. "Iya, kenapa?"

"Guru-guru dikasih semacam lembaran evaluasi kelakuan murid kan? Setelah diisi, lembarannya kan dikumpul ke OSIS supaya bisa dimasukkan ke nilai sikap laporan bulanan," lanjut Felicia berhati-hati.

"Iya," tukas pria itu agak tidak sabaran. "Ada masalah dengan itu?"

"Waktu aku isi daftar nilainya, aku sempat buka database daftar nilai anak kelas sebelas tahun lalu. Papa tahu ada dua orang yang nilai rata-rata rapornya seratus?"

Pria itu tampak berpikir sebentar sebelum menjentikkan jari. "Maksud kamu Arjuna Nareswara sama Raja Mahardika? Ah, anak-anak pintar."

"Iya Pa, aku ngerti kalau pintar, tapi rata-rata seratus?" kata Felicia dengan nada tidak yakin. "Papa rasa itu mungkin? Untuk dapat nilai seratus dari awal sampai akhir untuk setiap ujian?"

"Kenapa engga?" tanya pria itu balik kepada putrinya. "Mereka memang pintar. Sayangnya mereka tidak pernah mau ikut olimpiade nasional, entah mengapa. Tapi kamu juga tahu seberapa teliti guru BK menggeledah barang kalian sebelum masuk aula ujian."

"Aku tahu itu, Pa."

"Dan juga setiap aula ujian dilengkapi enam guru sebagai pengawas. Kalau misalnya Arjuna Nareswara atau Raja Mahardika terus-terusan mencontek selama satu tahun ajaran penuh itu, pasti setidaknya akan ketahuan sekali kan? Sepandai-pandainya tupai melompat-"

Exam Service Provider | 02-04lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang