15.1.

22 8 0
                                    

Tak lama seorang lelaki menghampiri dirinya. "Aku akan mengantarkan mu pulang!" Kata lelaki itu yang tampaknya sedang kesal.

Lorna langsung menghadap ke sang pemilik suara. "Pandhit? Mengapa di sini?"

"Aku memperhatikan mu dan sudah 30 menit kau di sini. Di tempat parkir, jam dua belas malam. Sekarang, mana calon suami mu?" Tanya Pandhit.

Lorna menggelengkan kepalanya takjub. Takjub karena heran dengan sikap Pandhit yang begitu berani. "Itu urusan pribadi ku. Jangan ikut campur," balas Lorna marah.

Seketika Pandhit menunjuk ke arah pintu di mana orang-orang berlalu-lalang keluar-masuk club. "Jika aku tidak menjaga mu dari sana. Sudah ku pastikan ada dua pria yang akan menggoda atau bahkan melecehkan mu tadi," balas Pandhit lagi dengan nada tinggi.

Memang benar, Pandhit mengancam 2 pria bahkan salah satunya berkelompok karena telah berencana untuk menggoda bahkan membawa Lorna ke hotel.

Pandhit langsung menyambar kunci mobil itu dari genggaman Lorna. "Pulang. Aku antar sekarang," perintah Pandhit dan langsung memasuki mobilnya dari pintu kemudi.

Lorna mengacak rambutnya, ia kesal dengan dirinya sendiri dan juga Jovan. Sial! Bahkan saat Lorna mengecek ponselnya lagi, tidak ada kabar apapun dari Jovan. Padahal sedari tadi Lorna terus mengebom Jovan melalui pesan teks.

Saat ini, Lorna benar-benar marah. Jangan salahkan dirinya! Lorna sudah berniat mengajak Jovan, tapi tidak ada jawaban. Toh, ia juga bisa berangkat sendiri. Sekarang? Saat Jovan tahu Lorna ada di sini sendirian, Jovan malah marah-marah dan memaksanya untuk pulang.

"Aku jemput. Tunggu aku sepuluh menit lagi".

Ucapan Jovan terngiang di otak Lorna. Huh? Sepuluh menit pantat mu!

Lorna langsung berdiri dan menutup pintu bagasi mobilnya. Kemudian masuk ke dalam mobilnya sendiri. Mereka langsung menyusuri jalanan Jakarta yang sepi. Bahkan saat Lorna kembali mengecek ponselnya, masih tidak ada kabar apapun dari Jovan. Saking kesalnya, Lorna langsung mematikan ponselnya. Setidaknya, sampai besok pagi nanti akan dia aktifkan kembali.

"Terima kasih," ucap Lorna pada Pandhit.

Pandhit hanya membalasnya dengan gumaman. Ia masih fokus untuk menyetir.

"Tapi.. Ada urusan apa kau ke club itu?" Tanya Lorna penasaran.

Pandhit sempat menatap Lorna bingung dan kembali mengalihkan pandangannya ke jalanan. "Ya untuk bersenang-senang. Aku bersama dengan teman-teman ku tadi," jawab Pandhit seadanya.

Lorna mengangguk mengerti, "apakah.. itu hal yang biasa jika seorang lelaki sering ke club?" Tanya Lorna penasaran. Toh, Lorna juga tahu dulu Jovan sering keluar-masuk club malam. Meskipun kini sudah tidak lagi katanya. Tapi entahlah, karena Jovan dan Lorna lebih banyak bertemu di jam istirahat makan siang. Ada rencana makan malam pun hanya sesekali.

"Kenapa? Jovan sering ke club?" Tanya Pandhit tanpa berbasa-basi.

Lorna menghembuskan napasnya kasar dan memberikan tatapan tajamnya pada Pandhit. Berani-beraninya dia bertanya begitu! "Lupakan pertanyaan ku!"

Panthit terheran, "Maksud ku, kalau memang itu Jovan ya.. itu tidak bagus. Apalagi dia lelaki yang akan menikah, ini konteksnya di luar dia sebagai calon presiden loh, ya! Kecuali, kalau kalian pergi bersama. I think that's fine," jawab Pandhit.

Lorna terdiam sebentar, mencerna jawaban Pandhit. Lorna menjadi merasa bersalah dengan Jovan. Lorna pergi ke club tanpa seizin Jovan, bahkan ia sampai repot-repot mau menjemputnya -meskipun tidak jadi-. Padahal Jovan sedang sibuk dengan pekerjaannya menjelang pernikahan mereka. Mengapa dirinya bisa seegois ini? Seketika rasa marahnya pada Jovan telah meluntur.

One Degree / 1°Where stories live. Discover now