9. Pernikahan

56K 7K 1K
                                    

Bagian Sembilan

"Terkadang, nyaman tidak selalu berakhir menjadi pasangan. Kamu salah satunya yang malah berakhir hanya menjadi teman."

-Pull String-

"Bu, yang ini juga dicabutin ya, Bu?" Mahasiswi perempuan bernama Rindi yang ambil bagian dalam penelitianku ini memperlihatkan serabut akar yang menjalar di bagian tanah.

Aku menggeser tubuhku, melihat serabut akar itu lebih jelas. "Iya, ini dicabut aja. Intinya tanah harus bersih. Takutnya nanti pas kalian penelitian, gulmanya ikut tumbuh dan bakalan ganggu tanaman Jawer Kotoknya," jelasku.

Rindi mengangguk, ia langsung memanggil Elang untuk membantunya membersihkan serabut akar tadi. Ya, Elang—adik sepupuku itu juga jadi anak bimbinganku yang akan menjalankan penelitian ini. Meskipun dia dan aku sepupuan, aku tetap professional dan tidak membeda-bedakan. Bagiku, Rindi, Elang, Sekar, dan juga Irwan yang menjadi satu tim penelitian ini adalah sama. Tidak ada yang kubeda-bedakan.

Penelitian Jawer Kotok ini dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan Bawah, Institut Pertanian Bogor Dramaga. Dua bulan penuh, aku dan anak-anak bimbinganku menyediakan bibit tanaman. Bibit tanaman yang kugunakan diambil dari rawa depan Sekolah Alam Daerah Dramaga. Media tanam yang digunakan memiliki komposisi tanah, kompos, sekam dengan perbandingan 2:1:1. Bibit harus memiliki kriteria baik agar tanaman yang dihasilkan tumbuh baik. Perbanyakan tanaman jawer kotok dilakukan dengan stek pucuk dan batang dengan menyisakan minimal dua buku dan tiga ruas.

Targetku penelitian ini akan mulai berlangsung dua minggu lagi dan mereka berempat akan menghabiskan enam bulan penuh untuk menjaga Jawer Kotok ini.

Karena mereka satu tim, topik penelitian mereka sebenarnya sama yaitu mengenai tanaman Jawer Kotok. Yang membedakan mereka hanyalah parameternya saja. Untuk parameter akan aku bagi bulan depan, setelah melihat pertumbuhan Jawer Kotok ini.

Hari ini, aku ikut terjun ke lapangan. Membantu mereka untuk membersihkan tanaman, aku tidak ingin dinilai sebagai dosen yang hanya tahu hasil akhir saja. Aku ingin mengikuti setiap perjalanan penelitian mereka ini, agar data yang mereka ambil tidak salah dan mungkin tahun depan, aku akan mempresentasikan penelitianku ini di seminar internasional.

"Bu, ini sudah cukup?" Irwan, sobat karib Elang yang tahu mengenai hubungan darahku dengan Elang memperlihatkan lahan yang tadi sudah ia garap. Aku melangkah, mengecek sebentar, dan memberikan senyum lebar setelah kurasa apa yang ia lakukan sudah benar. "Sudah. Kamu bantu teman-teman kamu yang lain ya. Sekalian ibu jelaskan mekanisme untuk besok."

Irwan menurut, ia langsung ambil bagian di antara teman-temannya yang lain. Aku sendiri, sibuk mengambil lembar kertas yang tampaknya hampir tiap hari aku bawa.

"Setelah pembersihan ini. Kalian akan ke tahap pembalikan tanah, nanti pinjam alat pembajak tanah sebagai alat bantu. Jangan lupa dicatat dan difoto sebagai bukti lampiran. Oh ya, kalian sudah bikin log book seperti yang ibu suruh?" Tanyaku.

Sekar dan Rindi mengangguk, sedangkan Irwan dan Elang tampak cengar-cengir saja menandakan bahwa mereka belum melakukan apa yang aku suruh.

"Dibuat ya, itu penting. Nggak usah penelitian kalau nggak ada log book," kataku setengah mengancam. Log book—sebuah buku yang berisi pencatatan selama masa penelitian memang wajib dibuat, apalagi jika aku yang menjadi dosen pembimbing. Bagiku, log book ini semacam buku pertanggungjawaban. Dari sana aku dapat melihat aktivitas yang mereka lakukan setiap hari selama masa penelitian. "Sudah dari bulan kemarin kan ibu bilang, dibuat—dicatat—terus dipahami. Kenapa nggak dilakukan? Malas?"

Pull StringWhere stories live. Discover now