4. Genjatan Senjata

73.5K 8.8K 644
                                    

Bagian Empat

Cerita ini mungkin berbeda dari cerita-cerita yang biasa aku tulis, karena baru di cerita ini, aku menggunakan sudut pandang orang pertama yang akan kubagi menjadi dua bagian. 25 bab pertama untuk sudut pandang pemeran utama perempuan dan 25 bab kedua untu sudut pandangn pemeran utama lelaki. Jadi, biar sama rata. Lets enjoy!

Btw teman-teman sekalian, karena cerita ini masih empat bab awal. Aku minta banget ya kerelaannya untuk meninggalkan jejak komentar dan vote. Berarti banget deh itu buat semangat aku hehe. Thanks.

-Pull String-

Banyak yang bertanya kenapa aku mengambil jurusan Agronomi Hortikultura saat kuliah strata satu dulu, lalu beberapa tahun kemudian setelah aku menyelesaikan Pendidikan magisterku di Australia dan kembali ke Indonesia untuk mengabdikan diri menjadi dosen. Orang-orang bertanya lagi, mengapa harus dosen?

Eum ya, aku tahu, dinilai dari segi manapun karakter dan tampangku benar-benar bukan "seorang pemberi ilmu." Percaya, kebanyakan orang baru yang berkenalan denganku pasti menebak pekerjaanku hanyalah seorang penulis. Karena sebenarnya, selain menjadi dosen, aku juga merambah ke dunia literasi semenjak kuliah dulu, meskipun akhir-akhir ini dibandingkan menyelesaikan naskah novel, aku lebih sibuk menulis jurnal ilmiah.

Lantas, selain hanya sebagai penulis.Banyak yang menebak profesiku adalah model, pramugari, atau bahkan pegawai bank. Aku hanya dapat tertawa, ya secara nggak langsung mereka menebak pekerjaan itu karena aku cakep. Garis bawahi, aku cakep.

Sebenarnya, aku juga bertanya-tanya mengapa sih yang Pendidikan yang kuambil berada di bidang yang sama sekali bukan seorang, "Laras." Serius, awal masuk kuliah, aku sempat shock. Akhir pekanku yang biasanya dihabiskan untuk nongkrong cantik, berubah aktivitas dengan mengamati perbedahan pertumbuhan hasil tanaman monokultur dan tumpang sari, berhari-hari kerjaanku hanya di kebun.

Bunda bahkan hampir menyuruhku mundur ketika hampir setiap hari aku pulang malam, hanya untuk memberi air tepat pukul sembilan malam pada tanaman yang aku tanam. Tanggapanku hanya tertawa, bunda tidak tahu betapa asyiknya melihat tanaman yang aku tanam, tumbuh dan berbunga.

Makin menggeluti dunia yang berhubungan dengan tanaman itu, aku makin terjebak. Aku bisa memisahkan diri, mana diriku saat "menjadi Laras si anak Agronomi" dan mana "Laras si anak pencinta fashion dan make up". Aku tahu cara menempatkan diri, jadi kalau ditanya, mengapa dunia pekerjaanku berbeda dengan apa yang selama ini melekat sebagai image diriku, jawabannya sederhana.

Karena aku mencintai duniaku ini. Sama cintanya aku terhadap dunia kepenulisan. Dua cinta yang sulit aku bandingkan, mana yang paling aku cintai.

Jadi Dosen, itu sebenarnya bukan cita-citaku. Ketimbang jadi dosen, aku malah berkeinginan kerja di lapangan aja, seperti menjadi kepala bagian pembibitan atau ahli konversi tanah dan air. Yah... sayangnya, negara Indonesia masih menganut pandangan bahwa, "Yang dibutuhkan di lapangan adalah seorang laki-laki." Impianku buyar dan untuk mengurangi rasa sakit hati itu, aku memilih jadi dosen.

Pikiranku terputus saat seorang mahasiswaku datang sambil membawa kertas yang sudah penuh dengan tulisannya, aku menganggukan kepala sambil menerima kertas tersebut. Hari ini adalah pertemuan terakhirku dan mahasiswa semester empatku di kelas Teknik Budidaya Tanaman. Hari ini juga, mereka telah menyelesaikan mata kuliah wajib semester dua tersebut.

Aku menarik napas legah, mataku berpedaran pada seisi ruangan, "Waktu tingga satu menit. Silakan ke depan untuk mengumpul kertas jawaban kalian, tidak ada diskusi selama perjalanan dari bangku ke meja saya. Saya lebih menghargai nilai kecil karena kejujuran, daripada nilai besar karena kecurangan," peringatku.

Pull StringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang