0. Prolog

7.5K 417 57
                                    


"Eh, juara kelas bagi PR lo, dong! Kalo pinter jangan disimpen sendiri, kesian yang fakir ilmu ini."


"Pinter tapi otaknya nggak fungsi dengan baik. Emang pinter sama idiot beda tipis."

"Nilai kamu di bidang olahraga kenapa nggak bisa di atas rata-rata? Contoh dong kakak kamu, dia bisa imbang di segala aspek. Sedang kamu cuma unggul di pengetahuan tapi nilai praktekmu pas-pasan semua."

"Kamu bisa nggak, sih? Jadi sedikit lebih berguna? Apapun yang kamu lakukan nggak pernah bisa sempurna. Anak yang Mama lahirkan nggak akan gagal dalam apapun. Huh, Mama nyesel sudah ngelahirin kamu. Kamu hidup itu nggak ada gunanya."

Semua suara itu terus terngiang di telinga sosok anak bernama Daniel itu. Seberapa keras ia mencoba untuk menutup telinga agar suara itu berhenti memasuki gendang telinganya, suara itu masih ada. Terulang bagai kaset rusak, menyeruak masuk bagai banjir bandang.

Tangan Daniel bergerak membuka laci meja di sampingnya. Mengambil benda mengkilap nan runcing kemudian menatapnya sejenak. Ia tatap dan usap benda itu perlahan. Dingin, halus, mengkilap, dan tajam. Tanpa ragu ia tempelkan benda itu ke lengan kirinya, menggoreskan secara perlahan hingga tercipta sebuah karya lukis yang nyatanya tidak membuat ia bangga.

Daniel tahu ini salah, tapi ia cukup senang dengan kepuasan yang ia dapat dari karya yang ia buat. Masalah yang menggumpal di dadanya seakan terangkat. Ada kelegaan tersendiri yang ia dapat dari kegiatan 'melukis' yang ia lakukan.

🍁🍁🍁

Selamat datang di cerita teenfiction keduaku. Kenapa kedua? Karena yang pertama nggak kulanjut. Alasannya? Karena udah lupa sama ide awal 😌

So guys, selamat menikmati karya ini dan ambil bagian baiknya lalu buang yang buruk. Vote dan komen juga ya, biar aing semangat :v


Salam

Vha
(26-01-2020)

CHOICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang