Aku Gavin

4.4K 218 8
                                    

Memandangi langit malam yang dipenuhi oleh bintang merupakan salah satu hobby Gavin selain menjadi bodyguard Marsha dan memandangi Bintang nyata di depan matanya. Ya, didepannya ada Marsha, tepatnya didepan kamarnya.

Gavin Arya Trisna, lelaki yang begitu menyukai bintang. Baik itu bintang di langit malam atau pun bintangnya di bumi. Marsha Bintang Gallena, bintang nyatanya Gavin.

Rumah Gavin dan Marsha bertetangga, jadi kamar mereka berhadap-hadapan. Marsha, bintang nyata Gavin. Satu-satunya gadis yang tak bisa Gavin abaikan, satu-satunya gadis yang menjadi prioritas Gavin.

Mengabaikan pandangan aneh orang lain tentang mereka, mengabaikan ejekan teman-temannya yang mengatakan Gavin budaknya Marsha. Marsha tetap tak bisa Gavin hiraukan begitu saja. Gadis itu terlalu berharga untuknya. Meski Marsha selalu mengacaukan hari Gavin, tapi Gavin tak bisa mengabaikan senyuman dan tawa Marsha yang menjadi penenangnya.

"Ceroboh" rutuk Gavin masih memandangi kamar didepannya.

Balkon kamar Marsha yang terbuka memperlihat aktivitas gadis itu. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, tapi gadis itu masih terlihat sibuk dengan ponsel pintar ditangannya. Benyanyi, berteriak, berjoget tidak jelas semua tak luput dari perhatian Gavin. Bibirnya terkadang terkekeh pelan melihat aksi lucu gadis itu dan terkadang merutuk melihat kecerobohan gadis itu.

Seperti sekarang terdengar rintihan kesakitan dari kamar Marsha. Gadis itu baru saja terjatuh dari kasurnya. Gavin meraih ponsel dari meja belajarnya, mengotak-atik sebentar lalu menempelkan ketelinga kirinya.

Marsha masih meringis kesakitan di lantai kamarnya bahkan air mata gadis itu hampir meluruh, sebuah deringan dari ponsel mengalihkan perhatiannya. Tertera kontak bernama papa Bear disana, dengan cepat Marhsa menekan tombol hijau lalu menempelkan ketelinganya.

"Gavin, sakit...~~"

Rengekan gadis itu langsung menyapa telinga Gavin. Diliriknya kamar Marsha, terlihat gadis itu masih terduduk dilantai sambil merengek diteleponnya.

"Siapa suruh petakilan kayak begitu?"

Bukannya menenangkan Gavin malah menyemprot Marsha membuat bibir gadis itu maju beberapa senti.

"Marsha kan cuma belajar dance, ikutin abang-abang EXO joget-joget. Seru tau Gavin, jogetan abang-abang tampan itu keren.. Marsha jadi suka. Beda sama jogetnya mbak-mbak goyang dumang itu yang cuma goyangin buntutnya doang. Besok Gavin mau ikutan joget juga gak? Marsha bolehin kok, kita joget bareng biar tambah seru. Soalnya babang-babang EXO itu jogetnya juga bareng-bareng mereka banyak, jadi makin keren. Nanti kita ajak si kembar tengil sama Shinta dan Om Rangga, biar makin rame. Mau ya Vin, besok Marsha tunjukin deh video abang...."

Seakan melupakan rasa sakit di pantatnya, Marsha kembali dengan mulut bocornya.

"Tidur sha" Gavin memotong ocehan Marsha yang pasti akan ngalur kidul kemana-mana.

"Iiih, belum malam tau Gavin, memangnya Marsha dedek bayi apa tidur jam segini? Ini tuh masih sore tau. Kalau kata orang-orang nih yaa, jangan cepat tidur nanti rejekinya dipatok ayam. Jadi Gavin.."

Omongan Marsha kembali terpotong karena panggilan Gavin. Cowok itu menghela nafasnya pelan, entah apa hubungan cepat tidur dengan rejeki dipatok ayam. Ahh sudahlah omongan gadis itu memang selalu absurd.

"Sha. Tidur. Gak ada tolenransi untuk kata telat bangun besok!"

Gavin memberi tekanan disetiap kata yang ia ucapkan, Marsha mengangguk cepat tidak menyadari mereka berbicara lewat telepon. Tapi tetap saja Gavin masih bisa melihatnya.

"Bagus, sekarang berdiri, naik ke kasurmu lalu berbaring dan tutup mata mu"

Marhsa dengan patuh mengikuti setiap intruksi dari Gavin, ia melirik kearah balkonnya sebentar dan mendapati Gavin yang masih memandang kamarnya dan ponsel masih tertempel ditelinganya.

Hei, nona absurd!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang