"Ha...bukan sama Sheina?"

"Sheina?"

"Iya Andin, jadi yang ngerjai tugas Arga itu Sheina. Mereka sama-sama mendapatkan hukuman,"

Andin tersenyum, mungkin kali ini dia bisa di bilang menjadi kakak licik karena raut wajahnya yang devil.

"Buk, Sheina nggak pernah datang mengajari Arga. Yang selalu datang itu guru private yang Arga sewa,"

"Begitu ya, kalau begitu saya boleh menghukum Arga lagi?"

"Boleh buk, silahkan hukum Arga dan Sheina lagi. Hukum mereka bersama, tapi jangan sampai mereka terluka ya bu,"

"Terimakasih nak Andin, kalau begitu saya matikan ya. Permisi,"

"Ooo iya bu,"

Tut...tut...tut...

Andin tersenyum miring sembari menggelengkan kepalanya. "Dasar bocah, belum pandai bermain!" ujar Andin.

Andin pun keluar dari ruang kerjanya, lalu beranjak ke kamarnya.

Andin memutar haluan menuju tangga, karena ia melihat Arga yang sudah menapaki kaki di rumah mereka. "Bagaimana rasanya bekerja?" tanya Andin.

"Pusing," jawab Arga sembari menaiki tangga.

"Arga, sini dulu," panggil Andin.

Arga terhenti di anak tangga ketiga, lalu memutarkan badannya malas dan menuruni tangga. Seminggu ini, dia harus baik kepada kakaknya, agar perjodohan gila itu di batalkan, itu pikirnya."Apa?" tanya Arga.

"Ada sesuatu yang mau aku sampaikan," ujar Andin dan duduk di sofa.

Arga pun mengikuti Andin dan terpaksa duduk di sebelah Andin.

"Apa?" tanya Arga malas. "Jangan bertele-tele, gue capek mau tidur!" tambah Arga.

"Aku dan Dokter Deni punya hubungan," ujar Andin pelan.

"Udah tahu," jawab Arga malas.

Andin menatap ke arah Arga dengan mimik wajah yang heran.

"Gue lihat lo sama Dokter Deni pelukan di halaman belakang," ujar Arga. "Udahkan? Gue mau naik," tambah Arga.

"Lalu? Kamu menerima?" tanya Andin.

"Cinta itu milik semua umat, karena cinta kita bisa hidup. Dan gue nggak berhak larang lo buat mencintai dan dicintai. Yaudah gue naik, bilang sama dia suruh cepat nikahin!" jelas Arga dan beranjak.

Andin tertegun mendengar penuturan adiknya.

"Jangan lupa minggu ada pertemuan!" teriak Andin.

Arga tidak memedulikan ucapan Andin dan ia pun berlalu.

***

"Abang Sabtu dateng ke sana,"

"Kenapa abang sih, Shei maunya Bang Arif,"

"Arif kuliah, nggak bisa diganggu..."

"Abang juga kerja kan, udalah nggak usah ada yang dateng. Inikan cuma tinggal kasih keputusan aja kok, adek bisa sendiri!"

"Nggak, abang udah beli tiket. Atau sekarang aja abang berangkat?"

"Nggak usah lah, yaudah serah abang serah..."

"Hhhh gitu dong, lagi apa nih?"

"Lagi marah!"

"Wow, yaudalah matiin, serem ada singa ngamuk,"

Our Crazy WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang