25. Kata Kita yang Nanti

35.7K 5.5K 2.2K
                                    

BAGIAN DUA PULUH LIMA

Mencintai yang paling dalam adalah ketika manusia sudah melibatkan Tuhan. Bukan berdoa untuk kembali memiliki, melainkan berdoa agar hati mampu mengikhlaskan dia yang sudah beranjak pergi.

Bahagia sementara, sedih juga sementara. Kalau kamu tidak baik-baik saja hari ini, percayalah akan ada waktu dimana kamu sembuh dari semua luka itu. Ini hanyalah sebuah perjalanan untuk menemukan dan ditemukan, perjalanan yang membawa kamu menjadi lebih dewasa.

-Pull String-

April 2020 ini terlihat berbeda dari satu tahun yang lalu, dimana dulu aku hanya disibukkan dengan hubungan pasangan jangka pendek. Namun tidak sekarang, Juna adalah jawaban dari segala hal yang aku inginkan.

Sejak awal bulan, aku sudah mempersiapkan ulang tahun Juna. Ya, dia ulang tahun hari ini. Sebagai perempuan yang menetap di hati dan harinya, jiah. Aku ingin memberi kejutan untuk Juna, sederhana saja. Makan malam berdua di rumahnya yang semuanya aku rancang sendiri.

Seharian penuh, Juna sengaja diajak keliling oleh Pak Ginting dan Suster Ratih, entah itu check up, makan di luar,apapun itu yang penting lelaki itu tidak berada di rumah.

Selama mereka pergi,  aku mendekor makan malam untuk kami berdua, semuanya terlihat sangat indah. Aku bahkan memasak sendiri.

Aku terkekeh pelan. Kalau sekarang ada Alia, dia pasti akan berteriak kecang kencang di depan telingaku. "Makan tuh cinta! Dasar bucin."

Tidak masalah, aku memang sudah kelewat bucin sekarang, hari-hariku tampak begitu menyangkan. Naik gunung kini tidak jadi pelarianku ketika suntuk, melainkan mengobrol dengan Juna. Pengalaman naik gunung yang Juna lakukan lebih menyenangkan untuk didengarkan, ketimbang mencoba melakukannya langsung.

Ya Tuhan... kini aku senyum-senyum sendiri.

Sekali lagi, aku memoles blush on berwarna oranye ke pipiku. Aku tersenyum puas atas semua keberhasilanku, mulai dari dekorasi, masak, hingga berdandan. Semua sudah sempurna, tinggal menunggu Juna datang.

Menurut kabar Suster Ratih, sepuluh menit lagi mereka akan tiba.

Maka setelah memastikan sekali lagi jika semuanya perfecto numbero uno, aku berlarian menuju pintu untuk menunggu kedatangan Juna.

Yang dikatakan Suster Ratih memang benar adanya, sepuluh menit kemudian mobil yang dikemudikan Pak Ginting terdengar memasuki perkarangan rumah.

Kedua tanganku sudah memegang cake berukuran sedang yang juga kubuat sendiri. Aku tidak main-main ketika mengatakan bahwa semuanya kusiapkan secara pribadi, dari hal-hal kecil seperti ini saja, memang kutangani sendiri.

Pintu dibuka. Juna masuk sambil dituntun Bude Ratih.

"Jangan beri tahu dulu semua ini sama Laras, Sus. Saya nggak mau dia kepikiran." Juna masuk sambil bicara, membuatku refleks menahan langkah dan bibir untuk bernyanyi

Suster Ratih tampak ingin berkata bahwa aku aku berada di sektiar mereka dan mendengar apa yang dikatakan oleh Juna.

Jelas karena tidak bisa melihat, Juna jadi tidak tahu keberadaanku. Sengaja aku menahan Suster Ratih untuk memberi tahu keberadaanku.

Juna melangkah dengan bantuan tongkatnya. Menapaki keramik rumahnya yang berpetak cukup besar.

"Saya masih harus berpikir cara ngomong ke dia gimana. Saya udah mikirin ini hampir dua bulan."

Aku menggigit ujung bawah bibirku, menahan sesak yang mendadak hadir karena ucapan Juna.

Juna kembaliberkata. "Saya cuma bingung harus mulai menjelaskan ke Laras gimana, saya nggak mungkin tiba-tiba bilang bahwa saya akan kembali ke Australia dan menjalani hidup di sana."

Pull StringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang