Bab 14

10 0 0
                                    


Sorry for the typos dan ketidakjelasan jalan cerita.

Happy reading !!.

🌷🌷🌷

Naira Abraham Lincoln.

Gak pernah selama 17 tahun gue hidup. Gue merasakan jengkel yang bikin gue pingin nyekik seseorang. Jengkel banget sampai pingin gue tonjok aja muka sok polos nya itu.

Dan itu terjadi saat ini. Tepat di samping gue, duduk lah si pelaku ke-jengkelan gue ini.

Erlangga Bangsat Saverio Ivanova.

Setelah seminggu gak masuk dan bikin gue jadi bulan-bulanan satu sekolah. Saat ini, akhirnya dia kembali menampakan batang hidungnya di hadapan gue, dengan ekspresi bersalah yang amat kentara di wajahnya dan perasaan yang gue tau sedang campur aduk.

Gue tau, dia lagi stress dan mungkin belum sembuh benar dari stress nya itu.

Dan gue, masih dengan baik hatinya menahan sabar dan pengertian atas apa yang dia derita.

Walau sebenarnya gue pingin banget, memaki dia dengan keras dan meremas wajahnya yang bikin gue muak. Asli. Setiap kali gue liat mukanya. Rasanya jengkel dan kayak ada yang ganjel di hati gue. Kehadirannya bikin gue bawaan nya marah mulu.

Jadilah, gue cuman diam dan gak berkomentar apa-apa saat dia berulang kali menyusun kata yang tepat di kepalanya buat minta maaf sama gue.

Gue cuman mengalihkan wajah gue ke luar jendela. Menatap pemandangan yang gak ada bagus-bagusnya untuk di pandang.

"Naira."

Dan dengan sabarnya gue jawab panggilan itu dengan dehaman singkat.

"Hm."

Walau gue gak liat. Tapi dia sedang berusaha mengontrol dirinya. Dan gue tau, buat nelen ludah aja, dia kesusahan.

"Gue minta maaf."

Gue cuman diem. Begitu pun dengan murid lain, yang lagi nontonin gue sama Erlan. They all silent.

Gue heran. Mereka ini kenapa sih ?. Suka kali sama yang namanya ngurusin hidup orang lain. Mau tau aja, segala hal yang gak penting dalam hidup mereka.

Is that even a logic ?

Buat apa coba mereka ngurusin hidup orang lain ?. Gak guna.

"Gue minta maaf karna ketidakhadiran gue selama seminggu ini, bikin posisi lo jadi tambah susah. Gue minta maaf."

No coment. Gue tetep diem. Dengerin dulu dengan sabar. Apa yang mau dia omongin.

"Gue minta maaf. Karna gue, lo jadi kena imbas nya. Maaf, udah jadi brengsek yang cuman bisa mementingkan kesedihan gue, padahal nyatanya, masih ada yang lebih menderita di banding gue. Maaf karna gue sangat egois. Maaf... karna udah bikin kehidupan tenang lo jadi tambah susah. I am sorry for everything, Naira."

Dari sekian banyak kata yang keluar dari mulut dia. Gue cuman bisa diem dan gak mau jawab apapun. Terlalu malas untuk menjawab dan biar dia menyelesaikan masalah nya sendiri. Karna dari awal pun, gue gak merasa punya masalah apapun, walau Noah dan yang lain menganggap kalau apa yang gue hadapi ini adalah suatu masalah.

Karna apa ?. Karna bukan gue yang memulai dan gue gak berkepentingan sama sekali sama kemarahan banyak orang.

Lagian buat apa juga mereka marah ?.

Kan gak masuk akal.

Ya gak, reader ?.


Karna gak mendapat jawaban apapun dari gue. Erlan akhirnya bangkit berdiri. Menatap semua teman sekelasnya yang juga menatap nya balik.

"Buat kalian semua yang ada disini. Gue cuman mau kasih tau sama kalian. Seminggu gue gak masuk, itu semua bukan salah nya Naira. Itu murni karna gue lagi sakit dan gak enak badan. Di tambah sama masalah pribadi gue sendiri.

Jadi bagi kalian yang udah menghakimi Naira dengan kejam, bahkan sampai berani ngusir dia dari sini. Itu adalah tindakan bodoh, karna kalian gak tau cerita sebenarnya itu seperti apa.

Jadi, gue cuman mau kasih saran. Jangan menghakimi sebelum tau kebenaran nya itu kayak gimana. Karna itu kejam. Bahkan lebih kejam dari pembunuhan."

Semua terdiam mendengar penjelasan dari Erlan. Terdengar pedas memang. Tapi itu lah faktanya. Itu lah kenyataannya.

'Naira gak salah apapun. Gue yang salah disini. Gue. Karna gue, Naira mengalami masa sulit untuk yang kesekian kalinya.' Batin Erlan yang terdengar jelas di telinga gue.

Gue rada spechless sih. Gak nyangka aja, ternyata Erlan se depresed itu. Dan se tulus itu.

Gue jadi pingin tau. Sebahagia apa Alina, bisa di cintai oleh cowok se baik dan setulus Erlan.

Sayangnya, bagi gue, cowok baik kayak Erlan, lebih tergolong terlalu naif buat menghadapi kekejaman dunia. Terlalu suci untuk menyentuh yang namanya kegelapan di dunia bawah.

Gue gak peduli lagi dengan apa yang terjadi setelah Erlan kasih penjelasan itu ke semua orang. Walau gue tau, ada beberapa yang masih ngotot karna sakit yang di alami Erlan itu karna ulah jampi-jampi gue.

What the fuck !.

Itu lucu dan gak masuk akal sama sekali.

Terlebih Siska, yang dari awal udah suka sama Erlan, gak terima kalau cowok yang dia sukai, membela mati-matian gue di hadapan semua orang.

Padahal gue gak begitu peduli. Mau dia bela gue mati-matian atau hidup-hidupan. Yang terpenting bagi gue, dia menyelesaikan masalah dan gue bisa hidup tenang kembali.

Walau gue tau, itu cuman wacana. Karna gue sudah bisa menebak, kalau mulai hari ini sampai seterusnya, hidup gue gak bakal tenang lagi.



















Hah... resiko jadi orang penting ya begini :v.

Eltalent : Indigo [ Book One ]Where stories live. Discover now