21. Perempuan Keras Kepala

34.6K 5.8K 780
                                    

BAGIAN DUA PULUH SATU

Kalau kamu hanya terobsesi untuk melupakan,
maka sebenernya yang kamu lakukan hanya sia-sia belaka, semakin kamu berusaha melupakan maka kenangan itu akan semakin jadi sesuatu yang lekat dalam ingatan. Dibandingkan melupakan, mulailah untuk belajar merelakan

-Pull String-

INSTITUT Pertanian Bogor, kampus yang dulunya berada di bawah naungan Universitas Indonesia ini sudah hampir empat tahun terakhir menjadi tempatku bernaung, menerapkan ilmu yang selama ini kudapat baik selama berkuliah di tempat ini ataupun ketika berada di Queensland.

Banyak yang menjadikan IPB begitu terkenang bagi pendidikan Indonesia, dimulai dari pelopor sarjana 4 tahun, pelopor berdirinya sekolah pascasajana pertama di Indonesia, bahkan pelopor sistem penerimaan mahasiswa baru strata satu melalui kemampuan akademik atau sampai sekarang kita mengenalnya dengan sebutan SNMPTN. Maka untuk kalian yang menikmati mudahnya masuk kuliah lewat jalur undangan, sujud sembah dulu sama IPB yang telah berjasa menciptakan program tersebut.

Aku belum banyak menceritakan kampus ini. Padahal sebenarnya, kampus ini berjasa sekali untuk kehidupanku sampai hari ini.

IPB memiliki sembilan fakultas, di antaranya Fakultas Pertanian, Kedokteran Hewan, Perairan dan Ilmu Kelautan, Peternakan, Kehutananan, Petanian, Matematikan dan Ilmu Pertanian, Ekonomi dan Manajemen, dan terakhir Ekologi Manusia. Semua fakultas berada di Dramaga, kecuali Program Sekolah Bisnis yang terletak di Baranangsiang, program studi yang selalu identik dengan sebutan kuliah kayanya IPB.

Berbeda dengan kampus lain yang menyebut program studi dengan jurusan, IPB menyebutnya dengan istilah Departemen. Total ada 39 departemen yang berada di IPB. Banyak, hal yang sebenarnya bisa diceritakan dari IPB, mulai dari bangunan ikon IPB yang sering jadi objek foto—Gladiator, bangunan IPB yang bentuknya segitiga dimana-mana, sang pemilik Botani Square, bahkan sampai inovasi-inovasi yang dikeluarkan IPB.

Aku mengembuskan napas panjang seraya melangkah menyusuri lantai dua departemen Agronomi Hortikultura, hari ini jadwalku adalah menjadi dosen pembahas di seminar hasil mahasiswa angkatan 2015, Julianti dan Eriska. Sejak semalam, aku sudah membaca draft skripsi yang mereka berikan, sudah banyak poin yang aku lingkari untuk kubahas.

Memasuki ruangan seminar, aku disambut oleh kuorum—audien Seminar Hasil penelitian kali ini. Mereka tampak berdiskusi saat aku masuk, dengan senyum tipis aku duduk di tempatku setelah sempat menyalami Pak Eko—pembahas pertama dalam seminar hasil ini.

Tak sampai sepuluh menit setelah dibuka oleh moderator, seminar hasil dimulai dengan presentasi penelitian dari Julianti dan juga Eriska. Kami sengaja mengambil sistem gabung, setelah presentasi dilakukan, maka dilaksanakan sesi tanya jawab oleh kuorum, sampai yang terakhir adalah pembahasan dari aku dan Pak Eko, selaku dosen pembahas penelitian tersebut.

"Silakan Pak," ujarku kepada Pak Eko, meminta Pak Eko untuk duluan membahas penelitian.

"Laras aja duluan," balas Pak Eko. Ia mengalihkan pandangannya dari laptop yang sejak tadi menjadi perhatian lelaki yang mungkin sudah seusia dengan bundaku. "Bapak terakhir saja."

Karena merasa tidak enak dan menghormati senior, aku mengikuti permintaan Pak Eko dengan membahas penelitian ini lebih dahulu.

Aku sempat mengatur napasku sebelum memulai. "Terima kasih kesempatannya," kataku sambil menganggukan kepala kepada pemimbing dari penelitian ini. Aku langsung membuka draft skripsi tersebut.

"Saya akan membahas draft milik Julianti dulu," aku menoleh padanya, pandangannya terlihat takut-takut meskipun tersenyum. Wajar, sekitar tujuh tahun lalu, aku juga merasakan hal demikian ketika berada di seminar hasil. "Mekanisme adaptasi Tanaman Serelia terhadap serapan kation dan anion dari NaCl, dalam hal ini saudara mengambil tanaman Gandum, Tritacum spp, sebagai objek penelitian. Benar?"

Pull StringWhere stories live. Discover now