5| Intan si cabe

504 179 422
                                    

Rumah berwarna hijau toska terpampang manis di depan mata Nilam, jemarinya ia gunakan untuk merapihkan rambut yang tadi sempat kusut.

Setelah itu ia melangkah, akan tetapi satu motor berwarna hijau juga menghalangi jalannya, sang pengemudi membuka helm lalu tersenyum se-imut mungkin.

Nilam yang melihat berdecak. "Minggir lo! Gue mau lewat."

"Lah terserah gue, ini rumah gue," jawabnya sambil menjulurkan lidah.

Nilam hanya memutar bola mata lalu melangkah menjauhi orang yang pasti akan bisa membuat dirinya stres.

Nilam memencet tombol bel, didetik berikutnya keluarlah wanita dengan wajah yang mulus tanpa jerawat, dengan daster bermotif bunga mawar bertengger indah ditubuhnya.

Wanita itu tersenyum melihat kedatangan Nilam, lalu cipika-cipiki sebentar.

Lidya menyilahkan Nilam duduk, tangan gadis itu ia pegang sambil menampilkan senyum manisnya. Nilam hanya memandang dengan tatapan bertanya.

"Ada apa, Tante? Apa ada masalah?" tanya Nilam yang melihat raut wajah Lidya berubah.

Lidya membuka mulut untuk berbicara akan tetapi suara seseorang berhasil membuat mulut merah itu menutup kembali.

"Nilam!" serunya, Nilam menoleh dan berdiri terlihat Sherina kakak dari Fael dan Farel sedang berdiri diujung tangga.

"Apa Nilam mimpi?! Kak Sherin sudah kembali dari London?"

"Ya, aku sudah kembali, apa kabar denganmu, Lam?"

"Nilam baik, kalau Kakak?"

"Baik, tapi setelah bertemu denganmu menjadi sangatlah baik," jawab Sherina, lalu melirik Lidya dari ekor matanya.

"Mamaku yang cantik!" Ia menghambur ke pelukan Lidya.

"Lepasin, Sherin kamu jangan manja deh!" Jedanya sesaat. "Pasti kamu begini ada maunya."

Sherina terkekeh, jemarinya menarik pelan rambut Lidya untuk ia mainkan. "Mama cepet banget peka hihi, iya Mah aku ingin minta uang untuk beli dress, karena temanku Tara ulang tahun nanti malam."

Lidya memukul pelan kepala Sherina dengan bantal sofa. "Kamu ini! Minta sana ke Papamu, karena yang bekerja Papa bukan Mama."

Sherina menggerutu kesal dan mendengus. "Gak mau, Papa kadang-kadang suka pelit, sama kayak dia," katanya melihat lelaki yang sedang memegang gelas.

Menyadari jika ada yang menyindirnya, ia meletakan gelas, membalas tatapan Sherina kakaknya. "Apa lo lihat-lihat gue? Gue gak pelit ya, dasarnya aja lo yang celamitan!"

Sherin melempar kulit kacang yang tergeletak di meja ke arah Fael. "Dasar adik pelit."

Lidya yang kesal mengangkat suara. "Sudah-sudah! Fael, dimana adikmu?" Kini suaranya menurun.

"Tadi dia bilang katanya lagi lomba basket," jawab Fael seraya meneguk air yang sudah ia siapkan.

"Ya sudah, Ma. Aku minta uang sama Papa dulu ya!"

"Eh tunggu, Sherin! Bagaimana dengan kuliahmu di London?" tanya Lidya, entah kenapa baru menanyakannya sekarang padahal Sherina sudah berada di rumah 3 hari yang lalu. Ah, mungkin lupa namanya juga ibu-ibu.

"Seperti biasa," jawab Sherina sambil beranjak pergi diikuti dengan Fael yang beranjak menuju kamarnya.

Lidya menoleh ke arah Nilam. "Tante sudah menemukan dimana tempat tinggal kedua orang tuamu."

Kilter ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang