Normal but not Normal

2K 116 13
                                    



"Gavin baik-baik aja kan? Penculiknya gak pukuli Gavin kan? Gavin di kasih makan juga kan? Gak di marah-marahi kan? Gak dijual kan? Jantung Gavin gak di ambil juga kan? Apa perut Gavin yang di ambil atau otak Gavin yang diambil? Huaaa, ayo buka baju Gavin, lihat masih lengkap gak isinya? Terus mau lihat otak Gavin bagaimana yaa? Apa di potong aja? Abang bisa potong kepala Gavin? lihat otaknya masih ada apa udah di ambil sama penculiknya abaaang. Ayo cepat, hiks... kasian Gavin nanti gak ada otaknya, huuueeee...."

Marsha menangis dan meracau absurd sejak sekitar lima belas menit yang lalu. Sejak ia menemukan sesosok pangeran tampan bernama Gavin yang sangat ia rindukan.

Nathan melayangkan tatapan jijik nan sinisnya ke arah adik satu-satunya yang malah tampak menikmati rengekan Marsha di pelukannya tanpa peduli kehadirannya di sana. Padahal ia sudah berbaik hati melancarkan ajang pertemuan kedua manusia aneh itu.

Nathan rela pundaknya di gigit si absurd Marsha tadi. Ia dengan jiwa sosial dan rasa empati yang tinggi tak tega bila hanya menyaksikan kebodohan dua remaja yang sedang di kabuti asap rindu hingga tak bisa berbuat apa-apa.

Jadi Nathan sebagai abang yang baik hati, mengangkat Marsha yang sudah terduduk lemas di tangga dan menggendongnya. Lalu membukakan pintu yang sebenarnya tidak terkunci itu untuk si bodoh Gavin. Mengalihkan gendongan si mungil kepada sang adik dan merelakan mata sucinya di nodai dengan adegan picisan sepasang remaja tak tau sikon itu.

"Gavin baik-baik aja sayang. Gak ada yang hilang dari tubuh Gavin. Dan siapa yang bilang Gavin diculik?"

Gavin menanggapi rengekan Marsha dengan wajah datarnya. Tapi tangannya tak pernah diam mengelus kepala, tangan, pinggang dan wajah Marsha. Menarik tubuh Marsha yang ada di pangkuannya agar semakin lengket ke pelukannya. Mengelus jari-jari kecil Marsha satu per satu. Memberi banyak kecupan di kepala dan wajah si mungil. Dan Nathan rasanya ingin pindah ke luar angkasa, membuka rumah sakit untuk para alien disana. Kasian, para alien itu pasti tidak pernah imunisasi.

"Marsha pikir Gavin hilang. Soalnya Marsha tanya ayah sama bunda, tapi bilangnya Gavin kerja dan bakal nyusul Marsha liburan, tapi Gavin gak datang-datang. Terus Marsha tanya pak polisi waktu ketemu di rumah mickey mouse, tapi malah geleng-geleng aja. Habis itu Marsha juga tanya sama abang-abang yang di depan hotel, tapi yang di tunjuk bukan Gavinnya Marsha, tapi Gavin yang banyak rambut di wajahnya. Marsha gak suka, seram~.."

" Terus Marsha tanya Leo pake ponselnya ayah, tapi Leo suruh tanya sama Dora aja. Tapi Dora nya malah nanya Marsha terus, ayo katakan peta, peta, peta.. gitu teruuuss. Marsha jadi kesal lihatnya, terus Marsha banting tv nya pake remote sampe Dora nya hilang..."

Gavin terkekeh mendengar curhatan Marsha. Ia membayangkan ekspresi kesal Marsha saat menonton kartun Dora. Marsha tak pernah bisa berdamai dengan si gadis petualang kecil itu. Marsha akan terus menjawab dan melakukan perintah Dora dengan marah dan kesal lalu mengejek Dora, melempar remot dan mencopot kabel televise lalu besoknya menonton kembali. Begitu terus.

Gavin masih mendengar celotehan Marsha yang sudah bercerita entah tentang apa, tapi Gavin pastikan banyak taburan drama di sana. Sementara Nathan sudah berlalu ke alam mimpinya. Ia tertidur di sofa karena mendengar suara lembut Marsha saat bercerita. Meski pada awalnya ia hanya tutup mata karena tak tahan melihat tangan sang adik yang mengelus Marsha di sana sini.

"Gavin rindu Marsha tidak?" tanya Marsha tiba-tiba lari dari topik cerita sebelumnya.

Gavin menatap mata gadis mungil itu, masih sembab dan berkaca-kaca. Air matanya belum habis dan sepertinya masih ingin keluar lagi.

Bukannya menjawab, Gavin malah memberi kecupan lama di kening Marsha. Gadis itu menutup mata dan menangis di leher Gavin saat kecupan itu terlepas.

Hei, nona absurd!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang