14 | Film drama

317 16 13
                                    

Angin berhembus kencang, membuat helaian demi helaian rambut yang ia punya berterbangan layaknya kapas yang dihempas angin.

Sejuk. Ya, memang. Akan tetapi sejuknya angin tidak sebanding dengan sejuknya hati. Hatinya entah mengapa kali ini merasakan hal yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Tangannya bergerak, menyibak selimut yang ia bawa dari kamar, bergerak ke atas menutupi seluruh dadanya yang telanjang.

Matanya menatap lurus dengan pandangan yang sulit diartikan. Menatap seluruh dedaunan yang berterbangan mengikuti angin yang menjadi palang mereka.

Seakan-akan tidak puas memandang daun yang berterbangan saja, ia memundurkan tubuh hingga punggungnya menyentuh bangku. Dengan posisi yang telentang.

Menaikkan tatapannya ke langit. Menatap bintang yang sulit dihitung, helaan napas mengalun sedikit tak teratur dari mulut dan juga hidungnya.

Dia memejamkan mata, merasakan angin dan sinaran sang rembulan yang menembus seluruh tubuhnya. Hingga suara seseorang berhasil membuatnya membuka mata.

"Abang!" panggil orang itu dengan nada rendah.

Dia terbangun, mengatur napasnya yang tadi sempat berhenti lalu mencari dari mana asal suara, sampai satu helaian rambut masuk ke dalam telinganya.

Ternyata gadis kecil yang memanggil dirinya sedang berada tepat di belakang bangku panjang yang ia tempati.

"Hei, ngapain di situ?"

Gadis itu berdecak pelan, bibirnya yang mungil bergoyang membuat lelaki di hadapannya terkekeh. "Ck. Abang! Udy 'kan mau kagetin Abang!" gerutunya.

Yah, ternyata lelaki itu tidak lain dan tidak bukan Galen. Galen terkekeh kembali, mengangkat tubuh kecil Maudy, lalu menjatuhkan di kedua pahanya yang tertutup selimut.

"Gak boleh ngagetin, nanti Abang kaget terus jantungan, terus mati, gimana? Udy, mau?" Maudy meringis pelan, memandang wajah Galen, tangan mungilnya menyentuh dan merapikan rambut Galen yang tersibak.

"Abang gak boleh ngomong kayak gitu. Udy. Gak. Suka!" Dia menarik tangannya yang berada di rambut Galen. Membuang muka dengan mulut yang dimonyongkan.

"Jangan ngambek dong. Jelek tau," kekeh Galen.

Maudy semakin memanyunkan bibirnya, masih membuang muka, seolah-olah memandang wajah Galen membuat dirinya kesal.

"Abang tadi mampir ke toko buku. Beli dongeng. Niatnya buat Udy, eh malahan Udy-nya ngambek, gak jadi deh ngasihnya." Spontan Maudy memutar kepalanya cepat, memandang Galen dengan pandangan berbinar.

"Udy, mau! Udy udah gak ngambek lagi, nih...." Galen tersenyum, ingin sekali dia tertawa lepas melihat wajah Maudy yang sumringah itu. "Senyum dulu deh baru Abang kasih buku dongengnya."

Maudy melebarkan senyumnya seperti ingin robek saking semangat tersenyum. Galen menyeringai geli. "Cium dulu, dong."

Tanpa aba-aba Maudy memajukan wajah, tangannya memegangi dada Galen yang telanjang, lalu mencium wajah Galen dengan cepat saking senangnya hingga wajah Galen basah akibat liurnya.

Galen mengusap liur Maudy yang menumpuk di wajahnya, bangkit dan berjalan masuk ke dalam kamar. Mengambil buku di atas nakas yang covernya disertai gambar-gambar menarik menurut Maudy.

Setelah berada di hadapan Maudy kembali, dirinya mengulurkan tangan yang membawa buku. Maudy bersorak senang, merampas dengan cepat buku dari tangannya.

Dia melompat, dan ambruk di dadanya. "Makasih, Abang! Udy sayang Abang!"

•••

Kilter ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang