15 | Batal

60 12 1
                                    

Nilam meringis, matanya menatap tak tentu arah. "Gue gak jadi ikut lomba." Suaranya membuat temannya itu yang sedang berbaring nikmat menajamkan pendengarannya.

Gadis itu yang tidak lain adalah Alesha menaikan sebelah alisnya, wajahnya terkejut mendengar ucapan Nilam tadi. "Emangnya kenapa? Ada masalah?"

Dirinya mendengus ketika melihat Alesha yang terus memakan makanan ringan sehingga membuat bicaranya yang tidak jelas, Nilam bangkit menatap lurus pada orang-orang yang lewat dari balik jendela apartemennya.

"Gak ada alasan apapun, tapi gue males. Apalagi, lomba itu waktunya bentrokan sama jadwal pemotretan gue di Surabaya. Lomba hari Sabtu, sedangkan jadwal gue hari Minggu sorenya," jelas Nilam panjang lebar sembari menatap Alesha yang sekarang posisinya telungkup.

Diangguk-anggukkan kepala Alesha membuat Nilam gemas sendiri dengan tingkah gadis itu. Ada apa dengan Alesha sebenarnya, apakah dia cacingan? Dari tadi ia perhatikan Alesha selalu mengubah-ubah posisinya. Entah tiduran dengan kepala berada dekat lantai, dan telungkup, lalu sekarang duduk.

"Kalau lagi makan duduk, nanti keselak terus mati gue yang repot juga," ujar Nilam membuang muka, sudah sampai di pucuk kekesalannya.

Alesha mendengus kesal mendengar itu, ia melempar remot ke kepala Nilam hingga wanita itu mengaduh. "Lo nyumpahin gue mati gitu, jahat banget!"

"Mau bilang apapun, gue gak peduli, hidupnya lo itu cuma buat gue ribet," ketusnya lalu berjalan menuju pintu dapur untuk mengambil beberapa makanan. Sedangkan yang diajak bicara membuka mulut lebar mendengar ucapan Nilam.

Tetapi, Alesha lebih milih mengalah untuk hari ini. Ia memajukan tubuh untuk melihat Nilam yang sedang berada di dapur, karena dapur dengan ruang televisi terhalang dengan sebuah tembok, ia memiringkan kepala, merasa kepo dengan apa yang dilakukan Nilam.

"Oh yah, gimana? Tentang Galen lo udah dapet?" ucap Alesha sedikit teriak, takut mengira jika Nilam mendadak tuli.

Tidak ada jawaban dari sana, melainkan hanya terdengar suara kompor menyala. Benarkan katanya jika Nilam mendadak tuli, kalau membahas Galen. Memangnya ada yang kurang dari sesosok Galen? Dia tampan, lalu penyayang, dari keluarga terpandang. Apa yang tidak disukai Nilam dari Galen coba?

Sebuah tepukan mampu membuat lamunannya buyar, terlihat Nilam dengan wajah damainya tengah memakan masakannya tadi, sebentar sekali?

"Apaan nih."

"Makanan," jawab Nilam seraya memasukan makanan ke mulutnya. Ia menahan tawa melihat wajah Alesha yang kesal karena jawabannya.

"Oke, oke, Alesha sabar ya hadapin teman iblis kayak Nilam—" Sebelum menyelesaikan ucapannya, kepala Alesha mendapat sentuhan kasar dari Nilam.

"Udah berani ya lo ngatain gue iblis, awas lo minta bantuan lagi ke gue soal Galen." Alesha langsung menaikan kepala ketika mendengar suara cowok yang ia suka—ah Galen meluncur dari mulut Nilam.

"Jangan gitu dong, oke maaf-maaf."

Nilam mengangguk lalu memasukan lagi makanan yang terakhir, bergantian menatap Alesha yang tengah menampilkan wajah bingung, seolah-olah ingin bertanya tetapi takut jika salah.

"Em," gumam Alesha membuat Nilam menaikan sebelah alisnya menunggu kelanjutan dari mulut gadis itu.

"Lo udah dapatin sebuah info dari Galen?"

Kepala Nilam ia anggukan untuk keberapa kalinya ketika sudah tahu maksud apa yang akan dibicarakan mereka hari ini. "Info maksud lo apa? Emangnya dia kecelakaan gitu."

Desahan kecil keluar dari bibir Alesha mendapati jawaban dari mulut Nilam yang bukan ia mau. Ia menatap Nilam dengan tatapan tajam, kesal sekali dengan sahabatnya itu jika diajak berbicara tidak langsung nyambung.

"Bukan itu, gila!" gerutunya mengerucutkan bibir, sudah malas dengan Nilam.

"Oh bukan itu ya, hehe...." Nilam tertawa renyah, menatap wajah Alesha yang sudah merah padam.

"Gue belum dapatkan, satu pun."

•••

Maudy menatap dengan tatapan meminta pada Galen yang tengah duduk di atas motor. Gemas sekali dia dengan adik perempuan satunya ini yang super manja. Ingin sekali ia cubit, lalu ia gigit pipi gembul milik Maudy akan tetapi ia urungkan. Mengingat dulu ia melakukan hal sama yang membuat Maudy menangis tak henti-henti.

Hingga dirinya pun bingung apa yang harus ia lakukan demi membuat sang adik diam, dia terus saja melakukan hal gila demi membuat Maudy diam dan tertawa. Galen tersenyum ketika mengingat hal itu.

"Kenapa anak perempuan mungil satu ini, minta apa sama Abang?" Suaranya lembut dengan sorot mata teduh yang membuat Maudy tersenyum sumringah.

Ia memperlebar senyuman hingga gigi putih yang terawat itu kelihatan. Galen mencubit pelan hidung Maudy hingga membuat anak kecil itu meringis pelan. "Udy mau es krim!"

Galen mengangguk sambil menurunkan Maudy yang tadi berada di gendongannya. Mencium lembut pipi gembul milik bocah itu, kesal karena dicium Maudy menggembungkan pipinya dengan tatapan yang semakin membuat Galen gemas.

"Tungguin ya, Abang beliin es krim buat, Udy! Kamu tunggu di dalam saja sama mama, oke?" Maudy mengangguk dengan senyum mengembang.

Galen memutar motor besarnya lalu melambaikan tangan pada Maudy yang juga membalas lambaiannya. Ia lalu melajukan motor dan lenyap dari pandangan Maudy.

•••

Galen kebingungan mencari eskrim yang banyak sekali varian rasa. Berdiri seperti patung Pancoran yang sering ia lihat jika melintas di Jakarta. Semua eskrim mampu membuatnya pusing tujuh keliling, apalagi ia juga lupa rasa apa yang disukai oleh Maudy.

Merutuki diri sendiri untuk tidak menanyakan terlebih dahulu eskrim seperti apa yang diinginkan adiknya itu. Karena pusing ia lebih memilih eskrim rasa stroberi yang biasa para anak kecil perempuan lebih dominan ke rasa itu.

Galen memutar tubuhnya 180% kelewat senang karena menemukan apa yang ia mau, sehingga perbuatannya menabrak wanita yang tengah membawa barang belanjaan sehingga membuat belanjaan itu berserakan.

Suara aduhan wanita itu dengan dirinya membuat karyawan yang bertugas disitu menimbrung untuk memberikan sebuah troli, setelah belanjaan semuanya sudah di troli wanita itu—

"Maaf, seharusnya saya lebih berhati-hati." Galen seperti mengenal postur tubuh pemilik suara.

Dia menunggu wanita itu mendongakkan wajah, tepat sekali ketika mendongakkan wajah tebakannya ternyata benar, tidak lain adalah Nilam.

Nilam menampilkan ekspresi terkejutnya juga, mungkin berpikir mengapa dirinya dan Galen bisa bertemu, ah mungkin hanya kebetulan.

"Galen?"

"Iya."

Nilam tersenyum hambar dengan nada ketus milik Galen, dan sialnya omongan Alesha tadi yang meminta dirinya untuk mendapatkan nomor Galen terlintas di otaknya. Ingin sekali ia copot otak itu, hanya untuk kali ini saja.

"Kebetulan banget ya kita ketemu di sini, emang dasar jodoh gak akan kemana, eh—" Nilam menggigit bibirnya dan merutuki kebodohannya itu, dasar mulut menyusahkan.

Galen menampilkan wajah biasa saja membuat Nilam semakin malu, dan ia kembali berucap.

"Em, boleh minta nomor lo, hanya untuk seke—"

"Gak." Selepas itu, Galen melenggang pergi meninggalkan Nilam yang tengah membuka mulut lebar tak percaya. Bahkan karyawan yang memberinya troli tadi kini menahan tawa.


***

Hai guys, kembali lagi nih Kilter Man, ada yang kangen gak cerita mereka?

Jangan lupa tinggalkan jejak yuk yukss

NEXTT???

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kilter ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang